Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Doha, New York, Tel Aviv, Washington
Kasus: mayat, Teroris
Tokoh Terkait
Seputar Perundingan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

Seputar Pembicaraan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu
TRIBUNNEWS.COM - Gedung Putih, Rabu (5/3/2025) mengonfirmasi kalau seorang utusan Amerika Serikat (AS) berbicara langsung dengan pihak gerakan Palestina, Hamas.
Pembicaraan itu dilaporkan untuk mengamankan pembebasan sandera Amerika yang ada di tangan Hamas.
Hal ini menandai perubahan kebijakan Washington yang telah melabeli Hamas sebagai organisasi teroris.
Di sisi lain, pembicaraan langsung AS-Hamas ini membuat pihak Israel resah dan berbau 'cemburu' karena merasa tidak diberitahu secara jelas oleh pihak Washington.
Namun, Gedung Putih menyatakan, Israel sudah diberitahui akan pembicaraan langsung AS dengan Hamas ini.
"Israel telah diajak berkonsultasi mengenai masalah ini, dan lihatlah, dialog dan pembicaraan dengan orang-orang di seluruh dunia untuk melakukan apa yang terbaik bagi kepentingan rakyat Amerika adalah sesuatu yang menurut Presiden adalah jal benar, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menuturkan kepada wartawan.
Bagi banyak kalangan, kesediaan AS berunding dengan organisasi yang sudah mereka labeli sebagai 'organisasi teroris' adalah hal langka.
Dalam kasus Hamas, terakhir kali AS berunding dengan gerakan perlawanan Palestina itu adalah 28 tahun silam.
"Pemerintahan Donald Trump mengadakan pembicaraan rahasia dengan Hamas, menandai komunikasi langsung pertama dengan kelompok Palestina itu sejak 1997," demikian laporan Axios Kamis (6/3/2025), mengutip dua sumber yang mendapat informasi mengenai pembicaraan tersebut.
Diskusi AS-Hamas dilaporkan fokus pada pembebasan tawanan Amerika yang ditahan Hamas di Gaza, dan kemungkinan kesepakatan yang lebih luas untuk mengakhiri perang.
Utusan presiden AS untuk urusan penyanderaan Adam Boehler memimpin perundingan dari pihak AS, yang berlangsung di Doha, Qatar.
Laporan tersebut mengatakan bahwa perundingan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya karena AS telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris pada tahun 1997.
Selain membebaskan tawanan Amerika, pembicaraan tersebut mencakup pembahasan kesepakatan yang lebih luas untuk membebaskan semua tawanan yang tersisa dan mencapai gencatan senjata jangka panjang – menurut sumber tersebut.
Ada 59 tawanan yang ditahan Hamas di Gaza setelah fase pertama gencatan senjata yang rapuh berakhir.
Intelijen Israel mengatakan hanya 22 yang masih hidup.
Lima warga Amerika masih ditawan Hamas. Edan Alexander yang berusia 21 tahun diyakini masih hidup.
Status sisa sandera lainnya masih belum pasti.
TEMUI SANDERA ISRAEL- Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan para sandera Israel yang dibebaskan Hamas di Gedung Putih pada 6 Maret 2025. Trump lalu mengeluarkan ultimatum ke Hamas setelah pertemuan ini. (RNTV/TangkapLayar) Trump Temui Para Mantan Sandera
Terkait situasi itu, Presiden AS, Donald Trump dilaporkan bertemu dengan para tawanan yang dibebaskan di Gedung Putih di tengah pembicaraan rahasia AS-Hamas
Mantan tawanan yang pernah ditahan di Gaza bertemu dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada Rabu.
Pada kesempatan itu, Trump mendengarkan langsung cerita dari para mantan sandera Hamas tentang penahanan.
Trump kemudian menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan pembebasan sandera tersisa Israel yang masih ada di tangan Hamas.
Menurut pernyataan dari Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt, Trump "mendengarkan dengan saksama kisah-kisah memilukan dari para sandera."
Para mantan sandera, pada gilirannya, mengungkapkan rasa terima kasih atas usahanya. "Para sandera berterima kasih kepada Presiden Trump atas usahanya yang gigih untuk membawa semua sandera pulang," tambah Leavitt.
