Sentimen
Negatif (100%)
24 Apr 2025 : 13.26
Informasi Tambahan

Hewan: Gajah

Kasus: HAM

Tokoh Terkait
Lisa

Lisa

Cerita-cerita Pilu Pemain Sirkus OCI: Dirantai-Dipaksa Makan Kotoran

24 Apr 2025 : 13.26 Views 14

Beritasatu.com Beritasatu.com Jenis Media: Nasional

Cerita-cerita Pilu Pemain Sirkus OCI: Dirantai-Dipaksa Makan Kotoran

Jakarta, Beritasatu.com - Sejumlah mantan pemain sirkus anak di Oriental Circus Indonesia (OCI) akhirnya angkat bicara, mengungkap dugaan kekerasan dan eksploitasi yang mereka alami sejak usia dini.

Dalam rapat bersama Komisi XIII DPR RI, mereka membeberkan pengalaman hidup yang jauh dari gemerlap panggung sirkus. Berikut cerita-cerita pilu mantan pemain sirkus OCI yang diduga mendapat eksploitas.

Cerita-cerita Pilu Pemain Sirkus OCI

Vivi Nurhidayah: Disetrum, Dirantai, dan Kabur Demi Kebebasan

Vivi mengaku tidak ingat sejak kapan ia diambil dari keluarganya. Namun, yang ia ingat, sejak usia dua tahun, ia telah menjalani latihan keras di sebuah rumah milik Fran, Toni, dan Yansen.

"Sejak umur segitu, saya sudah dapat kekerasan. Kalau tidak bisa latihan, dipukul, ditendang, dirotan. Itu sudah hal biasa buat kami," ujar Vivi.

Pindah ke Taman Safari Indonesia di usia 12 tahun, Vivi berharap kehidupannya membaik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

"Saya melarikan diri karena tidak tahan. Tiga hari kemudian, saya ditangkap security, dibawa pulang, dan di tengah jalan sudah dipukuli, dikata-katai seperti binatang," kata Vivi.

Siksaan berlanjut setibanya di rumah. "Saya disetrum pakai setruman gajah sampai lemas, bahkan sampai ke kelamin. Saya jatuh, minta ampun, tapi mereka tidak peduli. Rambut saya dijambak, kepala dijedotin ke dinding, perut ditonjok. Saya sampai ngompol di situ." jelasnya.

Ia dirantai selama dua minggu sebelum dipaksa kembali berlatih. Bertahun-tahun kemudian, Vivi melarikan diri dan berhasil bebas berkat bantuan mantan kekasihnya. Ia kemudian melapor ke Komnas HAM.

Lisa: Dijual Tanpa Identitas, Dipukul hingga Lupa Keluarga

Lisa dibawa dari keluarganya sekitar tahun 1976 oleh seseorang bernama Yansen. Saat itu, ia masih kecil dan belum memahami apa yang terjadi.

"Saya dibawa ke Balikpapan, dimasukkan ke karavan gelap. Saya nangis terus, cari mama, sampai akhirnya capek dan ketiduran," kenangnya.

Di sana, Lisa menyaksikan anak-anak lain yang juga dipaksa berlatih di bawah tekanan kekerasan.

"Setiap ada masalah, kami dipukul, ditampar, ditendang, disambit pakai sandal kayu. Saya selalu mencari mama, tapi lama-lama saya mulai melupakan orang tua saya," ungkap Lisa.

Saat berusia 12 tahun, ia meminta dipertemukan dengan keluarganya. "Nanti suatu saat kalau sudah waktunya, kamu akan saya pertemukan," jawab Tony.

Lisa tidak pernah diberi identitas resmi. Saat ia meminta izin menikah dan keluar dari sirkus, Tony justru mengamuk: "Enak aja! Kamu itu saya yang pelihara, kok kamu yang ambil?" kata Lisa mencontohkan.

Lisa akhirnya memilih kabur dan hingga kini tidak tahu siapa orang tuanya.

