Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Lenteng Agung
Tokoh Terkait

Amran Sulaiman

Budi Santoso
Minyakita Seliter ''Disunat'', Pengamat Duga Produsen Melakukannya karena Biaya Produksi Tinggi - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Ekonomi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan ini, publik sedang diramaikan soal minyak goreng Minyakita yang dijual dengan kemasan seliter, ternyata setelah dituangkan isinya ke gelas ukur, takarannya kurang dari itu.
Dari video yang viral di media sosial, Minyakita kemasan seliter tersebut ternyata isinya hanya sebesar 750 mililiter.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga menemukan hal serupa ketika melakukan sidak ke Pasar Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Sabtu (8/3/2025).
Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, menduga para produsen memangkas isi Minyakita karena harga bahan baku yang sudah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyakita sebesar Rp 15.700 per liter.
"Mengapa ada perusahaan menyunat isi Minyakita? Dugaan saya karena biaya pokok produksi sudah jauh melampaui HET," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, dikutip Senin (10/3/2025).
Ia mengatakan, harga bahan baku minyak goreng sawit, yakni minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), dalam negeri selama enam bulan terakhir tercatat sebesar Rp 15 ribu - 16 ribu per kg.
Dengan angka konversi CPO ke minyak goreng 68,28 persen dan 1 liter setara 0,8 kg, untuk memproduksi Minyakita seharga Rp 15.700/liter, dibutuhkan biaya hingga Rp 13.400/kg.
Itu baru dari bahan baku CPO. Produsen masih perlu memperhitungkan biaya pengolahan, distribusi, dan margin keuntungan usaha.
"Kalau ketiga komponen itu diperhitungkan, sudah barang tentu harga CPO harus lebih rendah lagi," ujar Khudori.
Artinya, dengan tingkat harga CPO saat ini dan keharusan produsen Minyakita menjual ke Distributor 1 (D1) maksimal sebesar Rp13.500/liter, Khudori menyebut produsen sudah pasti akan merugi.
"Pengusaha mana yang kuat jika terus merugi? Usaha mana yang sustain bila harus jual di bawah harga produksi?" ucap Khudori.
Maka dari itu, kata dia, produsen akan menjual Minyakita sesuai HET, tetapi mengorbankan kualitasnya, yaitu dengan menyunat isi kemasan.
Produsen bisa saja menjual dengan tidak mengorbankan kualitas atau menyunat isinya, tetapi harga jualnya akan berada di atas HET.
"Keduanya berisiko dan melanggar aturan, tapi kalau aturan yang ada tidak memungkinkan usaha eksis dan sustain tanpa melanggar aturan, yang patut disalahkan pengusaha atau pembuat regulasi? Atau keduanya?" kata Khudori.
Kejadian Lama
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, mengatakan kasus MinyaKita yang tak sesuai takaran dan dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah kasus lama.
Ia mengatakan pihaknya pernah melaporkan produsen MinyaKita, PT Navyta Nabati Indonesia, telah dilaporkan ke polisi terkait penumpukan barang.
"Sebenarnya produsen itu (PT Navyta Nabati Indonesia) juga pernah kita (tindak) yang penumpukan barang, jadi itu mungkin video lama (MinyaKita tidak sesuai takaran)" ungkap Budi dalam video Kompas.com yang tayang pada Minggu (9/3/2025).
"Sudah kita laporkan juga ke polisi," imbuhnya.
Menurut Budi, MinyaKita yang tak sesuai takaran, kini sudah tidak lagi beredar di pasaran.
Mengenai MinyaKita yang dijual di atas HET, Budi juga membantahnya.
Ia menyebut harga jual MinyaKita saat ini sudah sesuai HET, yaitu Rp15.700 per liter.
"Dan itu sudah nggak ada (MinyaKita yang takarannya tidak sesuai), sudah nggak beredar lagi."
"(Harga) normal (untuk) satu liter, HET-nya Rp15.700," kata Budi.
Diketahui, PT Navyta Nabati Indonesia disegel pada Januari 2025, karena melakukan pelanggaran dalam distribusi MinyaKita.
Sementara itu, sebelumnya, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengklaim pihaknya juga menemukan MinyaKita yang tidak sesuai takaran.
Saat melakukan inspeksi terkait ketersediaan sembilan bahan pokok, Andi menemukan ada kemasan MinyaKita satu liter yang hanya berisi 750-800 mililiter.
Tak hanya itu, Andi juga menemukan MinyaKita dijual di atas HET yang sudah ditetapkan.
"Kami temukan MinyaKita dijual di atas HET. (Seharusnya HET) Rp15.700, tapi dijual Rp18.000," ujar Andi di Pasar Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu (8/3/2025).
"Kemudian (kemasan satu liter) isinya tidak cukup satu liter, hanya 750, 800 mL," lanjut dia.
Atas temuan itu, Andi meminta produsen MinyaKita, PT Artha Eka Global, diproses.
Apabila PT Artha Eka Global terbukti melakukan kecurangan dalam memproduksi MinyaKita, kata Andi, maka akan dilakukan penyegelan, bahkan penutupan.
"Jadi kami minta PT-nya ini, PT Artha Eka Global, kami minta diproses, kalau terbukti (curang), disegel, ditutup," pungkasnya.
Selain PT Artha Eka Global, dua produsen lainnya yang juga disinggung adalah Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN) dan PT Tunasagro Indolestari.
Satgas Pangan Polri Langsung Sita
Terkait temuan MinyaKita yang tak sesuai takaran, Satgas Pangan Polri langsung melakukan penyitaan.
Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, yang juga menemani Andi Amran Sulaiman saat inspeksi di Pasar Lenteng Agung, mengatakan pihaknya bakal melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus MinyaKita ini.
"Atas temuan dugaan ketidaksesuaian antara label kemasan dan isi tersebut, telah dilakukan langkah-langkah berupa penyitaan barang bukti dan proses penyelidikan, serta penyidikan lebih lanjut," urai Helfi dalam keterangannya, Minggu, dikutip dari Wartakotalive.com.
Ia juga membenarkan, MinyaKita yang tak sesuai takaran itu ditemukan berasal dari tiga produsen, termasuk PT Artha Eka Global.
"Tiga mereka MinyaKita yang diproduksi tiga produsen berbeda, ukurannya tidak sesuai dengan yang tercantum di dalam label kemasan," kata Helfi.
"Hasil pengukuran sementara dalam label tercantum 1 liter, ternyata hanya berisikan 700 hingga 900 mililiter," imbuh dia.
Sentimen: negatif (98.4%)