Sentimen
Undefined (0%)
1 Jul 2025 : 19.11
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

Masa Jabatan Berpotensi Lebih Panjang Imbas Putusan MK, Ini Kata Wali Kota Solo

1 Jul 2025 : 19.11 Views 12

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Masa Jabatan Berpotensi Lebih Panjang Imbas Putusan MK, Ini Kata Wali Kota Solo

Esposin, SOLO -- Jabatan kepala daerah dan anggota DPRD periode 2025-2030 berpotensi bertambah atau diperpanjang sampai 2031 sebagai imbas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah/lokal. 

Keputusan itu berlaku efektif pada 2029. Sesuai putusan MK itu, pemilu daerah baru bisa dilakukan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan sejak anggota DPR, DPD, atau Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilu nasional dilantik.

Apabila pemilu nasional digelar 2029, maka pemilu daerah baru bisa digelar pada 2031. Padahal, masa jabatan kepala daerah saat ini hanya sampai 2030 dan anggota legislatif daerah 2029. Artinya akan ada kekosongan masa jabatan antara habisnya masa jabatan hingga diselenggarakannya pemilu daerah. 

Dimintai tanggapannya mengenai masa jabatan kepala daerah yang berpotensi diperpanjang untuk menghindari kekosongan, Wali Kota Solo Respati Ardi menjawab diplomatis. Menurutnya, soal masa jabatan itu adalah urusan pemerintah pusat.

“Itu urusan pusat,” jelas Respati saat ditemui Espos di sela-sela kegiatannya bersama warga di Kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Solo, Selasa (1/7/2025) petang.

Respati mengatakan akan mengikuti dan menghormati kebijakan KPU, Bawaslu, dan pemerintah pusat. Pemerintah daerah menjalankan apa yang menjadi kebijakan pusat. “Pemerintah daerah menjalankan saja, tentunya semua berjalan baik. Kami kembalikan ke pemerintah pusat,” ungkap dia.

Diberitakan sebelumnya, ada beberapa pertimbangan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materiil yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu. Mahkamah menilai Pemilu Serentak seperti pada 2024 menenggelamkan masalah pembangunan daerah, melemahkan pelembagaan partai politik (parpol), sisi kualitas penyelenggaraan pemilu, pemilih jenuh dan tidak fokus.

Selain itu, waktu penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah yang terlalu mepet, serta sisi pengaturan masa transisi kepala daerah. Mahkamah menyatakan waktu penyelenggaraan pemilihan umum presiden/wakil presiden serta anggota legislatif yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menyebabkan minimnya waktu bagi pemilih menilai kinerja pemerintahan hasil pemilihan umum presiden/wakil presiden dan anggota legislatif. 

Pemilu Ideal dan Demokratis

Rentang waktu dengan pemilu DPRD dan kepala daerah dinilai membuat masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional. Hakim Airef Hidayat menilai tahapan pemilu DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden dan jaraknya dengan pemilu kepala daerah kurang setahun berimplikasi pada parpol terkait kemampuan mempersiapkan kader parpol dalam kontestasi pemilu. 

"Akibatnya, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilihan umum membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilihan umum jauh dari proses yang ideal dan demokratis. Sejumlah bentangan empirik tersebut di atas menunjukkan partai politik terpaksa merekrut calon berbasis popularitas hanya demi kepentingan elektoral," terang Arief seperti dikutip Espos dari laman resmi MK, Senin (30/6/2025). 

Sebagai informasi, keputusan itu berdasar sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). la juga menilai tumpukan beban kerja penyelenggara terpusat pada waktu tertentu dan membuat kekosongan waktu yang relatif panjang bagi penyelenggara pemilu. 

"Masa jabatan penyelenggara pemilihan umum menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena hanya melaksanakan 'tugas inti' penyelenggaraan pemilihan umum hanya sekitar dua tahun," tambah Arief.

Menurut Mahkamah Konstitusi, pemungutan suara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, berjarak paling singkat dua tahun atau paling lama dua setengah tahun dengan waktu penyelenggaraan pemungutan suara anggota DPRD, bupati/wali kota.

Maka, MK menilai perlu rekayasa masa jabatan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, termasuk masa jabatan gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya, serta wali kota dan wakilnya.

Sentimen: neutral (0%)