Sentimen
Negatif (94%)
27 Jan 2025 : 18.30
Informasi Tambahan

Event: Isra Miraj

Kab/Kota: bandung, Bogor, Cianjur

Kasus: Kemacetan

Tokoh Terkait

Di Balik Macet Puncak Bogor, Ada Berkah bagi Pedagang Asongan Bandung 27 Januari 2025

27 Jan 2025 : 18.30 Views 93

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Di Balik Macet Puncak Bogor, Ada Berkah bagi Pedagang Asongan
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        27 Januari 2025

Di Balik Macet Puncak Bogor, Ada Berkah bagi Pedagang Asongan Tim Redaksi BOGOR, KOMPAS.com - Kemacetan di jalur wisata Puncak Bogor, Jawa Barat, saat libur panjang Isra Miraj dan Imlek akhir Januari 2025, ternyata membawa berkah tersendiri bagi para pedagang asongan . Mereka tampak bersemangat, menyemarakkan keriuhan kendaraan yang memasuki kawasan wisata Puncak Bogor-Cianjur. Mulyanto (54), seorang pedagang asongan, terlihat sibuk menggendong dan memilah dagangannya, yang terdiri dari tahu, telur puyuh, dan buah manisan. Besi yang dililit bungkus makanan menjadi alat tempurnya untuk mencari nafkah keluarga. Setiap hari, pria yang akrab disapa Mul ini menempuh perjalanan berkilo-kilo meter dengan berjalan kaki dari arah Gadog, Ciawi menuju area perkebunan teh dekat Atta'wun atau Puncak Pass. Dengan semangat tinggi, Mul berangkat pagi-pagi dan segera menghadapi antrean kendaraan yang menuju Puncak. Ia cekatan mengusung barang dagangannya dan menyelip melewati mobil-mobil yang terjebak dalam antrean. Usahanya tak sia-sia; pengendara mobil mulai memanggil untuk membeli tahu dan telur puyuh yang ia tawarkan. "Kalau saya jualan itu cari titik-titik macet lewat maps, jadi disamperin. Ngejar macet sampai Atta'wun sana. Ya kadang nebeng mobil pickup." "Kalau pakai motor nanti susah, risikonya kan motor ditinggal nanti hilang. Enakan nebeng. Tapi ada juga teman yang pakai motor," ungkapnya saat diwawancarai Kompas.com. Mul bersyukur karena kemacetan di jalur wisata ini memberikan peluang baginya untuk mendapatkan uang ratusan ribu rupiah. Dalam satu hari, ia mengaku mampu mengantongi keuntungan hingga Rp 150.000, dan selama libur panjang, pendapatannya bisa mencapai Rp 400.000. Daya beli masyarakat yang meningkat turut berkontribusi pada keberuntungannya. "Hanya satu jam saja, saya bisa mendapatkan Rp 80.000. Bahkan, bisa lebih dari jumlah itu. Sebab, tak jarang ada pengendara baik yang memberi uang secara cuma-cuma atau tak mau menerima kembalian dari saya," ujar Mul. Pendapatan tersebut cukup untuk menghidupi tiga anaknya, bahkan salah satu anaknya sudah lulus kuliah dan bekerja. Meskipun demikian, ia tetap berjuang menghadapi tantangan cuaca yang kadang panas dan hujan. "(Macet membawa berkah) Alhamdulillah ya ada aja, daripada hari biasa, itu sepi. Saya meskipun dagang begini, anak bisa saya kuliahin. Ya mudah-mudahan orang termotivasi, kalau kita keadaan nggak mampu, jangan sampai anak kita susah." "Jangan sampai anak saya jadi pedagang asongan kayak saya. Jangan putus asa, yang penting kerja halal," harapnya. Di balik kesuksesannya, Mul menyimpan banyak cerita suka dan duka sebagai pedagang asongan. Ia harus hati-hati agar tidak terjaring razia petugas Satpol-PP dan menghadapi risiko keselamatan saat menghindari mobil yang tidak memberi jalan. "Kita pengennya macet, kan ada harapan kalau macet, penjualan jadi naik. Kalau lancar, harapannya tipis. Udah nggak dapat apa-apa. Ada juga kesenggol mobil." "Libur panjang ini sudah berapa kali kesenggol, ya biasa aja, gimana lagi, diem aja kita, pasrah," katanya dengan penuh rasa syukur. Tak hanya Mul, Eni (43), seorang pedagang kopi kemasan, juga merasa bahwa kemacetan adalah berkah tersendiri baginya. Menurutnya, banyak pedagang asongan yang ketiban rezeki dari kemacetan di jalur wisata Puncak Bogor. Namun, ia juga mencatat bahwa kemacetan membuat beberapa orang merasa terjebak dan tidak nyaman. "Ada macet alhamdulillah, kalau nggak ada, ya nggak papa. Kan kadang kasihan juga sama mereka kalau kelamaan terjebak macet one way," ujarnya, sembari menggendong termos kopi yang dililit di punggungnya. Eni berkeliling menawarkan dagangannya, mengenakan topi panjang untuk melindungi dirinya dari terik matahari. Namun, bagi Eni, kemacetan tidak selalu menjamin peningkatan pendapatan. Ia merasa tak ada perbedaan yang signifikan antara hari libur dan hari biasa. "Saya jualan dari siang sampai sore, khususnya saat penutupan one way di Jalan Ciawi. Dulu, saat ramai-ramainya, saya bisa menghabiskan sampai 10 termos dalam sehari. Sekarang, satu termos saja sudah syukur," ungkapnya. Eni menduga penurunan penjualan ini disebabkan oleh pengendara yang lebih memilih membawa bekal dari rumah. "Sekarang, habis setermos juga alhamdulillah. Setermos ya 80 ribu, itu juga kotor karena harus setor ke bosnya," tambahnya. Dari cerita Mul dan Eni, tampak bahwa meskipun kemacetan membawa tantangan, bagi mereka juga membuka peluang dan harapan dalam menjalani kehidupan yang lebih baik. Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (94.1%)