Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak, Pilkada 2018
Fenomena kotak kosong, pengamat harapkan perlindungan suara hak pemilih Pilkada 2024
Elshinta.com
Jenis Media: Politik
ilustrasi/dok. Antara Fenomena kotak kosong, pengamat harapkan perlindungan suara hak pemilih Pilkada 2024 Dalam Negeri Nandang Karyadi Selasa, 03 September 2024 - 23:17 WIB
Elshinta.com - Pengamat politik, pendiri Rumah Demokrasi Ramdansyah mengharapkan adanya perlindungan hak suara pemilih tidak hanya di daerah dengan pasangan calon tunggal, tetapi juga di seluruh pelaksanaan Pilkada 2024. "Sehingga pilihan terhadap non pasangan calon dalam surat suara menjadi sah," ujarnya dalam keterangan tertulis Selasa (3/9/2024)
Ramdansyah mengatakan jumlah Pilkada 2024 yang diikuti oleh kotak kosong meningkat dibanding sebelumnya. Pilkada 2018 hanya terdapat 16 daerah dengan kotak kosong kemudian jumlah ini meningkat menjadi 25 daerah di tahun 2020.
"Jumlah kotak kosong di Pilkada 2024 meningkat menjadi 43 daerah, jika hingga besok tanggal 4 September 2024 tidak ada yang mengusung pasangan calon ke KPU pada masa perpanjangan pendaftaran," tambahnya.
Di satu sisi Ramdansyah melihat akomodasi pemberian suara “bukan kepada pasangan calon dalam surat suara” (none of above) dianggap sah mewakili kotak kosong perlu diapresiasi.
Payung hukum keberadaan pasangan calon tunggal diakomodir di Pasal 54C UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Teknis penentuan kemenangan calon tunggal diatur dalam Pasal 54D ayat (1) UU No. 10/2016. Di sana tertulis bahwa calon tunggal akan diakui menang apabila memperoleh paling sedikit 50% dari jumlah suara sah. Apabila kurang, maka pemenang adalah kotak kosong. "Dalam undang-undang ini, calon yang dinyatakan gagal memiliki kesempatan untuk maju kembali pada pemilihan berikutnya," paparnya.
Pilkada Kota Makassar tahun 2018 membuktikan perlindungan konstitusional hak warganegara untuk memilih "bukan pasangan calon dalam surat suara".
Ramdansyah mengatakan di sisi lain melihat bahwa fenomena kotak kosong perlu diperluas dan diakomodir tidak hanya di daerah dengan pasangan calon tunggal atau 43 daerah. "Mahkamah Konstitusi (MK) didorong untuk melindungi hak-hak pemilih di Pilkada serentak 2024 yang tidak menginginkan memilih sejumlah pasangan calon yang diusung partai politik dan nantinya masuk dalam surat suara."
MK perlu menjamin kesetaraan pemilih seperti tertuang di Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pertimbangan kedua dari Rumah Demokrasi, karena potensi rusaknya demokrasi di Indonesia, karena adanya dugaan kartel politik yang memborong dukungan partai politik sebanyak-banyaknya.
"Publik mencurigai keberadaan koalisi partai politik yang awalnya hanya koalisi dari pasangan calon presiden terpilih melebar menjadi koalisi dengan partai-partai politik lainnya sebagai upaya untuk menjegal kontestasi sehat dalam demokrasi," papar Ramdansyah yang pernah menjabat Ketua Panwaslu Provinsi DKI.
Menurutnya meskipun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 60 tahun 2024 berhasil menurunkan ambang batas pencalonan dari semula 20% kursi atau 25% perolehan suara menjadi 6,5%, 7,5%, 8,5% dan 10%, tetapi toh tetap saja keberadaan pasangan tunggal semakin besar. "Kalau kartel politik ini terus terjadi, maka Pilkada ke Pilkada berikutnya akan berpotensi meningkatnya calon tunggal di banyak daerah," ungkapnya.
Pertimbangan ketiga, karena partai politik dalam mengusung calon kepala daerah cenderung tertutup. Mekanisme tertutup dilakukan dengan mengusung kader, teman, orang-orang yang memiliki kesamaan agama, daerah, suku, dan keluarga di kalangan elit partai. (*)
Sumber : Radio Elshinta
Sentimen: positif (96.9%)