Sentimen
Undefined (0%)
23 Jun 2025 : 20.55
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Perang Dunia II

Kab/Kota: Dubai, Paris

Kasus: Bom bunuh diri, teror, Teroris

Tokoh Terkait

AS Ikut Serang Iran, Ini Sejarah Hubungan Kedua Negara Sejak 1953

23 Jun 2025 : 20.55 Views 8

Espos.id Espos.id Jenis Media: Dunia

AS Ikut Serang Iran, Ini Sejarah Hubungan Kedua Negara Sejak 1953

Espos.id, TEHERAN - Ketegangan antara AS dan Iran kembali memuncak dengan keputusan Presiden AS Donald Trump menyerang negeri yang dulu bernama Persia itu, Minggu (22/6/2025).  Iran yang sempat mesra dengan AS dan negara-negara Barat lainnya seusai Perang Dunia II mulai menjadi salah satu musuh terbesar Negeri Paman Sam sejak terjadinya Revolusi Islam Iran pada 1979. Kala itu Shah Reza Pahlavi, Raja Iran yang akrab dengan Barat, digulingkan oleh gerakan agamis yang dipimpin Ayatullah Khomeini.

Sejak saat itu AS dan Iran senantiasa bermusuhan terkait berbagai isu, seperti kecurigaan terhadap ambisi nuklir Iran, peran Iran sebagai pendukung kelompok-kelompok bersenjata anti-Israel di Timur Tengah seperti Hezbollah di Lebanon dan Hamas di Palestina. 

Israel yang juga menganggap Iran sebagai salah satu ancaman utama secara mendadak menyerang Iran pekan lalu dengan alasan kecurigaan bahwa negeri itu mengembangkan secara diam-diam senjata nuklir. Israel tak pernah mengajukan bukti atas tuduhannya itu, namun AS pun mengikuti menyerang Iran atas alasan yang sama. Dalam serangannya AS menyasar sejumlah fasilitas riset nuklir Iran, dan Iran sudah menyatakan bakal membalas. 

Berikut ini sejarah hubungan serta konflik AS dan Iran sejak 1953 seperti dihimpun dari Aljazeera:

1953

AS mendukung kudeta terhadap Perdana Menteri Mohammad Mosaddegh yang berupaya menasionalisasi perusahaan minyak asing. Raja Iran, Shah Reza Pahlavi pun dijadikan penguasa terkuat. 

1957

Keinginan Shah Iran menguasai teknologi nuklir didukung AS dan negara Barat lainnya. AS dan Iran meneken perjanjian kerja sama pengembangan nuklir untuk kepentingan sipil, sejalan dengan kebijakan Presiden AS Dwight D. Eisenhower, Atom untuk Perdamaian. AS kemudian membantu pengadaan reaktor nuklir. Kerja sama pengembangan energi nuklir ini yang kemudian malah menjadi sumber kecurigaan AS dan Israel soal ambisi Iran membuat senjata nuklir, sesuatu yang sejak lama pula dibantah oleh Iran. 

1979

Meski Iran di bawah Shah Reza Pahlavi berkembang pesat menjadi salah satu negara termaju di kawasan Timur Tengah, namun pemerintahan diktatorialnya mulai memicu ketidakpuasan dan perlawanan. Aneka unjuk rasa anti-Shah mulai merebak pada 1978 dan akhirnya membuat Shah dan keluarganya meninggalkan Iran. Tokoh revolusioner Islam Iran, Ayatullah Khomeini, pulang dari pengasingannya di Paris, Prancis, untuk memimpin revolusi dan akhirnya menjadi pemimpin baru negara yang berubah bentuk menjadi Republik Islam Iran. 

1980

Sikap pemerintah AS menerima Shah Reza Pahlavi untuk menjalani perawatan medis memicu kemarahan warga Iran. Para mahasiswa Iran dalam aksi unjuk rasa kemudian menyerbu Kedutaan Besar AS di Teheran dan menyandera 52 warga AS selama 444 hari. AS pun memutuskan hubungan diplomatik dan menerapkan sanksi berat.

1980-1988

Pecahnya perang Irak-Iran yang didahului agresi Presiden Irak, Saddam Hussein, menjadi sarana bagi AS untuk mencoba menggoyang Iran. AS dan negara-negara Barat pun mendukung Saddam Hussein. Perang berakhir pada 1988 dengan korban besar di kedua belah pihak. Namun pemerintahan Iran tetap teguh.

