Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Tesla
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Paris
Kasus: PHK
Partai Terkait
Tokoh Terkait
100 Hari Trump Pimpin AS, Berikut Daftar 10 Kebijakan Kontroversial yang Dinilai Bawa 'Malapetaka' - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Pada peringatan 100 hari memimpin Amerika Serikat (AS) pada masa jabatan kedua, Donald Trump diketahui telah menerapkan sejumlah kebijakan kontroversi yang memicu kritik tajam.
Menurut News Nation, setidaknya sudah ada 142 perintah eksekutif yang ditandatangani selama Trump menjabat sejak 20 Januari hingga 30 April.
Adapun perintah eksekutif ini mencakup berbagai kebijakan signifikan di bidang imigrasi, energi, pendidikan, ekonomi, dan budaya.
Serta kebijakan-kebijakan lain terkait dengan program “Make America Great Again” yang digaung-gaungkan sejak kampanye pilpres tahun lalu.
Dengan total tersebut, menjadikan Trump sebagai satu-satunya Presiden AS yang merilis kebijakan terbanyak dalam 100 hari pertama masa jabatan.
Meski kebijakan Trump dinilai dapat melindungi industri Amerika dari persaingan asing, tapi kebijakan yang diterapkan Trump memicu kontroversi dan kritik tajam dari berbagai kalangan.
Termasuk Senator Chuck Schumer dan Ketua DPR Nancy Pelosi yang menilai, Trump telah mengkhianati janji kampanyenya untuk mendukung kelas pekerja dan keluarga berpendapatan rendah.
Selain itu, gubernur-gubernur Demokrat seperti Tim Walz dari Minnesota dan J.B. Pritzker dari Illinois menggambarkan masa jabatan kedua Trump sebagai "malapetaka" dan "kegagalan besar".
Daftar 10 Kebijakan Kontroversial Trump
Berikut 10 kebijakan kontroversial Donald Trump yang paling terkenal selama 100 hari pertama masa kepresidenannya yang kedua pada tahun 2025:
PHK Massal dan Pemangkasan dana federal
Kebijakan yang paling di 100 hari pemerintahan Trump yakni dibentuknya Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang dipimpin bos Tesla, Elon Musk.
Diivisi ini dibangun untuk membidik lembaga-lembaga yang dinilai buang-buang uang.
Berdasarkan situs DOGE, mereka telah memotong 160 miliar dolar AS atau sekitar Rp2,6 kuadriliun dana federal yang dikucurkan kepada berbagai lembaga.
Selain pemotongan dana, lembaga-lembaga di AS juga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Menurut data CNN International, setidaknya 121 ribu karyawan telah dipecat dari sejumlah lembaga federal selama 100 hari kepemimpinan Trump
Tak hanya itu sebanyak 10 ribu karyawan USAID juga ikut dipecat. Bahkan, badan bantuan kemanusiaan itu nyaris bubar.
Kebijakan Tarif Perdagangan
Mengutip dari News Nation Now, kebijakan kontroversial selanjutnya yang paling menonjol yakni kebijakan perdagangan "America First".
Dimana dalam kebijakan ini Trump memberlakukan tarif besar-besaran pada negara-negara lain.
Trump berdalih kebijakannya dapat melindungi dan memperkaya industri Amerika.
Namun pada akhirnya memicu ketegangan perdagangan dan ketidakstabilan pasar.
Lantaran kebijakan itu membangkitkan kemarahan banyak negara, membalaskan kenaikan tarif yang luar biasa untuk barang-barang impor asal AS yang kemudian membuat bisnis di dalam negeri terguncang keras.
Pembubaran Departemen Pendidikan dan Restrukturisasi Pemerintahan
Melalui "Project 2025," Trump berencana membubarkan Departemen Pendidikan dan melakukan pemangkasan besar-besaran terhadap lembaga-lembaga federal, menggantinya dengan loyalis politik.
Langkah ini memicu kekhawatiran tentang politisasi birokrasi dan pengurangan kualitas layanan publik.
