Sentimen
Negatif (99%)
25 Mar 2025 : 06.28
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Bekasi, Sukabumi

Tokoh Terkait
Abdul Haris

Abdul Haris

"Jagoan Cikiwul" dan ASN Palsu di Bekasi Kena Batunya gara-gara THR Megapolitan 25 Maret 2025

25 Mar 2025 : 06.28 Views 11

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

"Jagoan Cikiwul" dan ASN Palsu di Bekasi Kena Batunya gara-gara THR
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        25 Maret 2025

"Jagoan Cikiwul" dan ASN Palsu di Bekasi Kena Batunya gara-gara THR Editor BEKASI, KOMPAS.com - Kasus permintaan tunjangan hari raya (THR) dengan modus berbeda kembali mencuat di Bekasi, Jawa Barat. Dua kasus "Jagoan Cikiwul" dan ASN gadungan menunjukkan upaya ilegal meraup keuntungan jelang hari raya yang berujung pada konsekuensi hukum. Kasus pertama terjadi di Bantargebang, Kota Bekasi, di mana seorang pria bernama Suhada alias "Jagoan Cikiwul" ditangkap setelah mengancam akan menutup akses jalan ke sebuah pabrik plastik. Kapolsek Bantargebang, Kompol Sukadi, mengonfirmasi penangkapan Suhada di Sukabumi, Jawa Barat, pada Kamis (20/3/2025) malam. "Yang bersangkutan sudah ditangkap di Sukabumi kemarin (Kamis) maghrib," ujar Sukadi, Jumat (21/3/2025). Sebelum ditangkap, Suhada sempat merilis video permintaan maaf. Ia membantah meminta THR dan mengklaim hanya mengajukan proposal bantuan untuk pembagian takjil selama Ramadan. "Saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Saya mengaku salah karena saya mengaku seorang Jagoan Cikiwul," kata Suhada. Namun, polisi menemukan bahwa proposal tersebut memang diajukan untuk permintaan THR dan ditandatangani Ketua LSM GMBI Bantargebang berinisial M. Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Binsar Hatorangan Sianturi, menyebut Suhada dan rekan-rekannya telah menyebarkan puluhan proposal serupa ke berbagai perusahaan. "Pengakuan mereka puluhan, tapi nanti kita pastikan jumlahnya," ujar Binsar. Akibat perbuatannya, Suhada dijerat Pasal 335 KUHP tentang pengancaman dengan ancaman hukuman hingga sembilan tahun penjara. Kasus lain terjadi di Pasar Induk Cibitung, Kabupaten Bekasi. Seorang pria bernama Sodri, yang mengenakan seragam ASN Pemkab Bekasi, kedapatan meminta THR kepada pedagang pasar. Aksi itu terekam dalam video yang viral di media sosial. Dalam rekamannya, Sodri tampak mengenakan seragam ASN lengkap dengan lambang Pemkab Bekasi dan kartu identitas. Ia meminta uang Rp 200.000 per lapak dengan dalih retribusi keamanan. "Pemda, retribusi keamanan dan retribusi," ucapnya dalam rekaman video yang diunggah akun TikTok @hany_9428, Senin (24/3/2025). Pedagang yang merekam video tersebut mengungkap bahwa Sodri sudah meminta uang dengan cara serupa selama empat tahun. "Ini ngakunya dari pemda, ini lihat ada kuitansinya untuk pembayaran Agus Sodri," ujar pedagang tersebut. Namun, Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi, Gatot Purnomo, membantah bahwa Sodri adalah ASN. Ia menegaskan bahwa Sodri hanyalah pegawai pemungut retribusi di bawah UPTD Pengelolaan dan Pembinaan Pasar Wilayah II Pasar Induk Cibitung. "Saudara Sodri, pelaku yang meminta THR, bukan merupakan pegawai pemda atau ASN maupun PPPK di UPTD Pasar Cibitung," tegas Gatot. Polisi kemudian menangkap Sodri bersama rekannya, Samsul (48), pada Senin (24/3/2025) dini hari. "Iya sudah, lengkapnya nanti," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, Kompol Onkoseno Grandiarso Sukahar. Selain menetapkan keduanya sebagai tersangka, polisi juga memasukkan dua rekan mereka, Agus dan Doko, dalam daftar pencarian orang (DPO). Dalam penangkapan ini, polisi menyita uang tunai Rp 250.000, kuitansi, rekaman video, kartu identitas, dan seragam dinas Pemkab Bekasi. Sodri dan Samsul dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan kekerasan, dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Kedua kasus ini menunjukkan pola serupa, yakni memanfaatkan momen menjelang Lebaran untuk mencari keuntungan dengan cara ilegal. Baik Suhada dengan dalih proposal takjil maupun Sodri dengan kedok ASN, keduanya akhirnya harus berhadapan dengan hukum akibat tindakan mereka. Kasus ini menjadi pengingat bahwa praktik pemerasan dengan modus apa pun, baik mengatasnamakan organisasi maupun instansi pemerintah, tidak bisa dibenarkan dan dapat ditindak tegas oleh aparat penegak hukum. (Reporter: Baharudin Al Farisi, Achmad Nasrudin Yahya | Editor: Dani Prabowo, Abdul Haris Maulana)  Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (99.9%)