Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: New York, Washington
Kasus: Teroris
Tokoh Terkait
Akankah Amerika Serikat Benar-benar Angkat Kaki dari Suriah? - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Militer Amerika Serikat mulai menarik ratusan tentaranya dari Suriah.
Langkah ini disebut Pentagon sebagai bentuk “konsolidasi pasukan” yang mencerminkan perubahan situasi keamanan di wilayah tersebut.
“Dengan mengakui keberhasilan AS dalam melawan ISIS, termasuk kekalahan teritorialnya pada 2019 di bawah Presiden Donald Trump, hari ini Menteri Pertahanan mengarahkan konsolidasi pasukan AS di Suriah ke lokasi-lokasi tertentu,” kata Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, dalam pernyataan yang dikutip The New York Times, Jumat (12/4).
Parnell menjelaskan, proses ini akan dilakukan secara bertahap dan berbasis kondisi.
Dalam beberapa bulan ke depan, jumlah pasukan AS di Suriah akan dikurangi menjadi kurang dari 1.000 orang.
Keputusan ini mengingatkan pada upaya penarikan total pasukan oleh Trump pada 2018.
Saat itu mendapat upaya tentangan dari petinggi militer dan menyebabkan pengunduran diri Menteri Pertahanan Jim Mattis.
Seperti diketahui, Trump kembali menegaskan sikapnya setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada Desember lalu.
"Suriah memang kacau, tetapi bukan teman kita. AMERIKA SERIKAT TIDAK BOLEH BERGABUNG DENGANNYA. INI BUKAN PERJUANGAN KITA," tulis Trump di platform Truth Social saat kembali menjabat sebagai presiden terpilih.
Tiga Pangkalan AS di Suriah Ditutup
The New York Times melaporkan bahwa AS akan menutup tiga dari delapan pos militernya di timur laut Suriah.
Sekitar 600 personel akan ditarik dari Mission Support Site Green Village, MSS Euphrates, dan satu fasilitas kecil lainnya.
Menariknya, pada Desember 2024, pemerintahan Biden justru menambah jumlah pasukan di Suriah menjadi sekitar 2.000 orang.
Peningkatan itu ditujukan untuk menghadapi ancaman dari ISIS dan milisi pro-Iran yang semakin aktif.
Kembali ke Format Lama: 900 Tentara
Kini, pengurangan pasukan akan membawa jumlahnya kembali ke kisaran 900—angka yang dipertahankan sejak ISIS dinyatakan kalah pada 2019.
Pasukan ini tetap ditugaskan untuk memburu sisa-sisa ISIS, menahan kelompok pro-Iran, dan mencegah Turki menyerang Pasukan Demokratik Suriah (SDF) pimpinan Kurdi.
Meski Pentagon meyakinkan bahwa konsolidasi ini tetap memungkinkan AS menekan ISIS dan merespons ancaman teroris lainnya, situasi di lapangan menunjukkan peningkatan aktivitas militan.
Aktivitas ISIS Naik Dua Kali Lipat
ISIS mengklaim 294 serangan di Suriah sepanjang 2024, naik drastis dari 121 serangan pada tahun sebelumnya, menurut data yang dikutip dari NYT.
Sejak awal 2025, setidaknya 44 serangan telah terjadi, menurut laporan Institut Timur Tengah di Washington.
Tekanan juga datang dari milisi pro-Iran.
Pada Januari 2024, tiga tentara AS tewas dalam serangan drone di Yordania.
Sejak 2014, AS memimpin koalisi internasional untuk melawan ISIS, mendukung pasukan lokal di Irak dan Suriah, termasuk SDF yang mayoritas Kurdi.
Kemenangan atas ISIS diumumkan pada akhir 2017 di Irak dan pada Maret 2019 di Suriah, saat benteng terakhir kelompok itu direbut.
Meski kekhalifahan ISIS runtuh, para jihadis masih aktif di pedesaan terpencil.
AS secara berkala melancarkan operasi militer untuk menggagalkan kebangkitan kelompok tersebut.
Setelah jatuhnya Assad, perhatian militer AS juga mulai beralih ke Yaman, di mana kelompok Houthi menyerang jalur pelayaran internasional sejak akhir 2023.
AS membalas dengan serangan udara terhadap target yang dianggap terkait Iran.
Irak juga Bersiap Akhiri Kehadiran AS
Di sisi lain, Irak juga berupaya mengakhiri kehadiran koalisi pimpinan AS di wilayahnya.
Washington dan Baghdad telah menyepakati bahwa misi militer AS di Irak akan berakhir pada akhir 2025, dan di wilayah Kurdistan pada September 2026.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Sentimen: negatif (100%)