Sentimen
Negatif (100%)
24 Feb 2025 : 22.31
Informasi Tambahan

Kasus: pelecehan seksual

Kumpulan Kesaksian Sandera Ketika Ditahan Hamas, dari Pelecehan Seksual, Penyiksaan, Hingga Kelaparan

24 Feb 2025 : 22.31 Views 27

Medcom.id Medcom.id Jenis Media: Ekonomi

Kumpulan Kesaksian Sandera Ketika Ditahan Hamas, dari Pelecehan Seksual, Penyiksaan, Hingga Kelaparan

Jakarta: Gencatan senjata yang dimulai pada Januari 2025 telah membawa secercah harapan di tengah konflik panjang antara Israel dan Hamas. Sebagai bagian dari kesepakatan, puluhan sandera Israel dibebaskan oleh Hamas, termasuk perempuan dan anak-anak.
 
Namun, di balik kebebasan tersebut tersimpan kisah-kisah menyayat hati dari para sandera yang menceritakan pengalaman mereka selama dalam penahanan Hamas.
  Kisah Chen dan Agam Goldstein-Almog

Foto: Agam (kiri) dan Ibunya. (Via Times of Israel)


Chen Goldstein-Almog, 48 tahun, dan putrinya Agam, 17 tahun, mengalami 51 hari penuh ketakutan dan trauma sebagai sandera Hamas. Pada pagi serangan 7 Oktober 2023, keluarga mereka diserang di rumahnya di Kibbutz Kfar Aza.
 
Sang suami, Nadav, dan putri tertua, Yam, ditembak mati di depan mata mereka sebelum Chen, Agam, dan dua putra mereka, Gal (11 tahun) dan Tal (9 tahun), diculik ke Gaza.

Dalam wawancara dengan Channel 12 News, Chen mengingat rasa takut yang melumpuhkan ketika para militan Hamas menerobos pintu rumah mereka. “Saya sangat takut, dan saat mereka berteriak di depan pintu, saya merasa itu adalah akhir hidup saya,” ujar Agam.
 
Dalam perjalanan singkat ke Gaza, Chen menyaksikan tubuh-tubuh korban diangkut ke dalam kendaraan yang sama, memperdalam rasa trauma mereka.
 
Selama penahanan, Chen dan Agam hidup di terowongan bawah tanah sebelum dipindahkan ke sebuah apartemen. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang keras, sering kali berpindah tempat di tengah malam untuk menghindari serangan udara Israel.
 
Agam mengungkapkan bahwa dia takut menjadi korban pelecehan seksual setelah mendengar ancaman dari para penjaga yang mengatakan dia akan dinikahkan di Gaza.
 
“Itu adalah hal pertama yang saya takutkan,” katanya, menggambarkan ketakutan yang terus menghantuinya.
 
Meskipun para penjaga terkadang mencoba menciptakan ilusi kepedulian, Chen menyebut perhatian ini tidak lebih dari manipulasi psikologis.
 
Salah satu penjaga memberi Agam julukan “Salsabil,” yang berarti “air tawar” dalam bahasa Arab. Namun, Chen menegaskan, “Kami sangat berharga bagi mereka. Segala kebaikan mereka hanyalah untuk memastikan kami tetap hidup.”
 
Chen juga menyampaikan kesaksian bahwa para sandera lain mengalami perlakuan yang tidak manusiawi selama penahanan. Beberapa sandera perempuan, terutama yang masih muda, menjadi korban pelecehan seksual.
 
Chen menyebutkan bahwa ia bertemu dengan perempuan muda berusia 19 tahun yang telah ditahan selama 50 hari dan mengalami penyiksaan fisik dan emosional. “Mereka dilukai, dilecehkan, beberapa bahkan mengalami cedera fisik yang parah,” ungkapnya.
 
Dalam sebuah klip dokumenter yang diproduksi oleh Sheryl Sandberg, Agam menggambarkan bagaimana sandera perempuan tersebut mengalami pelecehan seksual oleh seorang penjaga Hamas di bawah ancaman senjata.
 
“Dia mulai menciumnya, dan dia mulai menangis,” ungkap Goldstein-Almog. “Kemudian dia melepaskan semua pakaiannya dan menyentuh seluruh tubuhnya.”
 
“Dia mulai menangis, dan saya menangis bersamanya,” ungkap Agam. Perempuan itu dipaksa untuk patuh saat penjaga tersebut mengancamnya dengan senjata dan menyerangnya secara fisik dan emosional selama setengah jam.
 
“Keesokan harinya, dia dipindahkan ke lokasi lain dan tidak pernah bertemu penjaga itu lagi,” tambah Agam.
 
Para sandera pria juga tidak luput dari penyiksaan. Beberapa di antaranya dilaporkan mengalami pemukulan dan siksaan mental yang terus-menerus. Meskipun mereka berada dalam kondisi yang sama, Chen menggambarkan betapa para sandera ini tetap berusaha saling memberikan dukungan moral.
 
Setelah dibebaskan, Chen dan Agam menerima konfirmasi melalui radio bahwa Nadav dan Yam telah meninggal, sebuah kenyataan pahit yang sulit diterima.
 
Saat kembali ke Israel, mereka disambut dengan tangis haru oleh komunitas mereka, tetapi kebebasan tersebut tidak menghapus luka mendalam yang mereka bawa.
 
“Kami kehilangan ayah dan saudara kami. Rasanya sulit untuk melanjutkan hidup tanpa mereka,” kata Chen. Agam menambahkan, “Jika sebelumnya saya percaya ada kesempatan untuk berdamai, sekarang saya kehilangan semua keyakinan itu.”

