Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Doha, Kairo
Demi Takut-takuti Hamas, Israel Putus Aliran Listrik di Gaza, Tuntut Pembebasan Sandera - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Setelah melakukan pemblokiran bantuan kemanusiaan, kini Israel memutus aliran listrik ke Gaza.
Menteri Energi Israel, Eli Cohen, menandatangani perintah resmi yang memerintahkan perusahaan listrik Israel Electric Corporation (IEC) untuk menghentikan pasokan listrik yang tersisa ke daerah kantong tersebut.
Dikutip dari Quds News Network, perintah tersebut tidak menyebutkan kapan aliran listrik akan dipadamkan.
Laporan menunjukkan, tindakan tersebut bersifat segera dan tidak terbatas.
Israel mengklaim pemadaman listrik tersebut merupakan taktik tekanan terhadap gerakan perlawanan Hamas.
Hal ini bertepatan dengan terus terhambatnya negosiasi pertukaran tahanan oleh Israel.
Israel menolak untuk memasuki fase kedua dari perjanjian gencatan senjata yang telah ditandatanganinya.
Mesir, Qatar, dan AS menjadi penengah perjanjian tersebut.
"Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza," kata Eli Cohen, dikutip dari CNN.
Sementara itu, Juru Bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan tindakan tersebut tidak akan banyak memberikan dampak praktis mengingat adanya pembatasan sebelumnya.
Namun, ia mengkritiknya sebagai "perilaku yang menegaskan niat pendudukan untuk melanjutkan perang genosida terhadap Gaza, melalui penggunaan kebijakan kelaparan, yang jelas-jelas mengabaikan semua hukum dan norma internasional."
Politikus sayap kanan Israel, Itamar Ben Gvir, menyambut baik langkah terbaru kementerian energi, dan mendesak pemerintah untuk bertindak lebih jauh lagi.
"Jalur Gaza harus segera ditutup total selama masih ada satu sandera Israel yang ditahan di sana," kata Ben Gvir.
"Israel harus mengebom depot bahan bakar besar yang memasuki Jalur Gaza sebagai bagian dari kesepakatan yang tidak menguntungkan itu, serta generator yang dioperasikan oleh Hamas," lanjutnya.
Berita itu muncul bahkan saat pembicaraan mengenai gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan yang rapuh antara Israel dan Hamas sedang berlangsung.
Kesepakatan Gencatan Senjata
Utusan Amerika Serikat (AS) untuk sandera, Adam Boehler, mengatakan pertemuan dengan Hamas di Ibu Kota Qatar, Doha "sangat membantu".
Ia meyakini kesepakatan pembebasan sandera bisa tercapai dalam beberapa minggu lagi.
Boehler mengatakan dia memahami "kekhawatiran" Israel, AS telah mengadakan pembicaraan dengan kelompok itu, tetapi mengatakan dia telah berusaha untuk memulai kembali negosiasi yang "rapuh" tersebut.
"Pada akhirnya, saya rasa itu adalah pertemuan yang sangat membantu," katanya, dikutip dari Al Arabiya.
"Saya rasa sesuatu dapat terwujud dalam beberapa minggu. Saya rasa ada kesepakatan di mana mereka dapat membebaskan semua tahanan, bukan hanya orang Amerika," lanjutnya.
Boehler mengisyaratkan adanya kemungkinan perundingan lebih lanjut dengan para militan.
"Anda tidak pernah tahu. Anda tahu terkadang Anda berada di area tersebut dan Anda mampir," ungkapnya.
Di sisi lain, delegasi Hamas juga telah tiba di Kairo, Mesir, hari Jumat, untuk membahas kesepakatan gencatan senjata dan mendorong kemungkinan fase kedua perjanjian tersebut.
Sementara, Israel mengatakan pada hari Sabtu, mereka telah "menerima undangan" dari mediator yang didukung AS untuk mengirim delegasi Israel ke Doha pada hari Senin.
Sebuah sumber Israel mengatakan kepada CNN, Israel "memberikan kesempatan pada negosiasi" sebelum kembali bertempur di Gaza.
Sebanyak 59 sandera diperkirakan masih berada di Gaza, lebih dari separuhnya diperkirakan telah tewas, menurut Kantor Perdana Menteri Israel.
Lima dari 59 sandera adalah warga negara Amerika Israel, hanya satu di antaranya – Edan Alexander – yang masih hidup.
Pada hari Minggu, pejabat senior Hamas, Taher Al Nunu, mengatakan pihaknya tidak menentang pembebasan Alexander sebagai bagian dari negosiasi untuk mengakhiri perang.
Hamas telah menyampaikan pesan itu kepada pejabat AS selama pembicaraan baru-baru ini yang difokuskan pada penerapan perjanjian sementara yang bertujuan mengakhiri perang, kata Al Nunu.
(*)
Sentimen: positif (88.9%)