Sentimen
Negatif (80%)
16 Apr 2025 : 18.48
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Kasus: kasus suap, korupsi

Partai Terkait
Tokoh Terkait

"Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024 Nasional 16 April 2025

16 Apr 2025 : 18.48 Views 25

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

"Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

"Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024 Penulis JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 29 hakim telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam kurun waktu 13 tahun, sejak 2011 hingga 2024. Data tersebut merupakan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch ( ICW ), yang menemukan bahwa 29 hakim tersebut diduga menerima suap untuk mengatur hasil putusan. "Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap untuk 'mengatur' hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp 107.999.281.345," lewat keterangan resmi ICW, Rabu (16/4/2025). Kini pada awal 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat hakim sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO). Keempat hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU). Lalu ada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang memberikan suap kepada Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto. ICW menilai, perlu adanya pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal di Mahkamah Agung (MA). "Penetapan tersangka suap menunjukkan bahaya mafia peradilan. Praktik jual-beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis," tulis ICW. ICW juga mendesak MA untuk memandang mafia peradilan sebagai masalah laten yang harus segera diberantas. MA harus memetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan dengan menggandeng Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan elemen masyarakat sipil. "Mekanisme pengawasan terhadap kinerja hakim dan syarat penerimaan hakim juga perlu diperketat. Ini dilakukan untuk menutup ruang potensi korupsi," tulis ICW. Anggota Komisi III DRP Hinca Panjaitan mengatakan, empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO menandakan banyaknya hakim yang mempunyai naluri berdagang. Ia melihat, banyak hakim saat ini yang melihat keadilan dapat menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan. "Pada realitasnya banyak hakim yang berkompromi dengan naluri dagang. Akhirnya, keadilan jadi komoditas, seolah bisa dijual dan dibeli. Menurut saya, suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko," ujar Hinca lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025). Hinca mengatakan, suap terhadap hakim dapat disebabkan dua hal, yakni kekosongan moralitas atau longgarnya pengawasan Di samping itu, ia juga menanggapi wacana dinaikkannya gaji hakim untuk mencegah terjadinya praktik suap. Menurutnya, praktik suap tetap dapat terjadi di lingkungan peradilan dengan caranya tersendiri. "Maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional," ujar politikus Partai Demokrat itu. Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (80%)