Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Yamaha
Event: Ramadhan
Grup Musik: APRIL
Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga
Kasus: korupsi, pengangguran, PHK
Tokoh Terkait
Alarm Krisis Menyala: Pelemahan Ekonomi di Sekitar Lebaran Money 29 Maret 2025
Kompas.com
Jenis Media: Metropolitan
/data/photo/2025/03/29/67e7722195adb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
Alarm Krisis Menyala: Pelemahan Ekonomi di Sekitar Lebaran
Guru Besar Universitas Airlangga. Dosen Tetap di Universitas Airlangga sejak 2003. Peneliti dan Pengamat dalam Bidang Ekonomi, Politik, Hukum dan Pendidikan.
ADANYA
pelemahan ekonomi di sekitar
Lebaran
2025 dapat menjadi alarm (tanda peringatan) bahwa krisis ekonomi seperti yang pernah terjadi pada 1998 akan benar-benar terjadi, jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tepat untuk mengatasinya.
Pelemahan ekonomi yang ada di sekitar Lebaran ditunjukkan adanya penurunan permintaan barang pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau pada Februari 2025.
Penurunan pengeluaran masyarakat untuk kelompok produk makanan, minuman dan tembakau selama Februari 2025 secara bulanan (
month to month
) sebesar 0,4 persen (berdasarkan laporan data BPS).
Fenomena ini sangat ganjil sebab selama ini di sekitar Lebaran dan Ramadhan, permintaan terhadap kelompok produk makanan, minuman dan tembakau selalu meningkat.
Hanya di sekitar Lebaran 2025 ini terjadi fenomena sebaliknya, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Penurunan pengeluaran masyarakat untuk membeli produk makanan, minuman, dan tembakau di Ramadhan 2025 dan sekitar Lebaran menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Fenomena ini juga selaras dengan penurunan jumlah pemudik pada Lebaran 2025 ini dibanding 2024.
Jumlah pemudik pada Lebaran 2025 diperkirakan sekitar 146,48 juta orang atau turun 24 persen dibanding jumlah pemudik Lebaran 2024 sebanyak 193,6 juta orang (berdasarkan survei Badan Kebijakan Transportasi, Kementerian Perhubungan).
Ada tiga penyebab utama terjadinya pelemahan ekonomi di sekitar Lebaran 2025.
Pertama, turunnya daya beli masyarakat di sekitar Lebaran, yakni Januari dan Februari 2025. Penurunan daya beli masyarakat ini tampak dari terjadinya deflasi pada Januari dan Februari 2025.
Mengacu pada laporan data Badan Pusat Statstik (BPS), tingkat
deflasi month to month
(m-to-m) Januari 2025 sebesar 0,76 persen dan tingkat deflasi
year to date
(y-to-d) Januari 2025 sebesar 0,76 persen.
Selanjutnya, laporan data BPS juga menunjukan terjadi tingkat deflasi
month to month
(m-to-m) Februari 2025 sebesar 0,48 persen dan tingkat deflasi
year to date
(y-to-d) Februari 2025 sebesar 1,24 persen.
Sementara itu, untuk
year on year
(y-on-y) pada Januari 2025, BPS melaporkan terjadi inflasi sebesar 0,76 persen. Inflasi tahunan pada Januari 2025
year-on-year
adalah terendah sejak Januari 2000.
Selanjutnya, untuk
year on year
(y-on-y), data BPS juga menunjukkan pada Februari 2025 terjadi deflasi sebesar 0,09 persen.
Secara berturut-turut, di Januari dan Februari 2025, terjadi deflasi sebesar 0,76 persen dan 0,48 persen, sehingga total akumulasi deflasi awal tahun sampai akhir Februari 2025 sebesar 1,24 persen.
Deflasi di dua bulan sebelum Lebaran 2025 menunjukkan penurunan permintaan terhadap barang dan jasa pada Januari dan Februari 2025.
Penurunan permintaan barang dan jasa tersebut disebabkan penurunan pendapatan masyarakat secara umum di Januari dan Februari 2025.
Penurunan pendapatan menyebabkan masyarakat tidak mampu membeli barang dan jasa dalam jumlah yang sama seperti saat situasi normal.
Kedua, terjadinya badai PHK sejak awal Januari sampai pertengahan Maret 2025. Di Jawa Tengah, setelah resmi tutup per 1 Maret 2025 akibat pailit, PT Sritex Group melakukan PHK terhadap 10.669 karyawan.
Kasus ini mendapat perhatian publik karena Sritex adalah pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara. Bangkrutnya Sritex juga menyebabkan tutupnya para pelaku usaha (bisnis) lain yang terkait dengannya, sehingga menambah signifikan jumlah pengangguran.
Di Banten, PT Adis Dimension Footwear telah memutuskan hubungan kerja dengan 1.500 karyawan, sedangkan PT Victory Ching Luh sedang dalam proses PHK terhadap 2.000 karyawan.
Di Jawa Barat, PT Sanken Indonesia melakukan PHK sebanyak 450 pekerja, PT Yamaha Music Indonesia merumahkan 1.100 pekerja, PT Tokai Kagu Indonesia mem-PHK sebanyak 100 pekerja, PT Danbi International merumahkan sekitar 2.079 pekerja, dan PT Bapintri melakukan PHK sebanyak 267 pekerja.
