Sentimen
Undefined (0%)
7 Agu 2025 : 15.52
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

Tokoh Terkait
Slamet Riyadi

Slamet Riyadi

Kenang Serangan Umum 4 Hari di Solo, Wali Kota Respati Ajak Masyarakat Bersatu

7 Agu 2025 : 15.52 Views 7

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Kenang Serangan Umum 4 Hari di Solo, Wali Kota Respati Ajak Masyarakat Bersatu

Esposin, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bersama jajaran Forkopimda menggelar upacara dan ziarah di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Bhakti Solo, Kamis (7/8/2025), guna memperingati Serangan Umum 4 Hari Solo atau Pengepungan Solo, 7-10 Agustus 1949.

Peringatan dimulai dengan upacara di lapangan Balai Kota Solo sekitar pukul 07.30 WIB. Upacara dihadiri Wali Kota Solo Respati Ardi, Wakil Wali Kota Solo Astrid Widayani, Dandim 0735/Solo Letkol Inf Fictor J Situmorang, Kapolresta Solo Kombes Pol Catur Cahyono Wibowo, serta jajaran Forkopimda lainnya.

Setelah upacara, peringatan momen mempertahankan kemerdekaan tersebut dilanjutkan dengan ziarah ke TMP Kusuma Bhakti, Jurug, Jebres, Solo. Di situ, Wali Kota Solo dan jajaran Forkopimda menabur bunga dan merefleksi perjuangan pada 7-10 Agustus 1949 yang syarat makna bagi Solo secara khusus dan Indonesia secara umum.

Wali Kota Solo, Respati Ardi, menyampaikan momen Pengepungan Solo pada 1949 tersebut menjadi bukti bahwa Solo sedari dulu merupakan kota yang terbuka, dinamis, dan teguh pada persatuan di tengah ragamnya perbedaan.

“Dalam serangan yang terjadi di Solo masa lalu itu, para pejuang tidak hanya terdiri dari tentara, namun juga kalangan pelajar yang ada saat itu menunjukkan bahwa Solo merupakan kota yang dinamis, sangat nasionalis juga,” kata Respati melalui tayangan video yang diterima Espos, Kamis (7/8/2025).

Karena itu pula, Respati menambahkan momen tersebut perlu untuk terus diperingati setiap tahun, dengan harapan bisa menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat Solo, terutama bagi pemuda agar terus turut dalam menjaga persatuan, keamanan, dan pembangunan di Solo.

“Serangan umum juga mengingatkan perlunya keterlibatan semua pihak dalam masyarakat, termasuk pelajar, dalam pengawasan bersama atas kinerja pemerintah dalam membangun kota saat ini,” tambahnya.

Respati turut menyoroti keterlibatan masyarakat Solo dalam menjaga persatuan, keamanan, dan pembangunan yang saat ini sudah cukup baik. Karena itu pula, lanjut dia, Pemkot akan berusaha semaksimal mungkin membuat kebijakan-kebijakan yang bijaksana serta berdampak positif bagi masyarakat.

“Saat ini, masyarakat Solo sudah memiliki sikap dan caranya masing-masing dalam menyampaikan aspirasi. Tentunya, kami, di pemerintahan akan lebih bijaksana dalam hal membuat kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya.

Informasi yang dihimpun Espos, Serangan Umum 4 Hari di Solo atau yang juga dikenal dengan Pengepungan Solo terjadi pada 7-10 Agustus 1949, sebagai upaya balasan kepada penjajah Belanda yang merongrong persatuan masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Revolusi Fisik

Serangan tersebut merupakan bagian dari Revolusi Fisik yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia di sejumlah daerah dengan cara gerilya, dan Solo menjadi salah satu medan perang gerilya tersebut.

Dari Belanda yang dipimpin Letnan van Heek, serangan tersebut diberi sandi “steenwijk”, menyasar markas-markas gerilya pejuang kemerdekaan Indonesia di sejumlah lokasi di Solo.

Sebagai balasan, para pejuang di Solo yang terdiri dari unsur militer, pelajar, dan mahasiswa, menggelar gerilya bertahap dengan dasar Instruksi No 16 A, Tanggal 10 Juni 1949 yang memerintahkan bahwa: “Anggota Angkatan Perang dan pegawai Pemerintah Sipil sekeluarnya Instruksi ini, harus berjuang terus selama belum ada perintah cease fire dari kami sendiri, meskipun ada dari instansi manapun”.

Instruksi itu dikeluarkan Gubernur Militer, diikuti Perintah siasat No.1/8/SWK/A3/Ps-49 tanggal: 5 Agustus 1949, untuk mengadakan serangan secara besar-besaran (serangan umum) ke dalam Kota Solo mulai tanggal 7 Agustus 1949 guna mendapatkan posisi di lapangan apabila cease fire diberlakukan.

Serangan besar-besaran dilakukan pada 7 Agustus 1949, sekitar pukul 06.00 WIB. Dipimpin langsung oleh Letkol (pangkat saat itu) Slamet Riyadi, serangan dilakukan serentak dari empat penjuru sekitar Solo yang melibatkan sedikitnya 2.000 pejuang.

Dalam kondisi tersebut, tembak-menembak serta saling lontar mortir terjadi. Belanda bahkan sempat menerjunkan sejumlah pesawat tempur untuk melawan pasukan gerilya, mengakibatkan bergugurannya pejuang Indonesia.

Serangan lebih keras terus berlanjut dan membuat Belanda saat ini terimpit di sejumlah tangsi di Solo. Serangan baru selesai sekitar pukul 00.00 WIB, 10 Agustus 1949, setelah pejuang menerima perintah gencatan senjata dari Panglima Tertinggi Presiden Soekarno.

Berakhirnya serangan tersebut menandakan selesai pendudukan Belanda di Solo, serta memberi dampak positif pejuang Indonesia yang tidak bisa dipandang remeh oleh musuh. Setelah gencatan senjata terjadi upacara serah terima kekuasaan dari Pemerintah Belanda yang diwakili Kolonel Van Ohl kepada Pemerinah Indonesia yang diwakili TP Bridge 17 yang terdiri dari Letkol Slamet Riyadi di Stadion Sriwedari.

 

Sentimen: neutral (0%)