Sentimen
Positif (66%)
10 Apr 2025 : 19.01
Informasi Tambahan

Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga, UNPAD

Gaduh Pemerkosaan di RSHS, Pakar Sarankan Pemantauan Lanjutan Kejiwaan PPDS Unpad

10 Apr 2025 : 19.01 Views 14

Detik.com Detik.com Jenis Media: Kesehatan

Gaduh Pemerkosaan di RSHS, Pakar Sarankan Pemantauan Lanjutan Kejiwaan PPDS Unpad

Jakarta -

Kementerian Kesehatan RI dinilai perlu melakukan pemantauan lanjutan kesehatan jiwa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad). Hal ini diutarakan pengamat manajemen kesehatan lulusan Universitas Airlangga dr Puspita Wijayanti.

Pasalnya, satu kali skrining kesehatan jiwa dinilai tidak cukup untuk benar-benar memastikan kondisi psikis PPDS atau dokter residen secara menyeluruh.

"Pemeriksaan psikologis saat seleksi hanya memberikan foto diam (static snapshot) dari kondisi mental kandidat pada titik waktu tertentu. Ia berguna sebagai filter awal, tapi tidak memiliki fungsi prediktif terhadap kondisi psikis di kemudian hari," sorot dr Puspita dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Kamis (10/5/2025).

Kondisi mental peserta PPDS dalam sistem pendidikan kedokteran yang dikenal penuh dengan tekanan, tingginya jam kerja, beban emosional dari pendidikan maupun pasien, relasi hierarkis yang terkadang keras, serta kultur kompetisi, disebut bisa berubah secara drastis.

"Kesehatan jiwa dalam pendidikan klinik bukan perkara lolos tes awal, tapi bagaimana sistem secara aktif memantau, mendeteksi, dan merespons dinamika psikologis yang berkembang selama proses pembelajaran," terangnya.


Sayangnya, menurut dia, banyak rumah sakit pendidikan dan institusi akademik yang belum menjalani tes pemantauan psikis secara lebih lanjut maupun sistematis.

Nihil evaluasi dan intervensi yang dilakukan di lapangan. Bahkan, dalam beberapa kasus, benar-benar tidak ada tempat aman untuk melaporkan kerentanan psikis tanpa stigma dan kesan 'judging'.

"Ini bukan hanya celah pendidikan, tapi kebutaan sistemik terhadap kesehatan jiwa dalam dunia medis. Ironisnya, kita yang mengadvokasi kesehatan masyarakat justru gagal menjaga kesehatan mental internal kita sendiri," sesal dia.

"Di titik ini, kita perlu menggeser paradigma: dari pendekatan seleksi sebagai 'pembuktian kelayakan masuk', menjadi sistem pemantauan sebagai perlindungan keberlanjutan."

Sedikitnya ada beberapa catatan yang dinilai perlu dilakukan pemerintah. Pertama, evaluasi psikologis perlu dilakukan setiap enam bulan sekali atau setiap ada transisi rotasi SDM secara besar-besaran.

RS pendidikan juga disebut perlu membentuk unit kesehatan mental yang independen, serta adanya mekanisme self reporting dan peer alert system, yang dalam hal ini, peserta bisa mengakui beban mental atau melaporkan rekan yang mengalami tekanan berat tanpa risiko diskriminasi.

"Program residen harus dibekali dengan pelatihan pengenalan coping mechanism, emotional regulation, dan ethics under stress sebagai bagian dari kompetensi no klinik. Karena ketika tekanan tidak dikawal, burnout bisa menjelma menjadi disosiasi. Ketika kesehatan jiwa diabaikan, luka internal bisa berubah menjadi kekerasan eksternal," pungkasnya.


(naf/up)

Sentimen: positif (66.6%)