Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Cianjur
Kasus: HAM, Narkoba, pencurian, Tawuran
Tokoh Terkait
Viral Kenakalan Remaja di Jabar, Curi Mobil hingga Bacok Teman, Dedi Mulyadi: Cerita Menyedihkan - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Regional

TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi berita viral yang menyangkut remaja di Jawa Barat, ada yang curi mobil hingga bacok teman karena kerap diejek.
Sebelumnya, diberitakan dua remaja mencuri mobil di Apartemen Bandung pada Kamis (24/4/2025).
Diketahui, pelaku masih di bawah umur, mereka adalah A (13) dan saudaranya S (10).
Kasus ini diungkap Polsek Cicendo, setelah petugas menangkap dua pelaku di Calincing, Cianjur.
Peristiwa pencurian terjadi saat dua pelaku menyewa kamar di sebuah apartemen di Kota Bandung, pada Rabu (23/4/2025).
"Pelaku mengambil kendaraan itu memang kendaraan dalam kondisi hidup."
"Pemilik mengakui mobil dalam keadaan hidup karena mau dipanasi, lalu ditinggal berenang di sekitar situ," ungkap Kapolsek Cicendo, Kompol Dadang Gunawan, pada Kompas TV.
Mobil yang dibawa pelaku sempat kejar-kejaran dengan polisi.
Hingga, kedua pelaku yang disebut anak putus sekolah tersebut tertangkap di wilayah Calincing, Cianjur.
Menurut pemaparannya, mobil tersebut sengaja dicuri untuk jalan-jalan dan keliling Bandung.
Namun, karena pelaku anak di bawah umur, pihak kepolisian mengembalikannya ke pihak orang tua untuk dibina.
Setelah viral, kasus tersebut terdengar sampai telinga Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi mengaku sudah berkomunikasi dengan kedua orang tua pelaku.
"Pagi hari ini kita mendapat banyak hal atau cerita atau berita yang menyedihkan, menyangkut remaja," ungkap Dedi Mulyadi, dikutip dari Instagram @dedimulyadi71 pada Minggu (4/4/2025)
"Ada remaja yang mencuri mobil dan kemudian tertangkap di Cianjur. Orang tuanya sore hari nanti akan menemui saya untuk mendiskusikan jalan keluarnya," tambahnya.
Dedi Mulyadi tak menampik apa yang dilakukan dua remaja tersebut adalah tindakan hukum.
Namun, Dedi Mulyadi menilai harus ada pembimbingan lanjutan untuk kedua pelaku yang masih di bawah umur tersebut.
"Betul, itu kriminal iya. Tapi, penanganan pasca-proses pidananya dan proses bimbingan berikutnya harus dilakukan," tegasnya.
Selain kasus pencurian mobil, Dedi Mulyadi juga mendapat kabar ada anak yang membacok temannya karena kerap diejek.
"Yang kedua, remaja SMP anak yatim piatu karena diejekin terus sama temennya, akhirnya dia membacok orang yang mengejek," ungkap Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi berharap para remaja yang terseret kasus pidana masih memiliki masa depan.
"Hari ini orang tua (red-wali) mau dateng dalam proses pidana dan saya akan mendampinginya. Agar dia tetap punya masa depan," terangnya lagi.
Hal ini mengingatkan dia tentang kebijakan Barak Militer yang baru dia gaungkan.
Mendisiplinkan anak yang memiliki gejala 'nakal' dengan Barak Militer bertujuan agar anak memiliki benteng dan menahan godaan untuk melakukan kenalan atau bahkan tindak pidana.
"Dan proses-proses yang saya jalani barak militer sesungguhnya adalah upaya pencegahan. Jadi anak-anak SMP yang masih gejala, diperlukan upaya-upaya kita untuk gejala itu dihilangkan. Dan dia punya antibody sehingga ke depan dia tahan terhadap godaan. Sesunguhnya itu tujuannya," tungkasnya.
Komnas HAM sebut Kebijakan Barak Militer Langgar Hak Anak
Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) tidak setuju dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa nakal ke barak militer.
Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro, menyatakan hal tersebut dianggap melanggar hak anak.
Atnike pun memperingatkan, mengirim siswa ke barak militer sebagai bentuk hukuman adalah bentuk penegakan hukum yang tidak sah.
Terlebih, jika dilakukan kepada anak-anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.
"Oh iya dong (keliru). Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur," tegasnya saat ditemui di kantor Komnas HAM RI, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
Selain itu, TNI juga tidak mempunyai kewenangan untuk mendidik pelajar dalam bentuk 'wajib militer'.
"Itu bukan kewenangan TNI melakukan edukasi-edukasi civic education," ujar Atnike.
Pelibatan TNI dalam kegiatan pendidikan hanya dapat dibenarkan jika bersifat mengenalkan profesi, seperti melalui kunjungan ke markas TNI atau lembaga publik lain.
Namun, jika dilakukan dalam bentuk pendidikan militer, apalagi sebagai bentuk hukuman, maka hal itu keliru dan melanggar prinsip hak anak.
"Pendidikan karier ke markas TNI, rumah sakit, atau tempat kerja itu boleh saja. Tapi kalau dalam bentuk pendidikan militer, itu mungkin tidak tepat," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi meluncurkan program wajib militer untuk pelajar pada Jumat, 2 Mei 2025 lalu.
Program ini diluncurkan Dedi Mulyadi sebagai respons terhadap meningkatnya kasus kenakalan remaja, termasuk penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan seks bebas.
Dalam program ini, pelajar yang dianggap bermasalah akan dijemput langsung oleh personel TNI dari rumah masing-masing untuk mengikuti pembinaan selama enam bulan di barak militer.
Di sana, mereka akan dilatih oleh TNI dan Polri dengan fokus pada karakter dan disiplin.
Namun, kebijakan tersebut menuai pro dan kontra.
Sebagian pihak mendukung program tersebut sebagai solusi tegas untuk menekan kenakalan remaja.
Sebagian lainnya lagi, termasuk Komnas HAM menganggap bahwa pendekatan militeristik bertentangan dengan prinsip pendidikan dan perlindungan anak. (*)
(Tribunnews.com/Siti N/ Rifqah/Fersianus Waku)
Sentimen: negatif (99.8%)