Sentimen
Negatif (98%)
17 Apr 2025 : 13.17
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Cilincing, Kelapa Gading, Sukapura

Kasus: kasus suap, korupsi

Tokoh Terkait

PT Wilmar Klaim Kooperatif Bantu Penyidikan Kasus Korupsi CPO - Halaman all

17 Apr 2025 : 13.17 Views 42

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Nasional

PT Wilmar Klaim Kooperatif Bantu Penyidikan Kasus Korupsi CPO - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Wilmar Nabati Indonesia buka suara soal kasus suap vonis lepas dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO) yang melibatkan karyawannya atas nama Muhammad Syafei alias MSY selaku Head and Social Security Legal PT Wilmar.

Dalam hal ini, PT Wilmar Nabati Indonesia tak mau berbicara banyak terkait kasus yang tengah disidik oleh penyidik Jampidsus Kejagung.

Mereka mengaku hanya kooperatif tengah membantu proses penyidikan yang tengan berjalan saat ini.

"Saat ini kami sedang membantu proses penyelidikan," singkat PT Wilmar Nabati Indonesia kepada Tribunnnews.com, Kamis (19/4/2025).

Meski begitu, PT Wilmar Nabati Indonesia tak dijelaskan lebih rinci soal perbantuan proses penyidikan tersebut.

Alur Uang Suap Vonis Lepas

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

Mereka di antaranta MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu Marcella Santoso dan Ariyanto berprofesi sebagai advokat.

Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

Terakhir, satu orang tersangkan benama Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan Head and Social Security Legal PT Wilmar Group. PT Wilmar sendiri merupakan salah satu koorporasi yang diberikan vonis lepas dalam perkara tersebut.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bertemu dengan pengacara terdakwa yang kini juga tersangka kasus suap yakni Ariyanto.

Dalam pertemuan itu, Wahyu mengancam putusan perkara ini bisa dihukum maksimal bahkan lebih jika tidak memberikan uang.

"Di mana pada saat itu Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus jika tidak putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

"Dalam pertemuan tersebut Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar Ariyanto yang dalam hal ini selaku penasihat korporasi untuk menyiapkan biaya pengurusannya," sambungnya.

Atas permintaan itu, Ariyanto pun menghubungi rekannya, Marcella Santoso. Selanjurnya, Marcella bertemu Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan tim Legal PT Wilmar Group sebagai terdakwa korporasi.

Pertemuan itu dilakukan di sebuah rumah makan yakni Daun Muda Soulfood by Peresthu - Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan untuk membahas permintaan tersebut. Namun, Syafei berdalih sudah ada yang mengurus.

"Sekitar 2 minggu kemudian, AR dihubungi oleh WG. Pada saat itu WG menyampaikan kembali agar perkara ini segera diurus. Setelah mendapat info tersebut kemudian AR menyampaikan kembali kepada MS. Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi," tuturnya.

Awalnya, Syafei menyebut perusahaan hanya menyanggupi membayar Rp20 miliar.

Setelahnya, Ariyanto bertemu dengan Wahyu dan Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat di rumah makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

"Dalam pertemuan tersebut Muhammad Arif Nuryanta mengatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas. Ini sebagai permintaan yang pertama tadi kepada WG dan ini jawabannya," tuturnya.

"Tetapi bisa diputus onslagh dan ybs dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryantah meminta agar uang Rp20 miliar itu dikali 3 sehingga jumlahnya total Rp60 miliar," imbuhnya.

Singkat cerita, Syafei menyanggupi permintaan Rp60 miliar tersebut dan uangnya akan diserahkan ke Ariyanto di sebuah parkiran kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

Setelahnya, Ariyanto pun mendatangi rumah Wahyu di Cluster Eboni Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara dan menyerahkan uang tersebut.

Setelahnya, uang itu diserahkan kepada Arif dan Wahyu mendapat komisi perantara sebesar 50.000 USD.

Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.

Sentimen: negatif (98.5%)