Terbaru, Trump membekukan dana federal sebesar 2,3 miliar untuk Universitas Harvard.
Buntut upaya pemerintah AS untuk menindak tegas para pengunjuk rasa mahasiswa dan menekan universitas untuk membatalkan program-program keragaman, kesetaraan dan inklusi.
Pengetatan Kebijakan Imigrasi dan Pengungsi
Trump memberlakukan kebijakan yang lebih ketat terhadap imigran dan pengungsi, termasuk pembatasan visa dan peningkatan waktu penahanan bagi anak-anak imigran.
Langkah ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan prinsip kemanusiaan.
Kebijakan Energi dan Kemunduran Iklim
Trump mendeklarasikan keadaan darurat energi nasional. Kebijakannya berfokus pada perluasan pengeboran minyak dalam negeri, mencabut peraturan iklim era Biden.
Termasuk mandat kendaraan listrik, menarik AS dari Perjanjian Iklim Paris dan perjanjian iklim internasional lainnya.
Pembalikan Kebijakan Sosial
Trump turut menghapus inisiatif Keragaman, Kesetaraan, dan Inklusi (DEI), tindakan afirmatif, dan teori ras kritis dalam pemerintah federal, dan secara resmi mendefinisikan gender secara ketat sebagai laki-laki atau perempuan dalam pedoman federal.
Kebijakan Menyangkut Departemen Kehakiman dan Pengampunan
Dalam 100 hari pertama masa jabatan keduanya di tahun 2025, Donald Trump menunjukkan pendekatan yang agresif terhadap lembaga-lembaga hukum.
Termasuk Departemen Kehakiman (DOJ) dan penggunaan hak pengampunan presiden (presidential pardon), yang memicu kontroversi luas.
Trump menggunakan Departemen Kehakiman untuk menyelidiki musuh-musuh politik.
Serta mengampuni atau meringankan hukuman bagi semua terdakwa yang didakwa sehubungan dengan serangan 6 Januari, termasuk mereka yang dihukum atas tindakan kekerasan dan konspirasi penghasutan.
Campur tangan dalam bidang peradilan yang terbaru adalah penangkapan seorang hakim atas tuduhan melindungi seorang imigran. Penangkapan ini dianggap sebagai gangguan terhadap sistem peradilan AS oleh eksekutif.
Kebijakan Luar Negeri dan Postur Militer
Trump menekankan militer yang berfokus pada memenangkan perang dengan tegas, mengusulkan penggantian nama simbolis dari penanda geografis (misalnya, Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika), dan mengancam tindakan agresif seperti merebut Greenland atau Terusan Panama.
Kebijakan Terkait Penggunaan Hukum Bersejarah
Lebih lanjut, Trump turut menggunakan Undang-Undang Musuh Asing yang telah berusia 200 tahun untuk penegakan imigrasi, menangguhkan Program Penerimaan Pengungsi AS, memulihkan hukuman mati federal, dan menunda pelarangan TikTok di AS.
Kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan di atas sangat kontroversial, dengan banyak orang Amerika yang tidak setuju dengan tarif dan pemotongan pemerintah, dan para ahli hukum mempertanyakan konstitusionalitas beberapa perintah eksekutif.
Dengan diberlakukan kebijakan ini, 100 hari pertama masa jabatan kedua Trump digambarkan sebagai salah satu yang paling tidak stabil dalam sejarah Amerika karena sifat agendanya yang cepat dan luas.
Pemberian Pengampunan Politik
Terakhir dalam 100 hari pertama masa jabatan keduanya pada tahun 2025, Presiden Donald Trump meluncurkan serangkaian kebijakan besar yang secara signifikan.
Termasuk mengubah struktur dan fungsi tenaga kerja federal serta layanan sipil di Amerika Serikat.
Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih ramping dan efisien.
Namun menuai kritik karena dianggap mengancam independensi birokrasi dan merusak prinsip meritokrasi.
(Tribunnews.com / Namira)
Sentimen: negatif (100%)