Delegasi mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas tersebut antara lain Iair Horn, Omer Shem Tov, Eli Sharabi, Keith Siegel, Aviva Siegel, Naama Levy, Doron Steinbrecher, dan Noa Argamani.
Setelah pertemuan tersebut, Trump dilaporkan mengeluarkan pesan tegas kepada Hamas, dengan menyatakan, "ini adalah peringatan terakhir," sebagaimana dilaporkan oleh Ynet.
AGRESI - Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar) Israel Gelisah Tak Diberitahu AS Secara Langsung
Pembicaraan langsung rahasia antara pemerintahan AS dan Hamas, yang menandai komunikasi pertama antara AS dan kelompok Palestina tersebut sejak 1997, ini rupanya membuat Israel resah.
Berbau kecemburuan, menurut New York Times, Israel mengetahui pembicaraan AS-Hamas ini melalui saluran tidak langsung.
Artinya, laporan mengindikasikan kalau Israel tidak diberitahu langsung oleh AS, melainkan melalui pihak ketiga.
"Sementara Gedung Putih menyatakan bahwa Israel diajak berkonsultasi mengenai pembicaraan tersebut, sumber-sumber Israel menyatakan kalau mereka diberi tahu dengan cara yang berbeda," tulis laporan yang dilansir RNTV, Kamis.
Diskusi AS-Hamas ini, yang dipimpin oleh Adam Buehler, utusan Trump untuk urusan tawanan, berlangsung di Qatar tetapi gagal menghasilkan terobosan langsung.
Akan tetapi, sumber-sumber mengindikasikan kalau "para pihak (baik AS maupun Hamas) tetap membiarkan pintu terbuka (peluang negosiasi dan pembicaraan lanjutan."
The Wall Street Journal melaporkan kalau kontak awal antara AS dan Hamas terjadi sebulan lalu di Doha, di mana Buehler meminta pembebasan tawanan Amerika.
Sebagai tanggapan, Hamas membebaskan warga negara Amerika Sagi Dekel Chen pada tanggal 15 Februari.
Meskipun hukum AS melarang negosiasi dengan organisasi teroris yang ditunjuk, dan Amerika Serikat secara resmi menggolongkan Hamas sebagai salah satu organisasi teroris, pengecualian memungkinkan utusan Presiden untuk urusan tawanan untuk terlibat dalam diskusi yang bertujuan untuk mengamankan pembebasan warga negara Amerika.
Israel telah menanggapi dengan keprihatinan atas keterlibatan Washington dengan Hamas.
Pihak Tel Aviv menyiratkan, pembicaraan AS-Hamas tanpa memberitahu Israel secara langsung, menimbulkan pertanyaan tentang implikasi dari pembicaraan ini mengingat keselarasan yang erat antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Trump.
Artinya, ketidaktransparanan AS ke Israel berbanding terbalik dengan keakraban yang ditunjukkan Trump dan Netanyahu.
Sapaan dan Ancaman Trump ke Hamas Saat Israel Cemburu
Seolah mengerti kegelisahan Israel, setelah bertemu dengan para mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas, Trump mengeluarkan ultimatumnya kepada Hamas.
Trump mengunggah pesan di platform media sosialnya, Truth Social, pada Kamis malam, yang ditujukan kepada Hamas, menuntut pembebasan segera para tawanan dan pemulangan jenazah orang-orang yang diduga dibunuh oleh kelompok tersebut.
"Shalom Hamas, yang berarti Halo dan Selamat Tinggal — Anda dapat memilih. Bebaskan semua Sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan semua mayat orang-orang yang telah Anda bunuh, atau semuanya BERAKHIR bagi Anda," tulis Trump.
Trump mengkritik Hamas karena menyimpan mayat orang-orang yang terbunuh, dengan mengatakan, "Hanya orang sakit dan bejat yang menyimpan mayat, sedangkan kalian sakit dan bejat!"
Ia menegaskan kalau Israel akan menerima semua dukungan yang diperlukan untuk "menyelesaikan pekerjaan,".
