Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: IAIN, UIN
Tokoh Terkait
Nasib Karier Dosen PPPK
Espos.id
Jenis Media: Kolom

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajamen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) membuka semangat para dosen yang mengabdi lama di perguruan tinggi untuk ambil bagian dalam alih status kepegawian menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Seiring berjalannya waktu, sampai saat ini nasib dosen PPPK penuh ketidakpastian. Ini mencakup dosen PPPK di perguruan tinggi swasta (PTS) yang sekarang dialihstatuskan menjadi perguruan tinggi negeri (PTN) atau dosen PPPK yang sejak awal berada di perguruan tinggi negeri (PTN).
Nasib serupa dirasakan dosen di bawah Kementerian Agama, yaitu dosen di perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN), seperti UIN, IAIN, dan STAIN. Dosen PPPK di PTKIN sebagian besar berasal dari dosen tetap bukan pegawai negeri sipil atau dosen non-PNS.
Pengangkatan dosen bukan PNS berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Dosen Bukan PNS di Perguruan Keagamaan Negeri dan Dosen Tetap di Perguruan Keagamaan Swasta.
Status dosen bukan PNS di PTKIN didapatkan melalui seleksi ketat. Dosen bukan PNS merupakan dosen berkualitas secara akademik karena dijaring melalui seleksi yang diselenggarakan kampus.
Dosen bukan PNS yang diangkat pada 2016 mayoritas pada 2023 punya status jabatan akademik lektor dan lektor kepala serta sebagian besar telah menyelesaikan studi doktoral. Dosen bukan PNS dapat menduduki jabatan struktural di kampus dan menjalankan tugas utama tridarma perguruan tinggi.
Pada 2022, dosen tetap bukan PNS yang mengabdi kurang lebih tujuh tahun dialihstatuskan menjadi dosen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Mereka harus mengikuti seleksi pada lowongan asisten ahli dengan kualifikasi akademik S2.
Jabatan fungsional sebagian besar dosen tetap bukan PNS adalah lektor dan lektor kepala serta bergelar doktor. Melalui seleksi yang ketat akhirnya 797 dosen PTKIN seluruh Indonesia lolos seleksi PPPK. Mereka adalah dosen PPPK angkatan pertama di PTKIN.
Nasib dosen PPPK adalah status jabatan akademik yang sebelumnya lektor/lektor kepala turun menjadi asisten ahli. Gelar akademik yang diakui magister, padahal sudah doktor. Status jabatan akademik yang disandang dosen PPPK sangat merugikan karier.
Dosen PPPK tidak dapat menjadi ketua peneliti pada klaster penelitian tertentu, tidak dapat menempati jabatan struktural ketua jurusan sampai jabatan tertinggi di kampus, tidak dapat menjadi ketua sidang ujian skrispsi, tidak bisa menjadi asesor, tidak mendapat kesempatan studi lanjut dan mendapatkan beasiswa S3.
Banyak dampak merugikan secara akademik bagi dosen PPPK. Sampai saat ini penyetaraan jabatan fungsional yang dijanjikan belum juga terealisasi. Kesedihan dosen PPPK di lingkungan PTKIN ditambah surat dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada Oktober 2024 tentang penjelasan rekomendasi tunjangan fungsional dosen dan pengembangan bagi PPPK.
Dosen PPPK dapat naik pangkat ke posisi lebih tinggi, namun harus mengikuti dan lulus seleksi PPPK dalam jabatan fungsional dengan jenjang yang tebih tinggi. Hal tersebut sangat tidak masuk akal.
Menjadi dosen lewat seleksi, tetapi harus mengikuti seleksi lagi untuk mendapatkan jabatan akademik lebih tinggi. Dosen PPPK akan menjadi guru besar harus menunggu seleksi PPPK untuk lowongan guru besar. Ironis.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 mengatur pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Memberikan hak yang sama bagi PNS dan PPPK berupa pengembangan diri. Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 44 Tahun 2024 belum bisa dijadikan acuan pengembangan karier dosen PPPK.
Dosen PPPK masih dianggap pegawai ASN dengan status kontrak. Dosen PPPK yang mengabdi bertahun-tahun di kampus belum diakui masa kerjanya. Pemerintah harus memastikan masa kerja dan kualifikasi dosen sebelum diangkat PPPK diakui.
Dosen PPPK telah megadukan nasib mereka melalui Lapor Mas Wapres via Whatsapp sejak 11 November 2024, tetapi sampai hari ini belum ada tindak lanjut dari pemerintah. Mereka juga mengadukan nasib kepada Komisi V DPR melalui fraksi-fraksi partai politik, tetapi sampai saat ini belum ada rapat atau sidang khusus membahas nasib dosen PPPK.
Pemerintah lupa dosen adalah tenaga profesional yang mengembangkan pendidikan melalui tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen bukan buruh pabrik yang bisa lepas kontrak begitu saja.
Dosen berperan penting mencerdaskan kehidupan bangsa. Dosen PPPK hanya sebagai buruh intelektual yang dimanfaatkan negara tanpa jaminan sosial yang pasti. Perumusan kebijakan pegawai ASN PPPK perlu melibatkan civitas academica dan dosen PPPK.
Ini supaya perumusan kebijakan bersumber pada aspirasi akar rumput sehingga tidak ada lagi diskriminasi dan ketidakadilan pada dosen PPPK. Dosen PPPK memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama dengan dosen PNS, tetapi tidak memiliki hak yang sama dengan PNS dalam karier akademik.
Dosen PPPK di PTKIN telah bekerja sembilan tahun, yaitu tujuh tahun sebagai dosen tetap bukan PNS, pada 2016-2023, ditambah dua tahun, pada 2023-2025, sebagai dosen PPPK. Pengabdian cukup panjang, tetapi sampai saat ini dosen PPPK angkatan pertama, diangkat pada 2023, masih berstatus asisten ahli.
Dosen PPPK berharap ada kepastian pengembangkan kompetensi, kenaikan pangkat, dan jabatan struktural sehingga dosen PPPK dapat berkontribusi optimal mengembangkan pendidikan di Indonesia dan tidak ada hambatan menjalankan tridarma perguruan tinggi.
Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK perlu dilakukan untuk memberikan keamanan karier bagi dosen PPPK atau pemerintah mengalihstatuskan dosen PPPK menjadi PNS.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 Maret 2025. Penulis adalah dosen Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta)
Sentimen: neutral (0%)