Sentimen
Negatif (100%)
21 Apr 2025 : 12.27
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Tel Aviv, Yerusalem

Tokoh Terkait

Teriakan Sandera Brigade Al Qassam Minta Bebas, Koar PM Israel Sebut Hamas Alot  - Halaman all

21 Apr 2025 : 12.27 Views 30

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Internasional

Teriakan Sandera Brigade Al Qassam Minta Bebas, Koar PM Israel Sebut Hamas Alot  - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Sabtu (19/4/2025) malam Hamas telah menolak usulan pengembalian separuh sandera yang masih hidup di Gaza.

Menurutnya, Hamas menuntut diakhirinya perang dan mundurnya militer Israel dari Gaza.

"Jika kita menyerah pada perintah Hamas sekarang, semua pencapaian besar perang ini... akan hilang," kata Netanyahu dalam pernyataan, dikutip dari China.org.

Dalam pernyataan tersebut, Perdana Menteri Israel juga menepis gagasan bahwa Israel dapat menipu Hamas agar membebaskan semua sandera dan kemudian melanjutkan perang, dengan alasan bahwa masyarakat internasional tidak akan menerima langkah seperti itu.

Sebelumnya, Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, merilis video baru yang menunjukkan seorang sandera Israel yang disandera di Gaza.

Video berdurasi empat menit itu menampilkan sandera Israel Elkana Bohbot berbicara lewat telepon rumah, tampaknya menelepon keluarganya untuk melanjutkan upaya pembebasannya.

"Kesehatan saya sedang tidak baik. Saya berteriak minta mati. Tolong, lakukan ini untuk saya," katanya di akhir rekaman.

Brigade Al-Qassam mengakhiri video tersebut dengan menyampaikan pesan.

"Mereka tidak akan kembali kecuali dalam kapasitas tertentu," merujuk pada para sandera.

Masih belum jelas kapan video itu direkam.

Media Israel melaporkan bahwa rilis video tersebut memicu demonstrasi di Tel Aviv, Yerusalem, Beersheba, dan Haifa, di mana ribuan orang meminta pemerintah untuk segera membebaskan tawanan.

Sementara itu, operasi militer Israel terus berlanjut di Gaza. Pasukan Pertahanan Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pasukan lapis bajanya menewaskan lebih dari 40 militan Hamas di wilayah Rafah, Jalur Gaza selatan, selama akhir pekan.

Tentara Tak Terlatih Dikirim ke Gaza

Mengutip AA, militer Israel telah mengerahkan tentara yang tidak terlatih secara memadai dari brigade elit Golani dan Givati ​​ke Jalur Gaza di tengah kekurangan pasukan yang kritis, lembaga penyiaran publik Israel KAN melaporkan pada hari Minggu.

Para rekrutan tersebut telah dikirim ke medan perang sejak Desember lalu, katanya.

Langkah ini mencerminkan meningkatnya tekanan pada militer Israel, yang telah mengakui adanya kekurangan tenaga kerja yang signifikan.

Minggu lalu, harian Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Kepala Staf Angkatan Darat Eyal Zamir telah memberi tahu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Kabinetnya bahwa kemampuan tentara untuk mencapai tujuan kepemimpinan politik di Gaza dapat terhambat oleh berkurangnya jumlah prajurit.

Angkatan darat telah berjuang dengan kekurangan prajurit reguler selama beberapa bulan terakhir, diperburuk oleh pengecualian kaum Yahudi ultra-Ortodoks (Haredim) dari wajib militer dan tingkat putus sekolah sebesar 30 persen hingga 40 persen di antara para prajurit cadangan, dengan alasan kelelahan akibat perang yang berkepanjangan, menurut media setempat.

Kekurangan tersebut mungkin bertambah parah di tengah makin banyaknya petisi yang ditandatangani oleh warga Israel, termasuk tentara aktif dan mantan tentara, yang menuntut pembebasan sandera, bahkan jika itu mengharuskan penghentian perang Gaza.

Lebih dari 140.000 warga Israel telah menandatangani petisi yang menyerukan gencatan senjata sebagai ganti sandera.

Di antara petisi tersebut, 21 petisi masing-masing telah ditandatangani oleh lebih dari 10.000 tentara cadangan aktif dan mantan tentara cadangan.

Israel memperkirakan bahwa 59 warganya masih ditawan di Gaza, termasuk 24 orang yang diyakini masih hidup, sementara Israel menahan lebih dari 9.900 warga Palestina di penjara-penjaranya, di mana laporan penyiksaan, kelaparan dan pengabaian medis telah menyebabkan banyak kematian, menurut kelompok-kelompok hak asasi manusia Palestina dan Israel.

Netanyahu dan para menterinya mengancam akan memecat para penandatangan, dengan menyebut kampanye tersebut sebagai “pemberontakan” dan “pembangkangan” yang “memperkuat musuh selama masa perang.”

Lebih dari 51.200 warga Palestina telah tewas di Gaza dalam serangan brutal Israel sejak Oktober 2023, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

Pada bulan November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di daerah kantong tersebut.

(Tribunnews.com/ Chrysnha)

Sentimen: negatif (100%)