Trump menyatakan, "Saya akan mengirimkan semua yang dibutuhkan Israel untuk menyelesaikan pekerjaan, tidak ada satu pun anggota Hamas yang akan selamat jika kalian tidak melakukan apa yang saya katakan."
Dalam postingannya, Trump juga menyebutkan pertemuannya dengan mantan sandera yang menurut Trump para mantan sandera itu hidupnya telah hancur.
Ia mengeluarkan peringatan terakhir kepada pimpinan Hamas, mendesak mereka untuk meninggalkan Gaza: "Sekaranglah saatnya untuk meninggalkan Gaza, selagi Anda masih memiliki kesempatan."
Berbicara kepada rakyat Gaza, Trump memperingatkan, "Masa depan yang indah menanti, tetapi tidak jika Anda menyandera. Jika Anda melakukannya, Anda MATI! Buatlah keputusan yang CERDAS." Ia mengakhiri dengan ultimatum yang tegas: "BEBASKAN SANDERA SEKARANG, ATAU AKAN ADA HUKUMAN YANG HARUS DIBAYAR NANTI!"
Postingan Trump menandai peningkatan retorika yang signifikan, yang mencerminkan ketegangan yang sedang berlangsung seputar negosiasi pembebasan sandera dan konflik Gaza yang berlangsung di tengah ketidakpastian gencatan senjata.
Berikut sapaan dan ancaman Trump ke Hamas secara lengkap di platform Truthsocial:
“Shalom Hamas” means Hello and Goodbye - You can choose. Release all of the Hostages now, not later, and immediately return all of the dead bodies of the people you murdered, or it is OVER for you. Only sick and twisted people keep bodies, and you are sick and twisted! I am sending Israel everything it needs to finish the job, not a single Hamas member will be safe if you don’t do as I say. I have just met with your former Hostages whose lives you have destroyed. This is your last warning! For the leadership, now is the time to leave Gaza, while you still have a chance. Also, to the People of Gaza: A beautiful Future awaits, but not if you hold Hostages. If you do, you are DEAD! Make a SMART decision. RELEASE THE HOSTAGES NOW, OR THERE WILL BE HELL TO PAY LATER!
DONALD J. TRUMP, PRESIDENT OF THE UNITED STATES OF AMERICA
Respons Hamas Atas Ultimatum Trump
Hamas kemudian menanggapi ancaman Presiden AS Donald Trump pada Kamis, yang disebutnya sebagai "ultimatum" tersebut.
Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Ancaman-ancaman ini memperumit masalah yang terkait dengan perjanjian gencatan senjata dan mendorong pemerintah Pendudukan Israel untuk menghindari pemenuhan kewajibannya."
Qassem menjelaskan bahwa kesepakatan yang dimediasi oleh Washington itu menguraikan pembebasan tahanan Palestina dalam tiga tahap.
Ia menambahkan kalau Hamas telah menyelesaikan bagiannya pada tahap pertama, sementara Tel Aviv telah menghindari tahap kedua.
Qassem menekankan, "Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah AS adalah menekan Pendudukan Israel untuk memulai negosiasi tahap kedua sebagaimana yang diuraikan dalam perjanjian gencatan senjata."
Sementara itu, juru bicara Hamas lainnya, Abdel Latif Al-Qanou, mengatakan kepada Kantor Berita Sawa, "Ancaman berulang Trump terhadap rakyat kami mendukung upaya Perdana Menteri "Israel" Netanyahu untuk menarik kembali perjanjian dan mengintensifkan pengepungan dan kelaparan terhadap rakyat kami."
Al-Qanou melanjutkan, "Cara terbaik untuk mengamankan pembebasan tawanan "Israel" yang tersisa adalah dengan melibatkan pendudukan dalam negosiasi tahap kedua dan bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian, yang dimediasi oleh pihak ketiga."
Ancaman-ancaman Donald Trump ini muncul di saat yang sensitif, dengan Hamas menegaskan kembali komitmennya untuk memenuhi perjanjian gencatan senjata dan mendesak Tel Aviv untuk melaksanakan semua ketentuannya.
Kelompok tersebut menyerukan para mediator untuk memulai tahap kedua negosiasi, yang mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza dan penghentian total agresi.
(oln/rntv/*)
Sentimen: negatif (100%)