Butet: Dipaksa Makan Kotoran Gajah, Dirantai Pakai Rantai Hewan

Meliliana Damayanti, atau Butet, adalah korban lain yang diambil sejak 1975 dan hingga kini tidak tahu asal-usul dirinya. "Saya juga nggak tahu jelas berapa usia saya. Mereka (OCI) tidak memberikan identitas buat saya," ungkapnya.

Salah satu bentuk penyiksaan yang paling ia ingat adalah saat ia dipaksa memakan kotoran gajah karena mencuri makanan. "Itu saya dijejali tahi gajah. Pokoknya mereka memperlakukan saya tidak manusiawi sama sekali," ungkap Butet.

Saat berusia 17 tahun, ia pernah dirantai dengan rantai besar bekas gajah sebagai hukuman karena berpacaran dengan seorang karyawan sirkus.

"Dirantai sampai buang air saja kesulitan. Saya dibantu teman-teman. Pakai rantai gajah yang besar itu." jelasnya.

Hingga kini, hidup Butet berjalan tanpa arah, tanpa identitas, dan tanpa kepastian tentang siapa dirinya.

Rita Louisa: Dilempar Seperti Bola, Disiksa dengan Senyuman

Rita diambil dari keluarganya saat berusia 3 tahun dengan bujukan balon dan permen. "Saya dilatih dengan keras. Fran melempar saya seperti bola—atas, bawah, ditendang, dilempar lagi. Dia tidak peduli kepala saya masih kecil," ceritanya.

Kekerasan yang diterima selalu dibarengi dengan senyum. "Kalau kami salah sedikit, langsung dipukul. Saya pernah ditonjok sampai mata bengkak berdarah. Mereka tidak pernah kasihan," ungkapnya.

Rita melarikan diri di usia 14 tahun, dan secara tidak sengaja akhirnya menemukan keluarganya kembali.

"Saya buka pintu salah, ternyata itu rumah keluarga saya. Mama bilang, ‘Kamu punya kakak kandung yang juga pemain sirkus.’ Saya kaget, ternyata kami semua korban." pungkas Rita.

Yuli: Jatuh Koma, Tetap Dipaksa Tampil

Yuli bersama kakaknya diambil saat masih kecil. Saat ayahnya datang menjenguk, ia malah diusir dengan ancaman. "Papa bilang, ‘Ayo pulang,’ tapi kami diumpetin. Beberapa minggu kemudian, kami dibawa ke sirkus," kata Yuli.

Ia dipaksa tampil dalam atraksi berbahaya. Suatu hari, ia jatuh dari kawat dan koma selama 14 jam. "Saya tidak diobati. Begitu sadar, langsung disuruh tampil lagi," ungkapnya.

Yuli pernah melarikan diri bersama temannya Eva, tapi mereka ditangkap dan disiksa.

"Eva lebih menderita. Dia ditelanjangi dan dilecehkan oleh Fran. Saya selamat karena harus segera tampil." pungkas Yuli.

Akhirnya Yuli bisa kabur dengan menikahi sesama pemain sirkus.

Anton: Dibohongi, Dihantui Ancaman Kematian

Anton dijanjikan akan disekolahkan saat diambil dalam usia 8 tahun. "Mereka bilang, ‘Nanti kalau sudah pintar, akan dikembalikan ke orang tua.’ Tapi ternyata bohong." kata Anton.

Saat ia kabur, ia dibohongi bahwa ibunya telah meninggal. "Ibu Yansen bilang, ‘Mama lu udah mati, yang ngurusin kamu cuma saya.’ Saya percaya sampai bertemu kakak saya dan tahu itu dusta," ucapnya.

Ketika mencoba melawan, Anton disiksa habis-habisan. "Fran bilang, ‘Ambil belati, mau belek mukanya!’ Saya hampir loncat dari Pondok Indah." jelas Anton.

Cerita-cerita memilukan para mantan pemain sirkus OCI membuka mata tentang adanya dugaan eksploitasi. Mereka bukan sekadar penghibur di atas panggung, mereka adalah anak-anak yang dirampas haknya untuk tumbuh dalam cinta dan perlindungan.

Sentimen: negatif (100%)