Monumen Perjuangan 45 Wonogiri, Pengingat Pejuang yang Gugur demi Kemerdekaan
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, WONOGIRI — Monumen Perjuangan Nilai-Nilai 45 di Krisak, Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, menyimpan cerita perjuangan rakyat dan tentara Republik Indonesia melawan tentara Belanda pada masa awal kemerdekaan.
Warga Wonogiri, Bintoro, kepada Espos, Jumat (1/8/2025), menceritakan berdasarkan cerita dari pelaku sejarah pertempuran itu, Heru Sukirno, bahwa Monumen Perjuangan Nilai-Nilai 45 dibangun sebagai pengingat peristiwa pertempuran darat antara tentara Indonesia dengan tentara Belanda pada agresi militer pascakemerdekaan Indonesia.
Kala itu tentara Belanda mencoba masuk Wonogiri. Namun dicegat rakyat dan tentara Indonesia di jembatan Krisak. Di sana kedua pihak bertempur saling tembak. Dalam peristiwa itu tentara Indonesia dipaksa mundur. Tentara Belanda pun berhasil merasuk lebih dalam ke wilayah Wonogiri.
Kendati begitu, tentara Indonesia masih mencoba menahan serangan Belanda dengan mencegatnya di wilayah Ponten, Kerdukepik, yang saat ini masuk kawasan pusat Kabupaten Wonogiri. Pada pertempuran tatap muka kedua itu, ternyata tentara Indonesia kembali dipukul mundur.
Akhirnya tentara Indonesia memilih perang gerilya ke wilayah-wilayah pedalaman Wonogiri. ”Untuk memperingati peristiwa itu kemudian dibangun Monumen 45 yang sampai sekarang masih ada,” kata Bintoro.
Informasi yang dihimpun Espos, Wonogiri memang menjadi salah satu wilayah jalur gerilya pada perang kemerdekaan dulu. Daerah ini bahkan diyakini menjadi jalur gerilya Jenderal Soedirman kala itu. Hal ini ditandai dengan adanya Monumen Jenderal Sudirman di Kecamatan Tirtomoyo.
Pantauan Espos, Monumen Perjuangan Nilai-Nilai 45 di Selogiri, Wonogiri, diresmikan pada 4 Mei 1973 oleh Gubernur Kepala Daerah Provinsi Jawa Tengah. Hal itu diketahui dari prasasti marmer yang terletak di monumen tersebut. Di tengah monumen, terdapat patung seorang yang mengangkat satu orang lain yang telah gugur.
Di area monumen ini juga ditemui tiga relief yang menggambar agresi militer yang dilakukan tentara Belanda kepada rakyat. Dalam relief itu tampak orang-orang tanpa senjata berguguran. Dalam prasasti batu marmer di monumen itu, tertulis sebait puisi sebagai berikut:
Di sinilah darahku mengalir
di sini pula hidupku berakhir
tapi aku rela, hatiku pun ikhlas
takkan menuntut jasa, tiada
sedikitpun minta balas
karena aku yakin dan percaya
Indonesia Tetap Merdeka dan Jaya
Sentimen: neutral (0%)