Empat Sandera yang Baru Dibebaskan

Foto: Sandera Israel Liri Albag (ke-2 dari kiri), Karina Ariev, Daniella Gilboa, dan Naama Levy melambaikan tangan di atas panggung sebelum para anggota Hamas menyerahkan mereka kepada tim Palang Merah di Kota Gaza pada 25 Januari 2025. (AFP)


Pada 25 Januari 2025, empat tentara perempuan Israel — Karina Ariev (20), Daniella Gilboa (20), Naama Levy (20), dan Liri Albag (19) — dibebaskan oleh Hamas setelah 477 hari dalam penahanan.
 
Mereka sebelumnya diculik saat serangan Hamas ke pangkalan Nahal Oz pada 7 Oktober 2023. Serangan ini menewaskan 15 tentara pengawas dan menyebabkan trauma mendalam bagi para sandera yang selamat.
 
Pembebasan mereka dimulai dengan sebuah acara yang diatur oleh Hamas di alun-alun Gaza. Dengan mengenakan seragam militer tiruan dan membawa “tas hadiah”, mereka diarak di atas panggung di depan kerumunan besar warga Gaza dan anggota Hamas bersenjata.
 
Wajah mereka tampak tersenyum dan melambaikan tangan, kemudian mengucapkan terima kasih kepada Hamas atas perlakuan mereka selama ditahan.
 
Namun, Setelah kembali ke Israel, mereka menggambarkan kondisi yang mengerikan selama penahanan. Mereka harus bertahan tanpa makanan dalam beberapa periode, bahkan terkadang dipaksa memasak dan membersihkan untuk para penjaga mereka.
 
Beberapa dari mereka juga tidak mendapatkan akses mandi atau perawatan medis yang memadai, bahkan untuk luka yang dialami saat penculikan. Namun, mereka tetap berusaha memberikan dukungan satu sama lain di tengah kondisi yang sulit.
 
Salah satu dari mereka, Liri Albag, diakui sebagai pemimpin kelompok dan sering berbicara kepada penjaga atas nama kelompok. Naama Levy, seorang atlet triatlon, menjaga kesehatan fisik dan mentalnya dengan berolahraga bersama sandera lain.
 
Mereka juga menyebutkan bahwa mereka sering mendengar radio dan melihat berita televisi tentang perjuangan masyarakat Israel yang mendukung pembebasan mereka, yang menjadi sumber kekuatan selama masa penahanan.
 
Meskipun para sandera bersyukur bisa kembali, mereka menyatakan keprihatinan atas sandera lain yang belum dibebaskan, termasuk rekan mereka, Agam Berger, yang masih ditahan.
 
“Kami menunjukkan kepada mereka bahwa kami tidak takut. Kami lebih kuat dari mereka,” ujar salah satu dari mereka kepada keluarga dan teman-teman setelah pembebasan mereka kepada Kan TV News.
  Sandera-Sandera Lainnya
Foto: Hersh Goldberg-Polin, satu tangan tampak buntung. (Brigade Qassam)
 
Yocheved Lifshitz, seorang lansia berusia 85 tahun yang telah dibebaskan, menggambarkan kondisi penyanderaan yang keras dan penuh trauma.
 
Dia mengungkapkan bahwa beberapa sandera, termasuk dirinya, ditempatkan dalam jaringan terowongan bawah tanah tanpa ventilasi dan hanya menerima makanan seadanya seperti roti pita.
 
Hersh Goldberg-Polin, seorang warga Amerika-Israel berusia 23 tahun, dilaporkan kehilangan satu tangan akibat serangan awal sebelum ditahan. Jenazahnya ditemukan pada Agustus 2024 di terowongan Gaza bersama lima sandera lain yang dieksekusi oleh Hamas.
 
Adapun Devora Cohen, bibi dari Eitan Yahalomi yang berusia 12 tahun, mengatakan bahwa Eitan dipukuli oleh warga Gaza dan dipaksa menonton video kekejaman pada 7 Oktober.
 
Selama 16 hari pertama penahanannya, ia ditempatkan dalam isolasi; setelah satu bulan, ia bergabung dengan kelompok sandera lain dari kibbutz asalnya, yang dikenalnya. Setiap kali Eitan atau anak lainnya menangis, mereka diancam dengan senjata agar diam.
 
Selain itu, sandera-sandera lainnya termasuk pekerja asing seperti Jimmy Pacheco, warga Filipina yang menceritakan pengalaman bertahan hidup dengan air asin dan roti kecil setiap hari.
 
Para pekerja Thailand yang disandera melaporkan perlakuan lebih baik dibandingkan sandera Yahudi-Israel, namun tetap menghadapi kondisi minim makanan dan ancaman fisik.
 
Kesaksian para sandera memberikan gambaran mendalam tentang penderitaan yang dialami selama konflik ini.
 
Sementara gencatan senjata dan pembebasan sandera membawa secercah harapan, kisah-kisah ini juga menegaskan kompleksitas konflik Israel-Hamas yang terus berlangsung.
 
Seperti yang diungkapkan oleh Agam, “Kami tidak akan pernah memaafkan, dan kami tidak akan pernah melupakan.”
 
Baca Juga:
Dibebaskan, 4 Tentara Wanita Israel Sampaikan Terima Kasih atas Perlakuan Hamas di Tahanan
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(SUR)

Sentimen: negatif (100%)