Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Katolik
Event: Perang Dunia II
Kab/Kota: Vatican
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Paus Leo XIV Serukan Penghentian Perang di Gaza dan Ukraina
Espos.id
Jenis Media: Dunia

Esposin, JAKARTA — Paus Leo XIV menyerukan penghentian perang di Gaza, Ukraina, dan perbatasan India-Pakistan. Seruan itu dia sampaikan ketika memimpin misa Minggu (11/5/2025) di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.
Dalam pidato yang disampaikan di hadapan umat yang berkumpul di lapangan tersebut, Paus baru Gereja Katolik yang terpilih pada 8 Mei lalu mengulang seruan perdamaian yang sering disampaikan pendahulunya, Paus Fransiskus.
“Saya juga memohon kepada para pemimpin dunia dengan mengulang pesan yang selalu relevan: Jangan pernah lagi perang!” ujar Leo XIV, mengutip laporan Vatican News, Minggu (11/5/2025).
Ia mengenang tragedi besar Perang Dunia II yang berakhir 80 tahun lalu, yang menyebabkan 60 juta kematian.
"Saya turut merasakan penderitaan rakyat Ukraina yang terkasih. Semoga setiap upaya dilakukan untuk mencapai perdamaian sejati, adil, dan abadi sesegera mungkin,” kata dia.
"Semoga semua tahanan dibebaskan, dan semoga anak-anak dikembalikan ke keluarga mereka", ujarnya, menambahkan.
Paus asal Amerika Serikat itu juga mengungkapkan kesedihannya atas bencana kemanusiaan di Jalur Gaza, yang dipicu serangan Israel terhadap kelompok pejuang Palestina, Hamas.
"Semoga pertempuran segera dihentikan, semoga bantuan kemanusiaan diberikan kepada penduduk sipil yang terdampak, dan semoga semua sandera dibebaskan,” tuturnya.
Dengan penuh harapan, Paus berusia 69 tahun itu menyambut pengumuman gencatan senjata antara India dan Pakistan, yang tercapai pada Sabtu (10/5).
“Saya berharap melalui negosiasi yang akan datang, kesepakatan yang langgeng dapat segera dicapai,” kata dia.
Sebelum menutup pidatonya, Paus Leo XIV mengajak seluruh umat berdoa dan memohon mukjizat tercapainya perdamaian di dunia.
Gaza Kacau
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan 70 persen wilayah Jalur Gaza berada dalam zona militer, zona perintah pengungsian paksa Israel atau di area yang tumpang tindih dengan kedua zona tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Juru bicara PBB Farhan Haq dalam konferensi pers, belum lama ini seraya menekankan bahwa gangguan terhadap bantuan kemanusiaan masih berlanjut akibat pembatasan-pembatasan yang terus dilakukan Israel.
Gangguan tersebut, misalnya,dapat dilihat dari pengalaman para mitra PBB yang berupaya memperbaiki kabel fiber optik di Gaza yang telah rusak selama enam pekan. Namun otoritas Israel menolak permintaan koordinasi pihaknya yang hendak memperbaiki jaringan komunikasi tersebut, katanya.
"Penolakan terakhir terjadi karena kabel tersebut merupakan sumber konektivitas data yang penting bagi para responder kemanusiaan," kata Haq seperti dilansir Antara, Sabtu (10/5/2025).
Ia menambahkan tim PBB masih berjuang mengamankan akses tetap terhadap bahan bakar.
"Hari ini, tim PBB yang dipimpin OCHA [Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan] diizinkan mengambil beberapa pasokan dari sebuah stasiun bahan bakar di Rafah setelah otoritas Israel membiarkan rekan-rekan kami ke sana."
"Ini hari kedua berturut-turut kami diizinkan mengambil bahan bakar dari Rafah setelah hampir tiga minggu penolakan," kata Haq.
Namun, pasokan ini disebut hanya sedikit dibandingkan dengan kebutuhan yang sangat besar. Dia menekankan bahwa OCHA PBB butuh dukungan otoritas Israel pada pergerakan misi kemanusiaan di dalam wilayah Gaza.
Menanggapi rencana pengiriman bantuan usulan Israel yang didukung Amerika Serikat, Haq mengatakan OCHA dan mitra kemanusiaannya.
"Menghadiri pertemuan dengan AS beberapa hari lalu sebagai bagian dari dialog berkelanjutan tentang cara memastikan bahwa bantuan dapat sampai ke tangan warga Gaza sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan," ujarnya.
Krisis Pangan
Sementara itu Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Selasa (6/5/2025) mengatakan ratusan ribu warga Palestina di Gaza hanya bisa makan satu kali dalam dua hingga tiga hari akibat blokade ketat Israel.
"Lebih dari 66.000 anak di Gaza mengalami malnutrisi akut," kata Juru Bicara UNRWA Adnan Abu Hasna dalam wawancara dengan Al-Ghad TV.
Sejak 2 Maret, Israel menutup seluruh jalur penyeberangan ke Gaza bagi bantuan makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan lainnya.
Aksi rezim Zionis ini memperburuk krisis kemanusiaan yang telah berlangsung lama, sebut laporan dari pemerintah, organisasi hak asasi manusia, dan lembaga internasional.
Data dari Kantor Media Pemerintah Gaza mencatat setidaknya 57 warga Palestina meninggal dunia akibat kelaparan sejak Oktober 2023.
Saat ini, hampir 2,4 juta jiwa penduduk Gaza hidup dengan sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan, berdasarkan data Bank Dunia.
“UNRWA tidak akan terlibat dalam rencana baru Israel” terkait distribusi bantuan di Gaza karena “rencana tersebut sama sekali tidak mematuhi standar PBB,” ujar Abu Hasna.
Sebelumnya, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana distribusi bantuan di wilayah terkepung itu melalui kontraktor keamanan swasta.
Namun, rencana tersebut ditolak PBB dan puluhan organisasi bantuan internasional karena dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, tidak layak secara logistik, serta berpotensi membahayakan warga sipil Palestina dan para petugas kemanusiaan.
Tim Kemanusiaan PBB di Gaza menyatakan bahwa mereka hanya akan mendukung rencana yang menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan, netralitas, independensi, dan ketidakberpihakan.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 52.500 warga Palestina yang mayoritas perempuan dan anak-anak meninggal akibat operasi genosida militer Israel di Gaza.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang dilancarkannya terhadap wilayah tersebut.
Sentimen: neutral (0%)