Badai PHK ini menyebabkan masyarakat kehilangan penghasilannya sehingga menyebabkan daya beli menurun. Kemampuan masyarakat untuk membeli barang dan jasa berkurang karena adanya penurunan pendapatan akibat PHK massal.
Dampaknya adalah permintaan terhadap barang dan jasa di sekitar Lebaran berkurang, sehingga kondisi ekonomi di sekitar Lebaran mengalami pelemahan.
Ada beberapa langkah yang perlu segera dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) agar pelemahan ekonomi di sekitar Lebaran tidak berubah menjadi krisis ekonomi.
Langkah pertama, pemerintah harus berhenti membuat kebijakan kontroversial dan kembali fokus pada upaya meningkatkan daya beli masyarakat.
Kebijakan efisiensi anggaran negara yang kontroversial dan kebablasan perlu ditinjau ulang. Efisiensi anggaran negara yang akan digunakan untuk mendanai BPI Danantara tidak akan menciptakan lapangan kerja baru.
Jumlah PHK justru akan terus bertambah jika efisien anggaran negara tetap dilakukan secara berlebihan dan tanpa konsep jelas.
Sejatinya, efisiensi anggaran negara akan berdampak pada penurunan pengeluaran pemerintah. Sementara penurunan pengeluaran pemerintah justru menyebabkan pengurangan lapangan kerja.
Pemerintah juga harus fokus untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui program-program yang pro kepada sektor riil.
Misalnya, pemerintah bekerjasama dengan bank-bank BUMN meningkat alokasi dana Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2025 dari yang awalnya memiliki target penyaluran Rp 300 triliun menjadi Rp 600 triliun.
Program KUR ditujukan mendukung UMKM dengan pinjaman bunga rendah dan fokus pada sektor produksi.
Peran pemerintah dalam program KUR adalah memberikan subsidi bunga bagi UMKM yang menerima KUR. Dana untuk subsidi bunga ini diambil dari APBN.
Sementara peran bank-bank BUMN sebagai penyedia dana pinjaman dan agen yang menyalurkan KUR kepada UMKM.
Dengan mengoptimalkan program KUR diharapkan pertumbuhan usaha (bisnis) di sektor UMKM akan meningkat sehingga tercipta banyak lapangan kerja di sektor UMKM.
Dengan demikian, akan terjadi peningkatan pendapatan masyarakat dan penguatan ekonomi secara nasional yang ditopang oleh penguatan bisnis sektor UMKM,
Langkah kedua adalah pemerintah harus memperbaiki iklim usaha dan melindungi industri dalam negeri yang padat karya.
Pemerintah perlu menciptakan iklim bisnis yang kondusif bagi perusahaan dan pelaku usaha.
Untuk itu, pemerintah perlu memberikan kepastian atas kebijakan publik yang diambilnya, mempermudah birokrasi, mengurangi tingkat korupsi, dan memberantas pungutan liar yang dilakukan ormas dan oknum pemerintahan.
Dengan iklim bisnis yang semakin baik, para pengusaha akan tetap mau berbisnis di Indonesia dan tidak merelokasi pabriknya ke luar negeri, yang dapat menyebabkan PHK.
Pemerintah perlu merevisi peraturan yang memperlonggar masuknya barang-barang impor. Permendag No.8/2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor, yang memperlonggar ketentuan masuknya produk-produk impor dari luar negeri, harus direvisi.
Harus dibuat aturan yang memperketat masuknya barang-barang impor terutama untuk barang-barang yang bisa diproduksi di dalam negeri secara massal, seperti produk tekstil, untuk melindungi industri dalam negeri.
Dengan demikian, industri dalam negeri yang padat karya akan terselamatkan dari kebangkrutan, dan ancaman krisis ekonomi dapat dicegah.
Langkah ketiga adalah Bank Indonesia (BI) perlu menurunkan BI Rate.Terjadinya deflasi dua bulan berturut-turut, yakni di Januari dan Februari 2025 sebesar 0,76 persen dan 0,48 persen, seharusnya dapat menjadi dasar bagi BI menurunkan BI rate sebesar 25 basis poin ke level 5,50 persen.
Apalagi target inflasi tahun 2025 sebesar 1,5 - 3,5 persen. Tanpa menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin ke level 5,50 persen pada April 2025, hampir tidak mungkin BI dapat mencapai target inflasi 1,5 – 3,5 persen.
Dengan menurunkan BI Rate diharapkan tingkat bunga simpanan dan tingkat bunga kredit perbankan akan turun, sehingga mendorong masyarakat meningkatkan pinjaman ke perbankan yang dipakai untuk meningkatkan konsumsi dan investasi.
Hal ini akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga sektor riil akan kembali bergerak lebih cepat.
Kembali bangkitnya sektor riil akan dapat menciptakan lapangan kerja baru, sehingga pendapatan masyarakat akan meningkat dan ekonomi mengalami penguatan.
Dan jika hal ini terjadi, maka ancaman terjadinya krisis ekonomi di Indonesia tahun 2025 akan menghilang.
Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (100%)