Sejarah Panggung Sangga Buwana Keraton Solo dan Arti Susunan Angka 1808
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, SOLO -- Panggung Sangga Buwana yang merupakan salah satu bangunan ikonik di kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo saat ini tengah direvitalisasi. Bangunan bersejarah berbentuk segi delapan dengan empat tingkat dan bagian atas berupa tudung saji itu punya cerita sejarah dan makna yang mendalam.
GPH Puger dalam buku Asale terbitan Aksara Solopos 2016 mengungkapkan pencetus ide pembangunan menara tersebut adalah Paku Buwono (PB) II seusai rampung menata kawasan istana yang baru setelah pindah dari Kartasura.
Waktu itu PB II ingin memiliki tempat yang dapat melihat atau memantau keadaan sekitar keraton, karena bangunan yang tinggi saat itu baru menara Masjid Suronatan (Masjid Paromosono). Akan tetapi, saat PB II meninggal pada 20 Desember 1749, keinginannya memiliki menara belum terwujud.
Menara yang diidam-idamkan PB II itu baru terwujud setelah tampuk kekuasaan Keraton Solo dilanjutkan oleh PB III. Menurut Puger, tahun pembuatan menara tersebut bisa dilihat dari makna atau artian Panggung Sangga Buwana yang dipisahkan menjadi po agung sinangga buwana.
“Po” bermakna angka 8, “agung” angka 0, “sinangga” angka 8 dan “buwana” angka 1. "Maka dari arti nama tersebut ketika disusun menjadi susunan angka 1808 yang berarti tahun 1808 atau menunjukkan tahun pembuatan bangunan tersebut saat PB Ill berkuasa," ungkap Puger.
Selain makna atau arti dari namanya, tahun pembuatan bangunan tinggi tersebut juga bisa dilihat dari gambar yang terletak di atasnya yang berbentuk naga, atau disebut Naga Muluk Tinitihan Jalma. Jika diartikan maka naga berarti angka 8, muluk berarti angka 0, tinitihan berarti angka 8 dan jalma berarti angka 1, jadi tahun 1808.
Sedangkan secara makna fisik, panggung memiliki arti bangunan yang dhuwur (tinggi) dan buwana berarti bumi. Jadi Panggung Sangga Buwana berarti bangunan yang tinggi di atas bumi.
Selain berfungsi untuk melihat suasana keraton, menara yang sempat terbakar pada 1954 itu juga berfungsi sebagai tempat meditasi para raja yang berkuasa. Bahkan, ada sebagian yang menyatakan di tempat itulah para raja Keraton Surakarta melakukan pertemuan dengan penguasa laut selatan Nyi Roro Kidul, saat ulang tahun penobatannya.
Sesuai Kajian
Sebelumnya, revitalisasi Panggung Sangga Buwana sudah mulai dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan. Revitalisasi itu bakal dihentikan sementara selama rangkaian tradisi Malam 1 Sura.
Pantauan Espos, Senin (23/6/2025) sore, terdapat bambu sebagai struktur sementara yang digunakan untuk menyangga pekerja revitalisasi Panggung Sangga Buwana.
Kerabat Keraton Solo KGPH Adipati Dipokusumo menjelaskan revitalisasi Panggung Sangga Buwana sedang berjalan tetapi berhenti sementara saat Malam 1 Sura. Sudah ada naskah akademik dalam revitalisasi Panggung Sangga Buwana.
Material yang digunakan untuk revitalisasi harus sesuai kajian. “Sekarang masih dalam tahap pemahaman, pengertian, kaitannya dengan ketentuan-ketentuan cagar budaya,” jelas dia kepada wartawan di Keraton Solo, Jumat (20/6/2025) sore.
Sebelumnya, Wali Kota Solo Respati Ardi membahas revitalisasi Panggung Sangga Buwana Keraton Solo dengan Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat berjumpa di Solo, Selasa (3/6/2025) malam.
Respati menjelaskan sudah ada anggaran revitalisasi Panggung Sangga Buwana. Namun, ia tidak menjelaskan berapa anggaran untuk revitalisasi bangunan tersebut.
“Sangga Buana itu katanya masih nunggu kayu atau apa karena itu kan khusus ya, masih nunggu kayunya, spesifikasinya. Pak Menteri menyampaikan berhati-hati sekali dalam revitalisasi Sangga Buwana,” ungkap dia.
Wali Kota Solo itu mengatakan belum tahu persis berapa nilai dana hibah untuk revitalisasi Keraton Solo. Namun pada pertemuan dengan Fadli Zon, Kementerian Kebudayaan berkomitmen membantu Kota Solo melalui cagar budaya.
Sentimen: neutral (0%)