Sentimen
Positif (100%)
4 Mar 2025 : 18.26
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Zakat Fitrah

Belajar Keadilan Islam dari Syed Muhammad Naquib Al-Attas

4 Mar 2025 : 18.26 Views 19

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Nasional

Belajar Keadilan Islam dari Syed Muhammad Naquib Al-Attas

Jakarta, Beritasatu.com - Syed Muhammad Naquib Al-Attas, seorang filsuf dan cendekiawan muslim asal Malaysia,  dikenal luas karena pemikirannya yang mendalam mengenai Islamisasi ilmu  pengetahuan, tasawuf, dan metafisika Islam. Lahir pada tahun 1931, Al-Attas membawa  perspektif yang khas dalam memahami berbagai konsep dasar dalam agama Islam,  salah satunya adalah keadilan.

Pemikiran Al-Attas tidak dapat dipisahkan dari  keyakinannya bahwa pengetahuan dan keadilan bukan hanya berfungsi sebagai prinsip  moral dan sosial, tetapi juga harus dilihat dalam kerangka metafisika Islam, yang  melibatkan pemahaman mendalam tentang hakikat manusia, Tuhan, dan alam semesta.

Dalam konteks Ramadan, bulan yang penuh berkah dan menjadi waktu bagi umat  Muslim untuk meningkatkan ketakwaan dan menjalani ibadah dengan penuh kesadaran.  pemikiran Al-Attas tentang keadilan dapat memberikan nuansa baru bersikap adil di  bulan yang penuh berkah ini. Keadilan dalam pandangan Al-Attas bukan hanya soal  pembagian yang adil atau pemerataan, tetapi lebih luas dari itu, yaitu tentang  keseimbangan dan keselarasan dengan hukum ilahi. Ramadan sendiri merupakan  waktu yang tepat untuk merefleksikan dan memperdalam pemahaman tentang keadilan,  baik dalam dimensi spiritual maupun sosial.

Bagi Al-Attas, keadilan adalah, "meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang sesuai  dalam tatanan hierarki eksistensi". Artinya, keadilan bukan hanya menyangkut  kesetaraan, melainkan juga pengakuan terhadap hakikat dan tujuan setiap entitas dalam  kosmos. Di bulan Ramadan ini, segala tindakan kita bisa ditujukan agar sesuai dengan  tujuan ilahi. Ramadan mengajarkan umat muslim untuk memahami posisi mereka  sebagai hamba (‘abd) dan khalifah di bumi, serta menghormati tujuan penciptaan yang  lebih besar, yang mencakup hubungan dengan Tuhan dan dengan sesama manusia.

Al-Attas juga menekankan bahwa keadilan terkait erat dengan keseimbangan universal  (mīzān), yang merupakan salah satu konsep utama dalam pemikirannya. Dalam  Ramadan, umat muslim berusaha untuk menjaga keseimbangan dalam hidup mereka— baik dalam aspek ibadah, hubungan sosial, maupun pengelolaan sumber daya. Puasa,  sebagai ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadan, mengajarkan pentingnya  mengatur diri dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani. Puasa  bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sebagai bentuk  penyeimbangan antara hak-hak tubuh dan kewajiban spiritual.

Selain itu, dalam bulan Ramadan, umat muslim diajak untuk merenungkan kembali  pengetahuan yang dimiliki. Al-Attas berpendapat bahwa ketidakadilan seringkali berasal  dari kebodohan (jahl) dan ketidakmampuan untuk memahami hakikat realitas. Di bulan  Ramadan, umat muslim diingatkan untuk mendalami ilmu yang dapat membawa mereka  lebih dekat kepada Tuhan.

Pembelajaran selama bulan suci ini bukan hanya terbatas  pada ilmu agama, tetapi juga pada pemahaman yang lebih mendalam tentang tatanan alam semesta dan hubungan antara ciptaan dan Pencipta. Sehingga, pengetahuan yang  benar menjadi kunci untuk mengatasi ketidakadilan dan mencapai kesejahteraan yang  sejati, baik dalam konteks pribadi maupun sosial.

Keadilan sosial dalam pandangan Al-Attas sangat terkait dengan penerapan adab dalam  kehidupan sehari-hari. Ramadan adalah waktu yang sangat baik untuk melatih diri  dalam berperilaku adil, baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, maupun  alam semesta. Menghormati hak orang lain, berbagi dengan yang membutuhkan, dan  menjaga etika dalam bertindak adalah bentuk implementasi dari keadilan yang diajarkan  oleh Al-Attas.

Pada bulan Ramadan juga mengingatkan kita tentang pentingnya kesadaran terhadap  keadilan sosial. Al-Attas mengkritik konsep keadilan yang berkembang di Barat, yang  seringkali memisahkan keadilan dari Tuhan dan tujuan metafisik. Dalam konteks ini,  Ramadan mengajarkan umat Muslim untuk memperkuat solidaritas sosial, berbagi  rezeki, dan memastikan bahwa hak-hak mereka yang kurang mampu tidak terabaikan.  Melalui zakat, sedekah, dan bentuk amal lainnya, umat Muslim dapat melaksanakan  keadilan sosial yang berdasarkan pada prinsip-prinsip wahyu, bukan pada konsep konsep sekuler yang seringkali mengabaikan dimensi spiritual. Dalam QS An-Nisa: 135  Allah SWT berfirman:  
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْاۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا 

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.

Sentimen: positif (100%)