Sentimen
Negatif (100%)
11 Feb 2025 : 19.51
Informasi Tambahan

Kasus: kebakaran, korupsi, nepotisme, pembunuhan

Tokoh Terkait
Christensen

Christensen

Indeks Persepsi Korupsi 2024: Korupsi Bunuh Iklim dan Demokrasi - Halaman all

11 Feb 2025 : 19.51 Views 100

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Internasional

Indeks Persepsi Korupsi 2024: Korupsi Bunuh Iklim dan Demokrasi - Halaman all

Di tengah gelombang panas, banjir dan kebakaran hutan yang semakin merajalela, upaya perlindungan iklim melewatkan salah satu hambatan paling signifikan, budaya koropsi yang kian menjamur.

Indeks Persepsi Korupsi, CPI, Transparency International untuk tahun 2024 menemukan bahwa di banyak negara, penyuapan dan penyalahgunaan kekuasaan sangat menghambat perlindungan iklim.

Dengan pemanasan global yang rutin memecahkan rekor, terkikisnya demokrasi, dan menurunnya perlindungan iklim global, dunia berada dalam posisi yang "terdesak", menurut studi tersebut.

"Kita perlu segera mengatasi korupsi sampai ke akar-akarnya sebelum korupsi benar-benar menggagalkan upaya iklim yang signifikan," tulis Direktur Eksekutif Transparency International Maíra Martini dalam laporan CPI. Dia menyerukan kepada pemerintah dan organisasi dunia untuk mengembangkan mekanisme antirasuah sebagai bagian integral dari strategi perlindungan iklim.

"Saat ini, kekuatan korup tidak hanya mengendalikan politik, tetapi juga mendikte dan melemahkan demokrasi, membungkam jurnalis, aktivis, dan semua orang yang memperjuangkan kesetaraan dan keberlanjutan," kata Martini.

Korupsi perparah krisis iklim

Ketahanan iklim menuntut tindakan tegas terhadap koruptor. "Semua orang yang rentan di seluruh dunia sangat membutuhkan tindakan ini.”

Dalam laporannya, Transparency mengutip sejumlah kasus, di antaranya di AS, di mana industri minyak dan gas mengucurkan jutaan dolar AS untuk memperlambat transisi energi terbarukan.

Penyalahgunaan dana iklim sebaliknya tercatat di Rusia, ketika dana hibah dari dana lingkungan UNDP untuk efisiensi energi menghilang tanpa hasil. Di Libya, dana perawatan infrastruktur ditilap, yang berujung pada bencana jebolnya dua bendungan dan tewasnya lebih dari 11.000 orang.

Di Indonesia, yang mendarat di peringkat 99 dari 180 negara, sektor energi dinilai sarat korupsi dan konflik kepentingan, yang melibatkan kongkalikong antara pelaku usaha dan pejabat negara.

Proyek Rempang Eco City, misalnya, digerakkan oleh kekuasaan dan investasi asing dengan mengorbankan hak warga lokal dan mengancam lingkungan, tulis Transparency dalam laporannya.

Struktur kepemilikan perusahaan yang kompleks dan keterlibatan perusahaan cangkang di negara surga pajak semakin menyulitkan penanggulangan korupsi.

"Di seluruh dunia, masyarakat menuntut pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim. Namun, suara mereka berulang kali diredam oleh kekuatan korup, perusahaan minyak dan gas yang mengambil untung dari kerusakan lingkungan," kritik Mads Christensen, Direktur Eksekutif Greenpeace International, dalam Indeks Persepsi Korupsi untuk tahun 2024.

Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan uang suap "untuk membungkam para kritikus dan aktivis, membeli kekuasaan, dan mempereteli upaya perlindungan bagi manusia dan planet."

Penyalahgunaan kekuasaan sebagai normalitas

Dalam Indeks Persepsi Korupsi, Transparency International memeringkat 180 negara berdasarkan tingkat korupsi di sektor publik: pada skala nol atau sangat korup hingga 100 poin alias tidak ada korupsi.

Menurut CPI 2024, lebih dari dua pertiga negara di dunia berada di bawah skor rata-rata 50 poin. "Implikasinya sangat besar dan berpotensi merusak bagi aksi iklim global." Korupsi berdampak terhadap hampir 6,8 miliar orang, yang setara dengan 85 persen populasi dunia.

Negara dengan persepsi korupsi terburuk tahun lalu adalah Sudan Selatan, Somalia, Venezuela, Suriah, Libya, Eritrea, Yaman dan Guinea Khatulistiwa.

Di Asia Tenggara, CPI mencatat perbaikan signifikan dalam pengentasan korupsi di Timor Leste dan Vietnam. Namun begitu, tahun lalu Vietnam mencatat sebanyak 32 proyek pembangunan energi surya terindikasi korupsi.

Singapura dan Malaysia merupakan dua negara dengan tingkat persepsi korupsi terbaik di Asia Tenggara. Adapun Brunei Darussalam sudah tidak lagi disurvei sejak beberapa tahun lalu. Terakhir kali muncul di Indeks Persepsi Korupsi tahun 2020, negeri kesultanan itu mendarat di peringkat ke-35 dari 180 negara.

Lebih dari seribu aktivis lingkungan hidup dibunuh

Transparency International juga menyoroti korban manusia dari upaya menghentikan kerusakan lingkungan dan krisis iklim. Aktivis konservasi dan lingkungan, yang sering berada di garda terdepan dalam perjuangan melawan krisis iklim, menjadi korban terbesar upaya intimidasi, kekerasan, dan bahkan pembunuhan.

Maraknya pembunuhan terhadap pegiat merupakan risiko yang sangat besar di negara-negara dengan masalah korupsi yang serius: "Hampir semua dari 1.013 pembunuhan aktivis lingkungan sejak 2019 terjadi di negara-negara dengan skor CPI di bawah 50," demikian menurut catatan Indeks Persepsi Korupsi.

CPI menyoroti kontras yang mencolok antara negara-negara dengan tingkat keadilan sosial dan demokrasi yang tinggi, dan negara-negara dengan rezim yang represif dan otoriter.

Ketika struktur demokrasi dirusak, korupsi seringkali merajalela, kata Brice Böhmer, kepala departemen iklim dan lingkungan di Transparency International, kepada DW. "Secara rata-rata, demokrasi memiliki kinerja yang lebih baik pada Indeks Persepsi Korupsi dibandingkan dengan rezim hibrida dan otoriter. Demokrasi yang terkonsolidasi memiliki skor rata-rata 73 dari 100 poin, sedangkan rezim otoriter hanya memiliki skor 29."

Eskalasi korupsi dalam skala global

Menurut François Valérian, direktur Transparency International, korupsi adalah "salah satu penyebab utama kemunduran demokrasi, ketidakstabilan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

"Masyarakat internasional harus menjadikan perang melawan korupsi sebagai prioritas utama. Hal ini penting untuk melawan otoritarianisme dan mengamankan dunia yang damai, bebas, dan berkelanjutan," kata dia.

Sejak diluncurkan pada tahun 1995, Indeks Persepsi Korupsi telah menjadi tolak ukur kinerja sebuah negara dalam menanggulangi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Transparency Internasional menilai 180 negara dan wilayah berdasarkan persepsi korupsi di sektor publik. Indeks ini didasarkan pada data dari 13 sumber eksternal, termasuk Bank Dunia, Forum Ekonomi Dunia, firma konsultan swasta, lembaga pemikir, dan lembaga swadaya masyarakat.

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

Sentimen: negatif (100%)