Sentimen
Negatif (100%)
24 Mar 2025 : 12.51
Informasi Tambahan

Event: Ramadhan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Malang, Senayan

Kasus: kekerasan seksual, pembunuhan

Demo Malang Ricuh, Kekerasan Seksual dan Ancaman Pembunuhan ke Massa, Medis, dan Jurnalis Dilaporkan - Halaman all

24 Mar 2025 : 12.51 Views 3

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Regional

Demo Malang Ricuh, Kekerasan Seksual dan Ancaman Pembunuhan ke Massa, Medis, dan Jurnalis Dilaporkan - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Aksi demonstrasi penolakan terhadap UU TNI di depan Gedung DPRD Kota Malang, Minggu (23/3/2025), berakhir ricuh dan memicu kekerasan yang melibatkan massa aksi, aparat keamanan, serta tim medis dan jurnalis.

Aliansi Suara Rakyat (ASURO) melaporkan adanya kekerasan seksual dan ancaman pembunuhan terhadap massa, tim medis, dan jurnalis, menambah daftar pelanggaran berat hak asasi manusia dalam aksi tersebut.

Kronologi Kericuhan

Demo yang awalnya berlangsung damai berubah ricuh sekitar pukul 18.34 WIB. Massa aksi mulai melemparkan petasan ke arah Gedung DPRD Kota Malang, yang kemudian berlanjut ke arah aparat yang berjaga.

Situasi semakin memanas ketika massa menjebol pagar sisi utara gedung dan membakar pos jaga.

Aparat keamanan, yang terdiri dari polisi dan TNI, merespons dengan menggunakan semprotan air dan alat pemukul untuk membubarkan massa.

Kericuhan ini berlangsung hingga sekitar pukul 18.50 WIB, ketika situasi mulai terkendali. Namun, dampaknya cukup serius: 6-7 massa aksi dilarikan ke rumah sakit, 10 orang dilaporkan hilang kontak, dan 3 orang diamankan oleh petugas.

Kekerasan terhadap Massa, Tim Medis, dan Jurnalis

Dalam rilis resminya, Aliansi Suara Rakyat (ASURO) menyebut adanya kekerasan fisik dan verbal yang dialami tidak hanya oleh massa aksi, tetapi juga oleh tim medis, jurnalis, dan pendamping hukum.

"Sejumlah massa aksi ditangkap, dipukul, dan mendapatkan ancaman. Tim medis, pers, dan pendamping hukum yang bersiaga di Halte Jalan Kertanegara juga mendapati pemukulan, kekerasan seksual, dan ancaman pembunuhan (verbal)," ungkap ASURO.

Selain itu, sejumlah gawai massa aksi dan alat kelengkapan medis dilaporkan dirampas oleh aparat. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang proporsionalitas tindakan aparat dalam menangani demo.

Korban dari Aparat

Di sisi lain, aparat keamanan juga mengalami korban. Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto, mengungkapkan bahwa 7 personel (6 polisi dan 1 TNI) mengalami luka-luka selama kericuhan.

"Ada 7 personel yang terluka. Terdiri dari 6 anggota polisi dan satu orang TNI," kata Yudi.

Tuduhan Kekerasan Seksual dan Ancaman Pembunuhan

Tuduhan kekerasan seksual dan ancaman pembunuhan yang dilayangkan oleh ASURO menjadi sorotan utama. Jika terbukti benar, ini merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang harus ditindak tegas.

"Kami mengecam keras tindakan kekerasan terhadap tim medis dan jurnalis yang seharusnya dilindungi selama demo. Ini adalah pelanggaran terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia," tegas perwakilan ASURO.

Respons Aparat dan Upaya Penanganan

Setelah kericuhan, aparat keamanan melakukan penyisiran di sekitar lokasi demo, termasuk di Jalan Kertanegara, Balai Kota Malang, Jalan Suropati, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Pajajaran.

Aparat yang berpakaian lengkap dan membawa alat pemukul terlihat memukul mundur massa yang berusaha menyelamatkan diri.

Meskipun situasi telah terkendali, insiden ini meninggalkan pertanyaan tentang apakah tindakan aparat proporsional atau justru berlebihan.

Masyarakat menuntut transparansi dan pertanggungjawaban atas kekerasan yang terjadi.

Diuji Materi ke MK

Tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang TNI yang baru saja disahkan DPR RI pada Kamis (20/3/2025) kemarin.

Kuasa hukum para pemohon yang juga mahasiswa FHUI, Abu Rizal Biladina, mengatakan gugatan mereka dilayangkan karena dinilai ada kecacatan prosedural dalam revisi UU TNI.

"Alasan kami menguji itu karena kami melihat ada kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Jadi, sehingga ya kami menyatakan bahwasanya Undang-Undang tersebut inkonstitusional secara formal," kata Rizal saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

Ada lima pokok permohonan atau petitum yang dilayangkan para pemohon.

 Pertama, meminta MK mengabulkan seluruh permohonan.

Kedua, menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

 "Lalu yang ketiga, itu tentunya kami meminta bahwasanya Undang-Undang tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD 1945," imbuhnya.

Keempat, mereka meminta agar MK menghapus norma baru dalam UU TNI yang baru disahkan dan mengembalikan norma lama sebelum terjadinya revisi.

"Kelima, seperti biasa memerintahkan keputusan dimuat ke dalam berita negara," kata Rizal. Rizal juga menjawab strategi mereka yang menggugat UU TNI meskipun beleid tersebut belum memiliki nomor atau belum diundangkan.

Rizal percaya, meskipun saat ini obyek gugatan belum memiliki nomor, masih ada waktu koreksi atau perbaikan yang diberikan oleh MK.

Misalnya, waktu registrasi berjalan 5-10 hari, kemudian sidang pendahuluan 1 hari, dan sidang perbaikan 14 hari.

"Jadi total lebih dari 30 hari. Sedangkan UU a quo (UU TNI yang baru) pada tanggal 20 Maret disahkan oleh DPR, maka 30 hari wajib diundangkan (diberikan nomor)," katanya.

Di waktu yang sempit itu, mereka akan memperjelas obyek gugatan dan berharap MK menerima gugatan mereka.

Adapun tujuh mahasiswa dan dua penasihat hukumnya tersebut merupakan para mahasiswa aktif FHUI.

Para pemohon adalah

Muhammad Alif Ramadhan,

Namoradiarta Siahaan,

Kelvin Oktariano,

M. Nurrobby Fatih,

Nicholas Indra Cyrill Kataren,

Mohammad Syaddad Sumartadinata,

dan Yuniar A. Alpandi.

Kuasa hukum mereka adalah Abu Rizal Biladina dan Muhammad.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah resmi mengesahkan Revisi UU (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi Undang-Undang (UU).

Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).

Diketahui, RUU TNI yang ditolak banyak pihak ini mencakup perubahan empat pasal, yakni Pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 15 soal tugas pokok TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit, serta Pasal 47 berkait dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.

Sentimen: negatif (100%)