Sentimen
Undefined (0%)
24 Jun 2025 : 23.33

Pembayaran Klaim ke RS Tertunda, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

24 Jun 2025 : 23.33 Views 38

Espos.id Espos.id Jenis Media: News

Pembayaran Klaim ke RS Tertunda, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Espos.id, JAKARTA - Selama ini sering muncul keluhan dari kalangan pengelola fasilitas kesehatan soal lama atau tertundanya pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti pun merespons hal ini dan menjelaskan beberapa alasan yang menyebabkan pembayaran ke fasilitas kesehatan (faskes) tertunda. Dia juga menepis isu bahwa pihaknya menolak klaim rumah sakit akibat terjadi defisit.

"Salah satu alasan yang menyebabkan pembayaran tertunda yakni perilaku pengajuan klaim fasilitas kesehatan yang upcoding," katanya dalam forum bersama pemimpin redaksi media di Jakarta, Selasa (24/6/2025). Upcoding adalah perilaku mengubah atau memanipulasi kode diagnosis atau prosedur medis menjadi kode yang memiliki tarif lebih tinggi dari yang seharusnya. Tujuannya adalah mendapatkan klaim yang lebih besar dari BPJS Kesehatan.

"Penyebab lainnya yakni kualitas dokumen klaim yang rendah, serta tidak sesuai ketentuan BPJS Kesehatan," ujar dia.

Ghufron juga mengemukakan beberapa kesalahan yang biasa ditemui dalam pengajuan klaim BPJS Kesehatan yang menyebabkan pembayaran ke fasilitas kesehatan menjadi tertunda, yakni kode diagnosis atau prosedur tidak tepat, indikasi perawatan tidak tepat, serta indikasi kecurangan (fraud). "Termasuk manfaat yang tidak dijamin, tidak sesuai prosedur atau standar pelayanan, serta tidak disertai bukti pendukung atau dokumen klaim," ucapnya.

Ghufron juga menanggapi langkah penonaktifan 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akibat peralihan ke Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Keputusan tersebut dilandasi oleh Surat Keputusan (SK) Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 serta Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).

"Mengacu pada peraturan tersebut, mulai bulan Mei 2025 penetapan peserta PBI akan menggunakan basis data DTSEN. Namun, mereka yang dinonaktifkan itu bisa kembali aktif jika menghubungi atau lapor ke dinas sosial setempat," paparnya. Ia menjelaskan ada tiga syarat bagi peserta PBI JKN agar bisa kembali aktif dan mendapatkan kembali fasilitas di BPJS Kesehatan, pertama, yakni pertama, dinonaktifkan kepesertaannya pada bulan Mei 2025.

"Kedua, setelah diverifikasi (pemerintah daerah setempat/Kementerian Sosial) memang benar miskin atau hampir miskin. Yang ketiga, apabila memang yang bersangkutan itu ada penyakit kronis atau istilahnya emergency [gawat darurat] yang memerlukan penanganan segera bisa langsung aktif," ujar dia.

Namun, menurutnya, apabila peserta tidak memenuhi tiga syarat tersebut, maka tidak dianggap masuk dalam PBI JKN, sehingga skema iuran BPJS Kesehatan bisa dibiayai oleh pemerintah daerah atau membayar secara mandiri. Ghufron juga mengemukakan jumlah peserta yang nonaktif tersebut tidak akan memengaruhi alokasi PBI JKN dari negara yakni sekitar Rp96,8 juta.

 

 

Sentimen: neutral (0%)