Sentimen
Positif (99%)
2 Apr 2025 : 22.05
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Tiongkok

Kemenperin Sebut Lebaran Jadi Penyelamat Indeks Manufaktur Indonesia Maret 2025 Tak Makin Merosot - Halaman all

2 Apr 2025 : 22.05 Views 2

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Ekonomi

Kemenperin Sebut Lebaran Jadi Penyelamat Indeks Manufaktur Indonesia Maret 2025 Tak Makin Merosot - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengatakan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2025 bisa semakin merosot jika tidak ada perayaan hari besar keagamaan dan momen liburan.

Diketahui, S&P Global mencatat Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2025 masih berada di level ekspansif sebesar 52,4 poin.

Namun, angka tersebut turun dibandingkan dengan PMI bulan sebelumnya sebesar 53,6.

Momentum perayaan keagamaan, terutama Lebaran dan liburan setelahnya, disebut menjadi penahan laju penurunan PMI lebih dalam lagi.

Padahal, biasanya momentum perayaan keagamaan setiap tahunnya selalu menjadi titik lonjakan permintaan bagi produk-produk manufaktur dan diikuti dengan kenaikan PMI.

Namun, kali ini lonjakan tersebut tidak terjadi.

"Momentum perayaan keagamaan kali ini hanya mampu menjadi penopang PMI agar tidak turun lebih dalam lagi," kata Febri dalam keterangan tertulis, Rabu (2/4/2025).

Berdasarkan laporan perusahaan industri pada Kemenperin, penjualan produk manufaktur, terutama untuk produk industri makanan, minuman serta Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), mengalami penurunan penjualan pada saat menjelang lebaran.

Penurunan penjualan di antaranya disebabkan pelemahan daya beli masyarakat.

Perlambatan ini juga terlihat dari laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Maret 2025 yang berada di angka 52,98 atau turun tipis 0,17 poin dibandingkan Februari 2025.

"Tetapi, para pelaku industri masih menyampaikan optimisme yang tinggi dalam menjalankan usaha di Indonesia,” ujar Febri.

Berdasarkan data yang dirilis oleh S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2025 mampu melampaui beberapa negara.

Ada Republik Rakyat Tiongkok (RRT) (51,2), Vietnam (50,5), Thailand (49,9), Taiwan (49,8) Amerika Serikat (49,8) Myanmar (49,8), Belanda (49,6), Korea Selatan (49,1), Prancis (48,9), Jerman (48,3), Jepang (48,3), dan Inggris (44,6).

Hampir semua negara ASEAN mengalami penurunan PMI pada Maret, bahkan beberapa negara ada yang kontraksi.

Namun, itu karena sebagian negara tersebut tidak memiliki perayaan hari besar keagamaan pada Maret untuk menjadi pendorong lonjakan ataupun menahan penurunan PMI.

“Bayangkan jika tidak ada perayaan hari besar keagamaan dan liburan pada bulan Maret ini, maka PMI Indonesia bisa turun lebih dalam lagi," ucap Febri.

PMI Bisa Naik Lagi

Febri menyebut PMI Indonesia dapat naik lagi, bahkan lebih tinggi dibanding pada Februari sebesar 53,6, jika mampu mengoptimalkan permintaan perayaan keagamaan.

Selain itu, pengendalian produk impor murah di pasar domestik juga perlu dioptimalkan.

Produk impor murah di pasar domestik mengancam industri manufaktur nasional yang masih menjadi sektor andalan dalam memacu pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Industri manufaktur Indonesia juga berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja karena hingga saat ini telah menyerap lebih dari 19 juta pekerja.

"Namun, dengan derasnya arus produk impor barang jadi dengan harga murah masuk ke pasar domestik, tentunya mengancam keberlangsungan industri dalam negeri,” kata Febri.

Artinya, Febri bilang, kinerja industri manufaktur masih sangat bergantung pada pasar domestik yang potensial.

Hampir 80 persen produk manufaktur dijual di pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, swasta dan rumah tangga.

“Oleh karena itu, jika manufaktur memiliki kinerja baik, maka pendapatan dari 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada sektor manufaktur juga ikut naik," ujarnya.

"Sebaliknya, ketika pasar domestik dibanjiri produk impor barang jadi, akan mengakibatkan tekanan yang berat pada demand domestik, bahkan juga akan mengancam pendapatan rumah tangga untuk 19 juta pekerja tersebut,” jelas Febri.

Lindungi Sektor Manufaktur Nasional

Ia menjelaskan Kemenperin senantiasa berupaya melindungi sektor manufaktur nasional melalui kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Selain itu, pemerintah juga mendorong penerapan kebijakan pembatasan impor melalui non-tariff measures untuk menekan laju produk impor yang berpotensi merugikan industri lokal.

"Sekali lagi kebijakan ini bertujuan melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor murah yang sudah dapat diproduksi oleh industri dalam negeri," kata Febri.

"Melindungi industri dalam negeri berarti melindungi 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada industri dalam negeri," jelasnya.

Sentimen: positif (99.2%)