Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Ramadhan
Kab/Kota: Tegal
Kasus: kasus suap, korupsi, Narkoba
Partai Terkait
Tokoh Terkait

Harun Masiku

Kusnadi
Terungkap Hendy Kurniawan yang Disebut Halangi Penangkapan Harun Masiku Adalah Eks Penyidik KPK - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Nasional

TRIBUNNEWS.COM - Hendy Febrianto Kurniawan yang disebut menghalangi penangkapan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ternyata merupakan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat itu berpangkat AKBP.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, yakni Maqdir Ismail.
Tindakan Hendy yang sekarang berpangkat Kombes itu sebelumnya disinggung oleh Tim Biro Hukum KPK ketika menjelaskan detik-detik lolosnya Harun Masiku dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 lalu, dalam sidang praperadilan melawan Hasto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
“Bagaimanapun juga yang disebut-sebut oleh pihak KPK itu adalah mantan penyidik KPK yang bernama Hendy Kurniawan,” kata Maqdir saat ditemui awak media di PN Jaksel, Jumat (7/2/2025), dilansir Kompas.com.
Maqdir pun menjelaskan, Hendy saat itu merupakan salah satu saksi yang dia hadirkan saat mendampingi perkara eks Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan.
Sebagai mantan penyidik KPK, kata Maqdir, Hendy mengetahui bagaimana kinerja penyidik lembaga antirasuah.
“Beliau menerangkan bagaimana tidak baiknya, tidak profesionalnya cara penyidikan yang dilakukan KPK ketika itu,” ujar Maqdir.
Selain itu, Maqdir menyebut penyidik KPK atau siapapun tidak bisa masuk begitu saja ke lingkungan PTIK.
Pasalnya, sebagai lembaga pendidikan di bawah institusi kepolisian, tentu mereka memiliki ketentuan dan prosedur yang berlaku bagi orang yang hendak masuk.
Apabila tim KPK saat itu memang memiliki iktikad baik, mereka bisa menjelaskannya kepada pimpinan PTIK.
“Bukan dengan cara seolah-olah masuk warung tegal mau makan langsung makan, ini soal etika kita dalam melaksanakan sebagai penegak hukum,” tutur Maqdir.
Sebelumnya, nama AKBP Hendy disebut dalam sidang praperadilan itu berawal dari tim biro hukum KPK mengatakan bahwa oknum polisi yang menangkap hingga memerintahkan petugasnya untuk tes urine narkoba diduga merupakan orang suruhan dari Hasto.
Tak hanya ditangkap, petugas KPK saat itu juga diketahui sampai diminta lakukan tes urine narkoba oleh segerombolan orang yang dipimpin oleh seorang perwira menengah (pamen) Polri bernama AKBP Hendy.
"Pada saat petugas termohon membuntuti dan akan melakukan tangkap tangan, petugas termohon malah diamankan oleh beberapa orang atau tim lain yang diduga merupakan suruhan Pemohon di PTIK tersebut," kata anggota tim biro hukum KPK, Kharisma Puspita Mandala di PN Jaksel, Kamis (6/2/2025).
Lebih lanjut, Kharisma menjelaskan, sekira pukul 20.00 WIB, tim penyidik KPK yang berjumlah lima orang ditangkap oleh segerombolan orang pimpinan AKBP Hendy Kurniawan di PTIK.
Akibat keadaan itu, petugas pun kemudian gagal melakukan OTT terhadap Harun Masiku dan Hasto.
"Tim termohon yang terdiri atas lima orang ditangkap oleh segerombolan orang dibawah pimpinan AKBP Hendy Kurniawan."
"Sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan Pemohon tidak bisa dilakukan," ujarnya.
Proses penangkapan tak berhenti disitu, dalam peristiwa tersebut, petugas KPK juga dilakukan penggeledahan oleh gerombolan orang tersebut.
Bahkan, mereka tim biro hukum juga mendapat kekerasan verbal dan fisik yang diduga dilakukan oleh AKBP Hendy.
Selain itu, barang-barang milik tim biro hukum juga diambil paksa.
"Alat komunikasi dan beberapa barang milik petugas termohon tersebut diambil paksa," jelasnya.
Penangkapan itu terus berlanjut hingga dini hari atau keesokan harinya yakni pukul 04.55 WIB.
Sepanjang waktu tersebut, petugas KPK terus dimintai keterangan oleh anak buah AKBP Hendy, bahkan sampai dicari-cari kesalahannya.
"Dengan cara tes urine narkoba namun hasilnya negatif. Dan baru dilepas setelah dijemput oleh Direktur Penyidikan Termohon," pungkasnya.
Sebagai informasi, Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR sejak Januari 2020 lalu, karena diduga menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Namun, selama lima tahun terakhir, keberadaan Harun Masiku belum diketahui.
Pada akhir 2024, KPK kemudian menetapkan Hasto dan pengacara PDIP, Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru dalam kasus ini.
Sebelumnya, Hasto bersama eks kader PDIP Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumatera Selatan (Sumsel).
Dalam kasus ini, Hasto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas dua kasus dugaan korupsi.
Pertama adalah kasus dugaan suap terkait PAW anggota DPR RI, kedua merupakan kasus dugaan merintangi penyidikan perkara Harun Masiku.
Dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto disebut mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.
KPK juga menemukan bukti bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu guna meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR berasal dari Hasto.
Sementara itu, dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto disebut memerintahkan seseorang untuk menghubungi Harun Masiku agar merendam ponsel dalam air dan melarikan diri.
Selain itu, sebelum diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku, Hasto disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan lembaga antirasuah.
Hasto juga diduga mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan/Wahyu Aji) (Kompas.com)
Sentimen: negatif (99.8%)