Sentimen
Jalan Hancur, Warga Perbatasan RI-Malaysia di Krayan Andalkan Pesawat Perintis Regional 9 Maret 2025
Kompas.com
Jenis Media: Regional
/data/photo/2025/03/09/67cd866bd8217.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
Jalan Hancur, Warga Perbatasan RI-Malaysia di Krayan Andalkan Pesawat Perintis Tim Redaksi NUNUKAN, KOMPAS.com – Jalan rusak di dataran tinggi Krayan , Nunukan, Kalimantan Utara, membuat aktivitas sosial dan ekonomi di perbatasan RI-Malaysia terhenti. Warga di pelosok Nusantara ini tidak bisa berbelanja kebutuhan pokok dan terpaksa mengandalkan pesawat perintis sebagai satu-satunya moda transportasi yang tersedia. “Pemerintah Kecamatan Krayan Selatan mengajukan permohonan ke pihak MAF (Mission Aviation Fellowship). Kami tidak bisa lagi lewat darat. Itu pun untuk menuju bandara, kami harus berjuang mati-matian melewati jalanan yang semuanya berubah menjadi lumpur akibat musim hujan yang terus terjadi,” ujar Camat Krayan Selatan, Oktafianus Ramli, Minggu (9/3/2025). Pesawat MAF melayani penerbangan dari Bandara Buduk Sia di Long Layu menuju Bandara Long Bawan, Krayan Induk, yang merupakan ibu kota dari lima kecamatan di Krayan. Permohonan layanan pesawat perintis berkapasitas 7 penumpang ini didasarkan pada kondisi jalan yang tidak bisa dilalui serta kebutuhan akan pasokan pangan. Penerbangan hanya membutuhkan waktu sekitar 9 menit dengan tarif Rp 350.000 per orang. “Pihak MAF mengabulkan permohonan masyarakat. Setiap Jumat dijadwalkan penerbangan ke Long Bawan. Kemarin saya ikut penerbangan perdana,” tutur Oktafianus. Untuk menuju Krayan Selatan dan kecamatan lain di Krayan, warga harus menghadapi jalan utama yang berubah menjadi lumpur tebal. Bahkan, kendaraan gardan ganda sekalipun harus ditarik mobil lain agar bisa melintas. Jarak yang biasanya bisa ditempuh dalam 4 jam kini memakan waktu hingga dua hari, dengan warga terpaksa menginap di hutan. “Inilah yang mendasari kami memohon pelayanan transportasi udara. Bagaimana jika ada warga yang sakit dalam kondisi kritis? Tanpa akses transportasi, nyawa mereka terancam,” ujarnya. Saat ini, warga Krayan hanya bisa mengandalkan pasokan sembako dari Krayan Induk, yang lokasinya lebih dekat dengan Malaysia. Harga barang kebutuhan di Krayan Induk juga lebih murah dibandingkan di Krayan Selatan. Perbedaan harga sembako antara kedua wilayah ini bisa mencapai Rp 20.000 per item “Kalau semen dan LPG, harganya sangat jauh berbeda. LPG 14 kg di Krayan Induk seharga Rp 400.000, sedangkan di Krayan Selatan bisa mencapai Rp 1 juta. Semen juga begitu,” katanya. Sudah hampir dua bulan warga Krayan terisolasi dan hanya bisa bertahan dengan hasil pertanian lokal. Bahkan, akses udara yang menjadi harapan satu-satunya pun terancam terganggu akibat kerusakan landasan pacu. Beruntung, perbaikan landasan pacu Bandara Buduk Sia telah dimulai, memberikan sedikit harapan bagi warga. “Untungnya di Krayan Selatan ada Bandara Tang La’an di Pa’Upan sebagai alternatif. Jadi, masyarakat kami bergotong royong memperbaiki landasan pacu di Tang La’an sambil menunggu perbaikan landasan pacu Buduk Sia,” ungkapnya. Meskipun landasan Bandara Tang La’an lebih pendek, yakni sekitar 700 meter dibandingkan Buduk Sia yang mencapai 900 meter, pihak MAF memastikan pesawat masih bisa mendarat dengan aman. Perbaikan runway melibatkan banyak elemen masyarakat serta dukungan dari MAF, baik dalam hal pembiayaan maupun material. “Runway itu diuruk dan dilapisi dengan tanah khusus berpasir agar pesawat bisa mendarat dengan mulus tanpa tergelincir. Saat ini, bandara di Krayan Selatan masih menggunakan landasan tanah liat,” jelas Oktafianus. Dua bandara di Krayan Selatan, yakni Bandara Buduk Sia di Long Layu dan Bandara Tang La’an di Pa’Upan, dibangun sekitar tahun 1970 sebagai bagian dari program regrouping desa dan misi kemanusiaan bagi warga di pedalaman Indonesia. Di Long Layu terdapat lima desa, sementara di wilayah Pa’Upan terdapat delapan desa. Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (79.9%)