Sentimen
Undefined (0%)
7 Agu 2025 : 19.54
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Chanel

Kab/Kota: Ankara, Oslo, Yerusalem

Kasus: HAM

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Perampasan Ilegal Tanah Warga Palestina Sudah Sejak 1882

7 Agu 2025 : 19.54 Views 6

Espos.id Espos.id Jenis Media: Dunia

Perampasan Ilegal Tanah Warga Palestina Sudah Sejak 1882

Espos.id, ANKARA -  Tak hanya melalui agresi militer, perampasan tanah-tanah warga Palestina juga dilakukan secara aktif oleh para pendatang dan pemukim Yahudi. Saat ini, PBB, kelompok hak asasi manusia Israel dan global, serta pakar hukum internasional sepakat mengenai ilegalitas jaringan luas pemukiman dan pos militer Israel di tanah Palestina.

Para ahli mengatakan bahwa pemukiman dan bangunan ilegal yang dilakukan oleh Israel telah memecah belah wilayah Palestina menjadi daerah-daerah yang  terisolasi.

“Israel harus mematuhi putusan Mahkamah Internasional dan segera menghentikan semua aktivitas permukiman baru, mengevakuasi semua pemukim dari Wilayah Palestina yang diduduki, dan memberikan ganti rugi atas kerusakan yang disebabkan oleh permukiman ilegal selama puluhan tahun,” ujar pejabat tinggi HAM PBB, Volker Turk dikutip dari media aa.com.tr.

Perampasan tanah Palestina ini dalam catatan sejarah sudah berlangsung sejak akhir abad ke-19. Berikut catatan peristiwa-peristiwa yang memperluas perampasan terhadap tanah Palestina.

1882-1903: Aliyah pertama

Menurut catatan resmi Israel, Aliyah atau imigrasi pertama dimulai pada tahun 1882–1903, membawa setidaknya 25.000 hingga 30.000 Imigran Yahudi dari Eropa Timur dan Yaman. Imigran-imigran tersebut kemudian mendirikan desa-desa pertanian seperti Rishon LeZion, Petah Tikvah, dan Zikhron Ya'akov dengan dukungan gerakan Zionis awal, termasuk Hovevei Zion dan Bilu. Meskipun masih dalam skala kecil, adanya kelompok ini meletakkan dasar kelembagaan dan ideologis bagi perluasan pemukiman ilegal Israel.

1917-1948: Era Mandat Inggris dan penyelesaian yang didukung negara

Adanya mandat Inggris mempercepat imigrasi Yahudi. Yang terkenal adalah adanya Deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang menjanjikan pendirian rumah nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Pada Gelombang Imigrasi Kedua dan Ketiga, dibangun komunitas bernama Kibbutzim dan Moshavim yang merupakan organisasi gerakan sosialis-zionis. Menurut PBB, kelompok ini seperti Badan Yahudi dan Dana Nasional Yahudi yang mengoordinasikan perampasan tanah. 

Penyelesaian pasca‑1948 dan pra‑1967

Setelah peristiwa 14 Mei 1948, bertepatan dengan berakhirnya mandat Inggris atas Palestina, lebih dari 700.000 warga Palestina dipaksa meninggalkan tanah dan rumah mereka. Peristiwa ini kemudian disebut oleh warga Palestina sebagai Nakba, yang berarti “bencana” dalam bahasa Arab. Hal ini menyebabkan Tepi Barat dan Yerusalem Timur berada di bawah administrasi Yordania hingga Perang Enam Hari 1967. 

1967-1983: Pendudukan dan ledakan pemukiman pertama

Pada tahun 1967, pendudukan militer Israel memulai aksinya setelah menguasai Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza. Kemudian pada tahun 1970, pemukiman pascaperang pertama, Kfar Etzion telah dibangun kembali. Pembangunan dipercepat melalui gerakan nasionalis-religius seperti Gush Emunim di bawah pemerintahan Likud pada tahun 1977. Di antara tahun 1977 dan 1983, populasi pemukim di Tepi Barat meningkat lebih dari lima kali lipat, dan jumlah pemukiman naik sebanyak tiga kali lipat.

1993-2005: Era Oslo dan ekspansi terkendali

Penandatanganan Perjanjian Oslo II pada tahun 1995 membagi Tepi Barat menjadi Area A, B, dan C. Area C mencakup hampir 61% wilayah dan menampung hampir semua pemukiman yang berada di bawah kendali sipil dan keamanan Israel. Meskipun terdapat upaya perdamaian, jumlah pemukim Israel meningkat dari sekitar 250.000 dari tahun 1993 menjadi sekitar 380.000 pada awal tahun 2000-an. Menurut laporan PBB, beberapa pos ilegal juga muncul pada tahun 2001.

Permukiman Israel di Gaza sebelum tahun 2005

Ketika memulai pemukiman di Jalur Gaza pada awal tahun 1970-an, Israel membangun sebagian besar pemukiman di area Gush Katif. Menurut laporan PBB pada 2005, puncaknya adalah ketika terdapat sekitar 8.000-9.000 pemukim Israel yang menguasai sekitar 20% tanah Gaza walau populasi Palestina saat itu lebih dari 1,3 juta orang.

Pada Agustus 2005, berdasarkan rencana sepihak yang dilakukan oleh Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, Israel mengevakuasi seluruh pemukiman di Gaza dan empat pemukiman yang lebih kecil di Tepi Barat dan memberikan kompensasi kepada para pemukim sebelum menghancurkan rumah mereka.

2020-2025: Gelombang era Netanyahu 

Di bawah pemerintahan Benjamin Netanyahu, perluasan pemukiman ilegal Israel mengalami peningkatan pesat hampir 40% hanya dalam kurun waktu dua tahun. Berdasarkan laporan media lokal Israel, Chanel 12, jumlah pos pemukiman ilegal bertambah dari 128 menjadi 178 hanya dalam waktu dua tahun. Pada periode yang sama, pemerintah juga menyetujui 41.709 unit perumahan permukiman, melampaui total yang disetujui dalam enam tahun sebelumnya, dari 2017 hingga 2022.  

Analisis independen yang dilakukan oleh International Crisis Group dan Kelompok Israel Peace Now mengonfirmasi bahwa pada pertengahan tahun 2025 terdapat 224 pos militer yang tidak sah. Kemudian, data-data PBB juga memperkirakan bahwa total populasi pemukim di wilayah Palestina yang diduduki telah mencapai antara 730.000 dan 737.000 pada tahun 2024-2025, termasuk sekitar 500.000 di Tepi Barat dan sekitar 220.000 di Yerusalem Timur.

 Pemerintahan Netanyahu juga memberikan status independen kepada 13 permukiman untuk pertama kalinya. Mahkamah Internasional dan Dewan Keamanan PBB berulang kali mengatakan bahwa adanya permukiman Israel melanggar Pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat. Namun, Israel membantah hal ini. Mereka bersikeras bahwa wilayah tersebut “disengketakan”, bukan diduduki.

Pada Juli 2025, Menteri Kehakiman, Yariv Levin dan Menteri Luar Negeri Israel, Katz menyatakan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk merebut daerah Tepi Barat. 

 

Sentimen: neutral (0%)