Sentimen
Negatif (100%)
13 Apr 2025 : 11.46
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Berlin, Moskow, Washington

Tokoh Terkait

Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.145: Serangan Drone Rusia Rusak Situs Nuklir Chernobyl - Halaman all

13 Apr 2025 : 11.46 Views 8

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Internasional

Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.145: Serangan Drone Rusia Rusak Situs Nuklir Chernobyl - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM - Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari 2022 telah memasuki hari ke-1.145 pada Minggu (13/4/2025).

Ukraina tengah berupaya memperbaiki kerusakan pada bejana penahan di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl akibat serangan pesawat nirawak Rusia.

Diplomat tinggi Rusia dan Ukraina saling melempar tuduhan atas pelanggaran gencatan senjata terbatas dalam sebuah konferensi di Turki pada Sabtu (12/4/2025), dikutip dari Politico.

Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.145: Serangan Drone Rusia Rusak Struktur Penahan di Chernobyl, Ukraina Bergegas Cari Solusi

Ukraina tengah berupaya memperbaiki kerusakan pada bejana penahan di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl akibat serangan pesawat nirawak Rusia.

Kerusakan itu terjadi setelah serangan drone pada 14 Februari 2025 yang menimbulkan lubang besar di bagian luar struktur penahan dan menyebabkan ledakan di bagian dalam.

Menteri Lingkungan Hidup Ukraina, Svitlana Hrynchuk, mengatakan bahwa pemerintah sedang bekerja sama dengan para ahli untuk menentukan langkah pemulihan terbaik.

"Kami secara aktif mengerjakan ini," ujar Hrynchuk, seperti dikutip Reuters pada Sabtu (12/4/2025).

Ia menekankan bahwa memulihkan struktur penahan—yang juga dikenal sebagai "lengkungan"—merupakan prioritas utama demi mencegah potensi kebocoran radiasi.

“Karena memastikan keselamatan nuklir dan radiasi adalah tugas utama,” tambahnya.

Struktur lengkungan itu sendiri dipasang pada tahun 2019 untuk menutupi sarkofagus lama yang dibuat secara darurat pascabencana nuklir Chernobyl pada 1986.

Sarkofagus tersebut telah mengalami kebocoran, sehingga struktur baru diperlukan untuk menahan radiasi lebih efektif.

Serangan drone bulan Februari lalu menimbulkan kekhawatiran baru terhadap keamanan situs nuklir bersejarah ini, yang hingga kini masih memerlukan pengawasan ketat.

Rusia dan Ukraina Saling Tuduh Langgar Gencatan Senjata Energi

Diplomat tinggi Rusia dan Ukraina saling melempar tuduhan atas pelanggaran gencatan senjata terbatas dalam sebuah konferensi di Turki pada Sabtu (12/4/2025), dikutip dari Politico.

Kesepakatan sementara yang ditengahi Amerika Serikat itu bertujuan menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi di kedua negara.

Namun, Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, menuduh Rusia tetap melanjutkan serangan harian meskipun telah menyetujui jeda terbatas.

Sybiha menyebut sejak gencatan disepakati, Rusia telah menembakkan hampir 70 rudal, lebih dari 2.200 drone peledak, dan lebih dari 6.000 bom udara berpemandu ke wilayah Ukraina, sebagian besar menyasar warga sipil.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, membantah tudingan tersebut.

Ia menegaskan bahwa Moskow tetap mematuhi ketentuan gencatan senjata terbatas selama 30 hari.

Kementerian Pertahanan Rusia juga melaporkan bahwa Ukraina justru melakukan lima serangan terhadap infrastruktur energi Rusia hanya dalam satu hari terakhir.

Lavrov Puji Trump Soal Konflik Ukraina

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, memuji Donald Trump karena dinilai memiliki pemahaman yang lebih baik tentang konflik Ukraina dibandingkan pemimpin Barat lainnya.

Pernyataan itu disampaikan Lavrov dalam Forum Diplomasi Antalya di Turki selatan pada Sabtu (12/4).

"Presiden Trump adalah yang pertama dan, sejauh ini, hampir satu-satunya di antara para pemimpin Barat yang berulang kali dan dengan keyakinan menyatakan bahwa menarik Ukraina ke NATO adalah kesalahan besar," kata Lavrov, dikutip dari The Guardian.

Trump sebelumnya memang pernah menyatakan bahwa kecil kemungkinan Ukraina bisa merebut kembali seluruh wilayah yang diduduki Rusia.

Ia juga mengatakan dirinya "OK" jika Ukraina tidak menjadi anggota NATO.

Pernyataan ini sejalan dengan sikap Rusia yang sejak lama menolak perluasan aliansi militer Barat ke wilayah bekas Uni Soviet, termasuk Ukraina.

Utusan AS Bantah Dukung Pemisahan Ukraina

Utusan khusus Amerika Serikat untuk Ukraina, Keith Kellogg, membantah bahwa dirinya mendukung gagasan pemisahan Ukraina sebagai bagian dari solusi damai.

Klarifikasi ini muncul setelah pernyataannya dalam wawancara dengan The Times disorot tajam.

Dalam wawancara tersebut, Kellogg mengatakan bahwa Ukraina bisa saja dibagi “hampir seperti Berlin setelah Perang Dunia Kedua”.

Pernyataan itu memicu spekulasi bahwa Washington membuka peluang bagi pembagian wilayah Ukraina dalam proses negosiasi damai.

Namun, lewat unggahan di platform X (dulu Twitter), Kellogg menegaskan bahwa komentarnya telah disalahartikan.

Ia menjelaskan bahwa maksudnya adalah soal penempatan pasukan ketahanan pasca-gencatan senjata untuk mendukung kedaulatan Ukraina.

Menurut Kellogg, di bawah rencana tersebut, pasukan Rusia akan tetap berada di wilayah yang kini dikuasai Moskow.

Sementara itu, pasukan Inggris dan Prancis akan ditempatkan di Kyiv dan sejumlah wilayah lain di Ukraina.

Pernyataan ini dilaporkan oleh The Times dan dikutip kembali oleh sejumlah media internasional.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Sentimen: negatif (100%)