Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bogor
Tokoh Terkait

Arief Prasetyo
Bisa Jadi Uang, Bapanas Ajak Manfaatkan Sampah Pangan Sebelum Dibuang
Espos.id
Jenis Media: Ekonomi

Esposin, BOGOR--Sampah pangan masih bisa bernilai ekonomi jika dimanfaatkan sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), sehingga dapat mengurangi kerugian besar akibat food lost dan food waste. Namun demikian, pengurangan sampah pangan tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan harus melibatkan berbagai pihak.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi di sela-sela meninjau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Citra Sinergi Peduli di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (24/6/2025).
"Makanya kita reduce sama-sama, nggak bisa sendiri, jadi ada incinerator segala macem itu terakhir. Yang harus kita lakukan sebelum jadi sampah pangan kita harus bisa manfaatkan," kata Arief seperti dilansir Antara. Dia menambahkan pembuangan ke TPA sebagai langkah terakhir dalam piramida pengelolaan sampah pangan nasional.
Menurutnya, sebelum bahan pangan menjadi sampah, masyarakat harus bisa memanfaatkannya terlebih dahulu agar tetap bernilai dan tidak langsung berakhir di tempat pembuangan akhir atau incinerator.
Arief mengungkapkan pemilahan antara sampah organik, anorganik, dan plastik harus diperkuat agar setiap jenis dapat diolah sesuai fungsinya, termasuk memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
Mengutip laman resmi Bapanas, hilangnya mutu kualitas saat produksi pascapanen, penyimpanan, sampai pengemasan, disebut dengan istilah food loss. Sedangkan food waste adalah sampah yang terjadi pada sistem pasar dan selama konsumsi dalam tingkat rumah tangga dan bisnis.
Dijelaskan oArief, sampah organik seperti sisa makanan dapat diolah menjadi pakan maggot atau kompos, sementara minyak jelantah dan plastik bisa dikumpulkan untuk didaur ulang dan menghasilkan pendapatan tambahan.
"Kalau masih bisa dimanfaatkan itu dibiasakan, sampah anorganik, sampah plastik. Yang plastik buat apa, yang organik buat apa. Jadi bicara food waste itu penanganannya terakhir yang dibuang ke TPA, itu terakhir," ujarnya.
Arief menekankan pentingnya memperhatikan aspek ekonomi dari pengelolaan sampah agar kesadaran masyarakat tumbuh dalam melihat bahwa sampah masih memiliki potensi manfaat yang besar.
"Kalo plastik itu ada pengumpulnya lagi, minyak jelantah ada pengumpulnya lagi. Dan itu masih jadi uang lagi loh, aspek ekonominya yang harus disampaikan kepada publik," imbuh Arief.
Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas Nita Yulianis menyatakan tingginya intensitas sampah pangan di Indonesia menyebabkan kerugian ekonomi signifikan yang diperkirakan mencapai sekitar Rp551 triliun per tahun.
Oleh karena itu, penanganan sisa pangan atau pangan berlebih saat ini telah menjadi isu serius serta memerlukan perhatian berbagai pihak tidak hanya sektor pangan namun juga pihak lainnya seperti pariwisata.
"Akibat besarnya intensitas sampah pangan ini setidaknya dampak kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai sekitar Rp551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia," kata Nita saat menjadi narasumber pada Forum Jejaring Industri Pariwisata Berkelanjutan sebagaimana keterangan di Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak termasuk pelaku pariwisata untuk mengambil peran aktif dalam upaya penanganan sisa pangan pada sektor tersebut dalam upaya mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Menurut Nita, Indonesia tercatat membuang sampah makanan antara 23 juta hingga 48 juta ton per tahun. Beragam dampak yang muncul dari kondisi tersebut, seperti dampak ekonomi serta dampak emisi gas rumah kaca.
Bapanas sejak 2022 terus mendorong Gerakan Selamatkan Pangan (GSP) melalui kolaborasi dengan berbagai pihak mulai akademisi, bisnis, masyarakat, pemerintah, dan media untuk mengurangi sisa pangan secara terukur dan berkelanjutan.
Sentimen: neutral (0%)