Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Grup Musik: APRIL
Tokoh Terkait
Sandera Israel Luka Parah, Hampir Tewas Akibat 2 Pemboman Zionis di Jalur Gaza - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), merilis rekaman video seorang sandera Israel di mana ia mengatakan adalah sandera bernomor 24 dan telah dibom dua kali sejak Israel melanggar perjanjian gencatan senjata sekitar dua bulan lalu.
Media Israel The Times of Israel mengidentifikasi sandera tersebut sebagai Maxim Herkin.
Dalam video yang dirilis Brigade Al-Qassam, sandera bernama Maxim Herkin itu terlihat menderita luka parah di wajah dan lengan kirinya.
Maxim Herkin mengatakan ia dibom setelah pertempuran kembali terjadi ketika perjanjian gencatan senjata tahap pertama berakhir dan Israel memulai kembali serangannya di Jalur Gaza pada 18 Maret 2025.
Ia bercerita bahwa ia hampir tewas akibat pemboman tersebut, sehingga memaksa Brigade Al-Qassam untuk menempatkannya di dalam terowongan demi keselamatannya.
Setelah pemboman itu, ia mengatakan dia dibom lagi ketika berada di bawah tanah, dan sekali lagi dia hampir tewas akibat serangan tersebut.
Ia mengatakan ini adalah tekanan militer yang diklaim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya akan membawa kembali para sandera.
Maxim kemudian menceritakan kehidupannya yang sangat sulit, kekurangan obat-obatan, dan tidak mungkin untuk mengevakuasi dirinya yang terluka ke rumah sakit.
Sandera itu menjelaskan dia tidak tahu apa pun tentang rekannya yang berada bersamanya di tempat yang sama pada saat pengeboman itu.
Ia mengatakan perang ini akan segera berhenti jika putra Netanyahu atau putra salah satu menterinya ada di Jalur Gaza, sambil menekankan bahwa nyawa para sandera seolah tidak lebih berharga daripada mereka.
Ketika para pejuang Brigade Al-Qassam mencoba menyelamatkan tawanan dari dalam terowongan, ia bercerita tentang seorang rekannya yang bernama Bar dan meminta mereka untuk mencarinya dan menyelamatkannya.
Sandera tersebut mencatat bahwa Israel sedang mendekati Hari Kemerdekaan, yang artinya video tersebut direkam sebelum malam tanggal 30 April, dan ia tidak tahu bagaimana mereka akan merayakannya sementara 59 sandera masih berada di Jalur Gaza.
"Bagaimana Anda akan mengibarkan bendera dan mengadakan pesta barbekyu? Bagaimana Anda akan merayakannya?" lanjutnya sambil menyerukan seluruh warga Israel untuk segera turun ke jalan demi para sandera, seperti diberitakan Al Jazeera.
Tahanan itu berbicara kepada masyarakat Israel, dengan mengatakan semua orang di pemerintahan Israel menentang keselamatan para sandera, sedangkan mereka tidak peduli pada nasib para sandera.
"Semua orang menentang kami, pemerintah dan perdana menterinya. Kami tidak menjadi incaran mereka. Tidak seorang pun peduli di mana kami berada atau apa yang terjadi pada kami. Kalian menyaksikannya sendiri," katanya.
"Tolong bantu kami. Saya mohon. Jangan berdiam diri di rumah. Jangan biarkan pemerintah memaksakan situasi ini kepada Anda," ujarnya.
"(Pembebasan mereka) ini dapat terjadi dengan bantuan Anda. Tanpa Anda, tidak ada harapan," imbuhnya.
Ia mengatakan ini adalah perang psikologis, bukan sekedar klaim militer seperti apa yang dipromosikan oleh Netanyahu.
"Netanyahu akan berkata lagi, 'Ini adalah perang psikologis,' tetapi perang psikologis yang sebenarnya ada di dalam diri saya, situasi yang saya alami," katanya.
Ia menyimpulkan bahwa video tersebut mungkin merupakan momen terakhir yang akan dilihat keluarganya, dan mungkin itu satu-satunya yang tersisa darinya bagi orang tua dan anak-anaknya.
Sementara itu, Brigade Qassam mengakhiri video tersebut dengan sebuah pesan yang berbunyi, "Mereka tidak akan dibebaskan kecuali melalui kesepakatan. Waktu hampir habis."
Video tersebut muncul saat kabinet keamanan Israel bersiap menyetujui keputusan untuk memperluas operasi militer di Jalur Gaza, meskipun adanya penentangan di dalam Israel.
Selama perayaan Hari Kemerdekaan, Netanyahu menegaskan ia akan melanjutkan perang hingga kembalinya semua tawanan, baik yang hidup maupun yang mati, dan hingga Hamas dihancurkan.
Sementara itu, Kepala Staf tentara Israel Eyal Zamir mengatakan tentara siap mengaktifkan kekuatan di Jalur Gaza.
Mediator Qatar dan Mesir masih berupaya untuk menengahi perbedaan pandangan antara Israel dan Hamas untuk mencapai perjanjian gencatan senjata tahap kedua.
Sebelumnya, sencatan senjata tahap pertama disetujui pada 19 Januari 2025, yang berlangsung selama 42 hari dan berhasil membebaskan 33 sandera Israel dan ribuan warga Palestina.
Namun, di tengah upaya pembicaraan untuk tahap kedua, Israel melanggar perjanjian tersebut dengan kembali meluncurkan serangan ke Jalur Gaza mulai 18 Maret 2025.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel
Sentimen: negatif (100%)