Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Kairo, Paris
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Smotrich Ingin Gaza Dibersihkan, Ratusan Warga Palestina Diam-diam Dievakuasi ke Eropa - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keuangan Israel yang juga dikenal sebagai tokoh sayap kanan ekstrem, Bezalel Smotrich, kembali melontarkan pernyataan kontroversial.
Dalam pidatonya di pemukiman ilegal Eli, Tepi Barat, pada Selasa (29/4/2025), Smotrich secara terang-terangan menyuarakan ambisi Israel untuk mengusir warga Gaza.
“Kampanye ini akan berakhir saat Suriah bubar, Hizbullah kalah total, Iran tak punya senjata nuklir, Gaza bersih dari Hamas dan ratusan ribu warga Gaza sudah dalam perjalanan keluar ke negara lain,” kata Smotrich, dikutip dari The Cradle.
Pernyataan itu muncul di tengah laporan soal eksodus diam-diam warga Gaza ke luar negeri, terutama ke Eropa.
Video yang beredar menunjukkan beberapa warga Gaza tiba di Prancis, diduga lewat Bandara Ramon dan Bandara Ben Gurion.
Yang menjadi sorotan: negara-negara Barat dan lembaga internasional justru bungkam.
The Cradle menilai keheningan ini disengaja, agar Israel bisa mendorong agenda pemindahan paksa tanpa banyak sorotan dunia.
Prancis Bantah Tuduhan Deportasi
Menurut sumber diplomatik Prancis yang dikutip The Cradle, puluhan warga Gaza memang telah diterbangkan ke Paris.
Tapi pemerintah Prancis mengklaim itu bagian dari program lama untuk warga yang memiliki paspor Prancis atau kerabat dekat.
Program evakuasi itu kini diperluas untuk mencakup warga Gaza yang bisa berbahasa Prancis atau punya kaitan dengan Institut Kebudayaan Prancis.
Prancis membantah tuduhan dari kelompok HAM seperti Euro-Med Monitor yang menyebut ini sebagai bentuk deportasi terselubung.
Koordinasi dilakukan dengan Otoritas Palestina dan Kedutaan Prancis di Ramallah.
Jumlah yang dievakuasi tetap terbatas, hanya mencakup keluarga dekat dan penerima beasiswa.
Negara Barat Diam, Gaza Kosong Perlahan
Menurut laporan Haaretz (15/4/2025), Prancis dan negara Barat lainnya disebut sedang menawar kesepakatan dengan Mesir agar mau menampung pengungsi Gaza selama masa rekonstruksi.
Sebagai imbalannya, Mesir akan mendapat penghapusan utang dan peran penting dalam pembangunan kembali.
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga dilaporkan mendorong agar Otoritas Palestina diperbarui dengan menunjuk wakil Mahmoud Abbas.
Uni Eropa bahkan menjanjikan €1 miliar kepada PA untuk dua tahun ke depan.
Namun Mesir menolak keras upaya evakuasi melalui wilayahnya. Seorang pejabat Mesir mengatakan Kairo khawatir evakuasi lewat Israel akan jadi preseden berbahaya untuk deportasi massal.
Sekitar 150 orang telah dievakuasi ke Prancis melalui perlintasan Kerem Shalom.
Mereka termasuk pemegang beasiswa, kerabat warga negara Eropa, atau yang sudah punya izin evakuasi sejak sebelum serangan Israel ke Rafah.
Negara lain seperti Jerman, Belgia, dan Australia juga menjalankan evakuasi serupa.
Jerman mengevakuasi 120 staf GIZ dan keluarga mereka.
Belgia memulangkan staf lembaga, dan Australia tengah meninjau perpanjangan visa warga Palestina.
Tidak ada negara Teluk atau Mesir yang terlibat.
Mesir bahkan tidak memberi izin tinggal atau visa bagi sekitar 100.000 warga Gaza yang telah masuk sejak Mei 2024.
Deportasi atau Pemindahan Sementara?
Sejumlah pemuda Gaza yang tidak ikut perlawanan bahkan menyerahkan diri ke tentara Israel, berharap dideportasi.
Tapi banyak dari mereka justru diinterogasi dan dipulangkan ke Gaza—beberapa bahkan ditawari jadi informan.
Israel belum punya mekanisme resmi untuk deportasi, dan unit “deportasi sukarela” yang diumumkan juga belum terlihat beroperasi.
The Cradle menyebut, realita saat ini membuat deportasi massal seperti tahun 1948 sulit diulang.
Jarak yang dekat memungkinkan warga yang diusir tetap melawan dari luar.
Israel pun belum berani mengusir paksa warga kamp seperti Jenin atau Tulkarm.
Mereka memilih menyebutnya “pemindahan sementara” sambil menghancurkan infrastruktur kamp.
Nasib Warga Gaza di Mesir
Sekitar 100.000 warga Gaza yang mengungsi ke Mesir kini terjebak.
Mereka tidak diberi izin tinggal, tidak bisa pindah ke negara lain, dan hidup dalam ketidakpastian.
Menurut pejabat keamanan Mesir, Kairo sengaja mempertahankan “kartu Gaza” untuk menekan negara Barat membuka perbatasan Rafah dan meringankan beban kemanusiaan.
Warga yang terjebak kehilangan martabat, masa depan, dan harapan akan kehidupan yang layak.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Sentimen: negatif (94.1%)