Sentimen
Undefined (0%)
29 Agu 2025 : 16.14
Informasi Tambahan

Agama: Hindu, Islam

Kab/Kota: Kamal, Solo

Selama 7 Hari, Gamelan Sekaten Keraton Solo Ditabuh di Masjid Agung

29 Agu 2025 : 16.14 Views 8

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Selama 7 Hari, Gamelan Sekaten Keraton Solo Ditabuh di Masjid Agung

Esposin, SOLO -- Denting gamelan terdengar di Bangsal Pradonggo atau Bangsal Sekati atau yang dikenal juga dengan sebutan Pagongan, kompleks Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo, Jumat (29/8/2025) sekitar pukul 14.00 WIB.

Suara itu merupakan perangkat gamelan Kangjeng Kyai Sekati yang dibunyikan abdi Keraton Solo. Mereka membunyikan perangkat gamelan dengan tempo pelan. Suara gamelan itu menjadi magnet bagi puluhan warga. Warga menyaksikan tradisi itu di sekitar Pagongan.

Beberapa orang yang menyaksikan tabuhan gamelan itu, ada abdi dalem hingga kerabat Keraton Solo, tampak mengunyah kinang atau sekapur sirih. Mereka juga membawa telur asin. 

Para abdi dalem membagikan kinang dan telur asin kepada pengunjung. Makanan dan minuman khas sekaten juga dijual para pedagang mulai dari kinang, bunga kantil, celengan, gasing, dan janur.

Kerabat Keraton Solo KGPH Dipokusumo menjelaskan tradisi Sekaten merupakan upaya Raja Keraton Solo dalam mensyiarkan agama Islam pada momen peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Menurut dia, semula upaya syiar agama Islam kurang lancar karena masih banyak pemeluk Hindu dan Buddha. Kemudian para wali terutama Sunan Kalijaga menyadari masyarakat menyukai gamelan.

“Nah, kemudian gamelan-gamelan tersebut itu dipendhem, dipendhem itu maksudnya disembunyikan, diambil. Kemudian terus mulai ditabuh di halaman masjid,” jelas dia kepada wartawan.

Masyarakat yang pengin mendengarkan gamelan harus melalui suatu cara atau mengikuti semacam ujian. Ujian itu dilakukan di tembok Kalimasodo kompleks Masjid Agung Solo. “Syaratnya untuk mendengarkan gamelan itu harus bisa membaca kalimat syahadat, di tembok Kalimasodo itu,” papar dia.

Dipokusumo menjelaskan gending pada tradisi Sekaten tidak lengkap lalu dilengkapi dengan sastro gending sehingga dikenal dengan Sastra Gending Bekso Negoro. “Sastra itu berarti dengan suatu ajaran bentuk tertulis, gending irama hidup seperti gamelan ini. Bekso adalah gerak aktivitas kami negara,  bagaimana bermasyarakat, berbangsa, bernegara pada waktu itu,” papar dia.

Kemudian menginang atau makan sirih, dia menjelaskan sirih memiliki rasa pahit hingga pedas. Makan sirih bermakna supaya manusia paham tentang kehidupan ada rasa manis, pahit, dan senang.

Selain itu, ada telur asin atau endok kamal yang melambangkan amal. Lalu pecut melambangkan harapan agar kehidupan menjadi lebih baik di masa mendatang.

Sesuai tradisi, gamelan Sekaten ditabuh selama tujuh hari hingga puncak tradisi Sekaten yang ditandai dengan Kirab Gunungan Garebeg Mulud di Masjid Agung Solo, pada Jumat (5/9/2025) pukul 08.00 WIB. 

Sentimen: neutral (0%)