Demi Gencatan Senjata, Hamas Diklaim Siap Serahkan Roket, Pembangunan Terowongan Gaza Disetop - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM – Media Israel i24 News mengklaim Hamas sudah menyerahkan usul baru gencatan senjata di Jalur Gaza kepada Mesir.
Menurut narasumber Arab yang didapatkan media itu, Hamas bersedia menyerahkan senjata-senjata beratnya, termasuk roket.
Di samping itu, Hamas akan berhenti menggali terowongan, melatih dan merekrut pejuang, dan mengembangkan senjata perang dan sejenisnya.
Narasumber itu mengatakan Hamas bakal menyimpan senjatanya di gudang dengan pengawasan Mesir. Kata dia, informasi itu berdasarkan pernyataan narasumber di lingkaran Hamas.
“Meski demikian, organisasi itu menolak untuk menyimpan apa yang disebutnya ‘senjata pribadi’, termasuk senjata sniper, bom, dan roket jarak dekat,” ujar narasumber itu.
Hamas menganggap senjata-senjata itu sebagai senjata pertahanan, berbeda dengan senjata serang.
“Hamas sudah meminta Mesir untuk menyodorkan usul ini kepada Israel,” kata dia.
TEROWONGAN HAMAS - Gambar yang dirilis oleh IDF pada 20 Januari 2024 menunjukkan bagian dalam terowongan Hamas di Khan Yunis, Gaza selatan. (IDF)
Sementara itu, belum ada konfirmasi dari Hamas mengenai kebenaran klaim di atas.
Beberapa hari lalu Hamas mengaku siap menyepakati perjanjian gencatan jangka panjang guna mengakhiri perang Gaza. Namun, Hamas mengatakan tidak akan menyerahkan senjatanya.
Dikutip dari The Cradle, Taher al-Nono yang menjadi penasihat media Hamas menyebut pihaknya terbuka untuk berunding tentang gencatan jangka panjang selama lima hingga tujuh tahun dan pembebasan sandera di Gaza.
Syarat yang diminta Hamas ialah perang diakhiri, pembangunan kembali Gaza, dan pembebasan ribuan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel.
“Kami terbuka akan usul serius untuk mengakhiri perang,” ujar Nono.
“Senjata organisasi perlawanan ini tidak bisa dinegosiasikan dan akan tetap berada di tangan kami sepanjang pendudukan Israel terus berlanjut.”
Mesir disebut akan sodorkan usul
Sebelumnya, Mesir dilaporkan tengah menyiapkan usul baru gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza.
Menurut narasumber yang didapatkan media Arab Saudi Asharq, usul baru akan memenuhi permintaan Israel dan Hamas secara “berimbang”.
Tujuan usul itu ialah mewujudkan gencatan jangka panjang yang mungkin mencapai lima hingga tujuh tahun.
Nantinya akan ada perjanjian yang menyertakan jaminan dari pihak regional dan internasional guna memastikan Israel dan Hamas memenuhi tanggung jawab masing-masing dalam gencatan itu.
Usul itu disiapkan oleh Mesir yang berkoordinasi dengan Qatar dan AS. Ketiga negara itu kini menjadi juru penengah.
“Segera setelah rancangan perjanjiaan tercapai, situasi di lapangan akan dipulihkan dan semua operasi militer akan dihentikan,” kata narasumber Asharq dikutip dari The Jerusalem Post.
“Bantuan kemanusiaan dan pemulihan akan mulai disalurkan menurut protokol internasional.”
Israel kembali tolak perang diakhiri
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menolak penghentian Gaza.
Netanyahu bersikeras mengatakan Israel tak akan pernah setuju perang diakhiri meski hal itu bisa membuat semua sandera bisa dipulangkan. Menurut dia, hal itu akan membuat Hamas tetap berkuasa di Gaza.
Namun, sejumlah tokoh oposisi di Israel telah mendesak Netanyahu agar memprioritaskan pembebasan sandera ketimbang operasi militer yang bertujuan menggulingkan Hamas.
Pada bulan Januari kemarin, Netanyahu sepakat untuk melakukan gencatan senjata bertahap dengan Hamas.
Gencatan itu mengakhiri perang untuk sementara. Sebanyak 33 sandera dibebaskan selama periode tahap pertama gencatan selama enam minggu.
Kedua belah pihak seharusnya memulai perundingan guna membahas syarat-syarat tahap kedua gencatan. Jika tahap kedua terwujud, perang di Gaza bisa diakhiri permanen.
Akan tetapi, perundingan menemui kebuntuan. Israel kemudian menyerang Gaza lagi per bulan Maret kemarin.
Israel lebih memilih untuk mengusulkan gencatan lainnya yang juga bersifat sementara. Dalam gencatan ini, sandera lainnya akan dibebaskan. Namun, Hamas menolak usul itu.
Sentimen: positif (66.7%)