Sentimen
Undefined (0%)
1 Agu 2025 : 22.33
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Boyolali

Tokoh Terkait

Bawaslu Boyolali Sambut Baik Putusan MK soal Penanganan Pelanggaran Administrasi

1 Agu 2025 : 22.33 Views 13

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Bawaslu Boyolali Sambut Baik Putusan MK soal Penanganan Pelanggaran Administrasi

Esposin, BOYOLALI -- Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Boyolali menyambut baik adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 104/PUU‑XXIII/2025 terkait uji materi Pasal 139 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

MK memutuskan Bawaslu Boyolali dapat memeriksa dan memutus pelanggaran administratif Pilkada dan harus ditindaklanjuti oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat dalam sidang, Rabu (30/7/2025).

Ketua Bawaslu Boyolali, Widodo, mengatakan mengapresiasi putusan itu. Widodo mengatakan MK mengubah kata rekomendasi dalam Pasal 139 UU Nomor 1/2015 menjadi putusan, sehingga keputusan Bawaslu bersifat mengikat secara hukum dan harus dilaksanakan oleh KPU sehingga putusan Bawaslu punya kekuatan.

“Dengan dengan putusan tersebut maka Bawaslu diberi kewenangan untuk memutus pelanggaran administrasi Pilkada yang sebelumnya hanya memberikan rekomendasi,” kata dia dihubungi Espos, Jumat (1/8/2025).

Menurutnya, dengan putusan tersebut tafsir atas rekomendasi yang diberikan Bawaslu ke KPU di seluruh daerah menjadi sama. Sehingga, dapat memberikan kepastian hukum.

Sebelumnya, ia mengatakan dengan substansi kasus yang sama akan tetapi berbeda subjek karena perbedaan tafsir yang tidak sama oleh penyelenggara Pemilu atau KPU berbagai daerah. Maka dari itu, hal tersebut diuji di MK.

“Dampaknya nanti, saya kira akan sangat positif dalam hal sengketa terkait hasil [pemilihan] soal kewenangan Bawaslu dan KPU mestinya tidak muncul lagi, dalam konteks rekomendasi ya. Soalnya sekarang sudah seragam, kalau dulu enggak, sehingga potensinya banyak sekali yang dibawa ke MK,” kata dia.

Widodo mencontohkan dulu bisa saja Bawaslu memberikan rekomendasi A, akan tetapi karena dalam peraturan sebelum diubah frasanya KPU harus mengkaji sehingga memberikan ruang untuk membuat tafsir baru.

“Contohnya ada caleg yang rekomendasinya dibatalkan oleh Bawaslu, misalnya karena tidak lolos administrasi. Tapi rekomendasi Bawaslu itu sifatnya bisa dikaji lagi oleh KPU, sehingga dianggap tidak mengikat. Kalau dinyatakan KPU lolos? Kan jadi dua putusan, pasti itu digugat. Tidak seperti di Pemilu, kalau Pemilu kan rekomendasi dari Bawaslu lalu KPU tidak punya kewenangan membuat tafsir baru,” kata dia.

Dengan putusan tersebut, lanjut Widodo, KPU diwajibkan menindaklanjuti putusan Bawaslu. Tak sekadar memeriksa atau mencatat seperti sebelumnya menurut Pasal 140 ayat (1) UU Pilkada.

Ia mengatakan alasan putusan tersebut yaitu MK menemukan ketidaksinkronan antara aturan pemberian wewenang Bawaslu atas pelanggaran administrasi pemilu (UU Pemilu) dan Pilkada (UU Pilkada), sehingga untuk keseragaman pengaturan, diperlukan perubahan status rekomendasi menjadi putusan.

Widodo mengatakan Bawaslu Boyolali masih menunggu revisi undang-undang atau peraturan KPU untuk menindaklanjuti putusan. Selanjutnya, Widodo mengatakan selama ini di Boyolali sendiri tidak ada kasus krusial soal administratif.

“Paling sifatnya hanya saran perbaikan terkait dengan DPT, prosedur tata cara kampanye, pencalonan, dan sebagainya,” kata dia.

Harmonisasi

Dilansir Antara, Mahkamah Konstitusi menyatakan Bawaslu bisa memutus pelanggaran administrasi pemilihan kepala daerah sehingga hasil kajiannya kini tidak sebatas berupa rekomendasi. "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo mengucapkan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu (30/7/2025).

MK juga menyatakan KPU harus menindaklanjuti putusan Bawaslu tersebut. Dalam hal ini, MK mengubah frasa "memeriksa dan memutus" pada Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Pilkada menjadi "menindaklanjuti".

Mahkamah memutuskan demikian karena mendapati adanya perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan administrasi pilkada.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Bawaslu diberikan kewenangan untuk memutus pelanggaran administrasi pemilu.

Sementara itu, dalam UU Pilkada, Bawaslu hanya sebatas memberikan rekomendasi atas hasil kajian terhadap pelanggaran administrasi. Kemudian, rekomendasi itu akan diperiksa dan diputus oleh KPU.

"Perbedaan demikian menyebabkan dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu, kewenangan Bawaslu menjadi lebih pasti karena putusan Bawaslu mengikat dan KPU wajib menindaklanjuti. Sementara itu, dalam menangani pelanggaran administrasi pilkada, karena hanya berupa rekomendasi, kewenangan Bawaslu menjadi sangat tergantung pada tindak lanjut yang dilakukan KPU," kata Ridwan.

Menurut MK, perbedaan tersebut menyebabkan kekeliruan dalam memaknai kewenangan masing-masing lembaga penyelenggara pemilu. Nyatanya, secara struktur kelembagaan, KPU dan Bawaslu sama-sama penyelenggara pemilu.

Di sisi lain, penyelesaian pelanggaran administrasi pilkada dengan hanya berupa rekomendasi dinilai memosisikan penanganan pelanggaran administrasi hanya bersifat formalitas. Sebab, muara proses hukum yang dilakukan Bawaslu menjadi tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah kembali mengingatkan pembentuk undang-undang untuk menyelaraskan semua dasar pengaturan pemilihan, mengingat tidak ada lagi perbedaan antara rezim pemilu dan rezim pilkada.

DPR dan pemerintah diminta segera merevisi undang-undang yang berkenaan dengan pemilu, khususnya harmonisasi substansi hukum pemilu legislatif dan pemilu presiden/wakil presiden dengan substansi hukum pilkada, termasuk juga pengaturan penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu. 

Sentimen: neutral (0%)