1984

Presiden AS Ronald Reagan menyebut Iran sebagai negara sponsor teror setelah terjadi sejumlah serangan terhadap pasukan AS di Lebanon. Pasukan AS diterjunkan di Lebanon dalam fungsi sebagai pasukan stabilisasi menyusul invasi Israel ke negeri tetangganya itu. Salah satu serangan terbesar terhadap pasukan AS terjadi saat barak pasukan AS diserang bom bunuh diri yang menelan nyawa 241 prajurit AS.

AS menuding Hezbollah, gerakan militan Syiah Lebanon yang didukung Iran sebagai pelakunya. Meski begitu AS diam-diam bekerja sama dengan Iran untuk membebaskan warga AS yang disandera Hezbollah. Ketika kerja sama rahasia ini terungkap, hal ini menjadi skandal besar yang merundung pemerintahan Ronald Reagan. 

1988

Di tengah memuncaknya ketegangan AS-Iran, sebuah kapal perang AS memasuki perairan Iran dan menembak jatuh pesawat penumpang Iran Air yang sedang terbang menuju Dubai pada 8 Juli. Insiden ini menelan 290 korban jiwa. AS beralasan hal itu murni kesalahan dan tidak secara resmi meminta maaf atau menyatakan bertanggung jawab. Namun pemerintah AS kemudian memberikan kompensasi uang bagi keluarga para korban.

1995

Pada 1995-1996 Presiden AS Bill Clinton menerapkan sanksi yang lebih tegas dan luas terhadap Iran dengan alasan untuk mencegah ancaman pengembangan nuklir Iran dan dukungan negeri itu terhadap kelompok-kelompok bersenjata seperti Hezbollah, Hamas, dan Kelompok Jihad Islam Palestina. Sanksi itu mencakup embargo perdagangan dan senjata. 

2002

Menyusul terjadi serangan 11 Sepember 2001 di AS, Presiden George W. Bush menyatakan Iran sebagai Poros Kejahatan atau Axis of Evil bersama Irak dan Korea Utara. Padahal sebenarnya saat itu iran dan AS lagi-lagi sedang bekerja sama di balik layar untuk menundukkan musuh bersama mereka yaitu Taliban di Afghanistan dan Al-Qaeda. Kerja sama itu pun buyar.

2013

Antara 2013-2015 Presiden AS Barack Obama memulai proses perundingan tingkat tinggi dengan Iran untuk mengontrol pengembangan nuklir di negeri itu. Pada 2015 Iran pun setuju bekerja sama dan meneken Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang membatasi aktivitas Iran dalam pengembangan nuklir dan proses pengayaan uranium agar tetap di bawah kemampuan untuk bisa membuat senjata nuklir. Sebagai imbalannya sanksi-sanksi yang mencekik Iran dilonggarkan. Perjanjian ini juga ditandatangani China, Rusia, Prancis, Jerman, Inggris, dan Uni Eropa.

Presiden AS Donald Trump
Presiden AS Donald Trump

 

2018 

Di periode pertamanya, Presiden AS Donald Trump menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir dengan Iran yang diwujudkan Presiden Obama. Trump juga kembali menerapkan sanksi untuk Iran. Trump dan Israel memang selama itu keberatan dengan perjanjian tersebut. Menanggapi hal ini Iran pun menarik diri dari perjanjian dan memulai proses pengayaan uranium melebihi batas yang sebelumnya sudah disepakati. 

2020

Pesawat udara nirawak AS menyerang dan membunuh Jenderal Qassem Soleimani, pemimpin unit elite Quds Force dari Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) drngan serangan rudal di Baghdad, Irak. Setahun sebelumnya pemerintah Trump menyatakan Quds Force sebagai organisasi teroris. Iran pun membalas dengan menyerang sejumlah aset militer AS di Irak.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei

 

2025

Pada Maret 2025 Presiden Donald Trump yang menjalani masa jabatan keduanya melayangkan surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, berisi usulan negosiasi baru soal nuklir dengan tenggat 60 hari. Namun Khamenei menolak usulan AS itu dan menyebut AS sebenarnya bukan mau berunding, namun mau memaksakan perjanjian. 

Meski begitu perundingan informal berlangsung di Oman dan Italia di mana pemerintah Oman bertindak sebagai mediator. Trump mengklaim timnya sudah hampir berhasil mencapai kesepakatan dan memperingatkan Israel agar tidak menyerang Iran. Iran juga menyatakan optimisme dalam perundingan itu, namun tetap meminta hak memperkaya uranium, hal yang menjadi pokok perselisihan. 

Israel pun kemudian secara mendadak menyerang Iran menjelang perundingan putaran keenam. AS kemudian ikut menyerang Iran dengan menyasar tiga fasilitas pengembangan nuklir Iran, dengan alasan menjaga keamanan dan demi menjaga pertahanan Israel. 

 

Sentimen: neutral (0%)