Didepak Tanpa Alasan Jelas yang Berawal dari Permintaan Istri Menteri Satryo
Medcom.id
Jenis Media: Nasional

Jakarta: Senin pagi yang dingin di kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mendadak memanas. Ratusan pegawai, bergabung dalam Paguyuban Pegawai Dikti, memenuhi halaman kantor dengan spanduk-spanduk tajam, menuntut keadilan atas pemecatan mendadak Neni Herlina. Di balik insiden ini, terungkap cerita penuh drama dan intrik yang melibatkan sang Menteri, Satryo Soemantri Brodjonegoro, dan bahkan istrinya. Awal Mula Perselisihan: Sekadar Urusan Meja Kerja Pemantik dari kisah penuh konflik ini ternyata dimulai dari sesuatu yang sederhana: meja kerja di ruang Menteri. Dalam pengakuannya, Neni mengungkapkan bahwa masalah ini muncul tak lama setelah Satryo dilantik sebagai Mendiktisaintek tiga bulan lalu. Saat itu ada permintaan diduga dari istri menteri untuk mengganti meja kerja di ruang Menteri. Namun, kata Neni, permintaan tersebut tidak sejalan dengan prosedur standar kementerian, namun sebagai bawahan, ia tetap berusaha melaksanakan tugasnya. Namun, insiden ini justru menjadi titik awal kejatuhannya. "Saya sih sepertinya sudah ditandain, ketika pertama kali masalah meja itu. Meja itu ada di ruang beliau, sebenarnya minta ganti saja. Sejak itu, saya dipanggil dibilang 'kamu sekali lagi melakukan kesalahan, saya pecat kamu'," ujar Neni saat ditemui di tengah aksi demo, Senin, 20 Januari 2025. Bekerja dalam Bayang-Bayang Ketakutan Sejak saat itu, Neni menjalani hari-harinya di kantor dengan penuh kecemasan. Ketakutan akan melakukan kesalahan kecil membuatnya beberapa kali berusaha menghindari Satryo. Namun, sebagai pegawai yang bertanggung jawab atas pengaturan tata letak dan administrasi, keberadaan Neni tetap terlihat. “Tapi karena saya juga harus melaksanakan tugas, mengatur tata letak segala macam, jadi mungkin kelihatan juga (sama Satryo),” ungkapnya. Baca juga: Pemecatan Neni Oleh Mendiktisaintek Satryo Diduga Dipantik Pergantian Meja Kerja Puncaknya terjadi pada sebuah pagi yang mencekam. Dengan nada tinggi, Satryo memanggil Neni dan menyampaikan keputusan yang mengejutkan. “Keluar kamu sekarang juga, bawa semua barang-barang kamu. Pergi ke Dikdasmen!” Neni menirukan ucapan Menteri dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Pemecatan itu, menurut Neni, dilakukan secara verbal tanpa surat resmi, sesuatu yang ia sebut sebagai tindakan tidak manusiawi. Ratusan Pegawai Dikti Angkat Suara Pemecatan Neni memantik solidaritas dari ratusan ASN Ditjen Dikti. Sebanyak 235 pegawai menggelar aksi damai di depan kantor Kemendiktisaintek. Dengan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan “Bagimu Negeri”, mereka mengecam tindakan sepihak yang dinilai sewenang-wenang. Spanduk dengan tulisan tegas seperti “Kami Butuh Pemimpin, Bukan Penguasa!” terlihat dibentangkan di antara kerumunan. Ketua Paguyuban Pegawai Dikti, Suwitno, menyampaikan bahwa pemecatan Neni diduga dilatarbelakangi oleh fitnah. “Mungkin ada kesalahpahaman dalam pelaksanaan tugas. Ini menjadi suuzon bahwa Bu Neni menerima sesuatu, padahal dia tidak melakukannya,” jelas Suwitno. Ia juga berharap aksi ini sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. “Kami ingin Bapak Presiden tahu bahwa ada persoalan serius di kementerian ini. Jangan sampai ada korban lain seperti Bu Neni,” tegasnya. Kementerian Membantah Pemecatan Mendadak Di tengah gelombang protes, Sekjen Kemendiktisaintek, Togar M Simatupang, angkat bicara. Ia menepis tudingan bahwa Neni dipecat secara mendadak. Menurutnya, semua konflik di kementerian seharusnya bisa diselesaikan melalui dialog. “Tidak ada pemecatan mendadak. Masih ada ruang untuk dialog dan resolusi terbaik,” ujar Togar, seperti dikutip dari Antara. Ia juga menambahkan bahwa penataan organisasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan mutu dan layanan. Namun, pernyataan ini justru memicu pertanyaan lebih besar: jika tidak ada pemecatan mendadak, mengapa Neni dipaksa keluar secara verbal tanpa surat keputusan? “Saya Tidak Ingin Ada Neni-Neni Lain” Di tengah hiruk-pikuk aksi demonstrasi, Neni menyampaikan harapan terakhirnya. "Saya tidak ingin kejadian ini berulang terjadi. Jadi teman-teman saya itu bekerja dalam mencekam ketakutan. Jadi tidak ingin ada Neni-neni yang lain, yang semena-mena disuruh pergi begitu saja," ujarnya tegas. Kini, bola panas berada di tangan Satryo dan Kemendiktisaintek. Apakah isu ini akan diselesaikan secara damai, atau justru menjadi catatan kelam dalam sejarah kementerian? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang jelas, sorotan publik kini tertuju pada integritas seorang Menteri dan cara ia memimpin kementeriannya.
Jakarta: Senin pagi yang dingin di kantor Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mendadak memanas. Ratusan pegawai, bergabung dalam Paguyuban Pegawai Dikti, memenuhi halaman kantor dengan spanduk-spanduk tajam, menuntut keadilan atas pemecatan mendadak Neni Herlina.
Di balik insiden ini, terungkap cerita penuh drama dan intrik yang melibatkan sang Menteri, Satryo Soemantri Brodjonegoro, dan bahkan istrinya.
Awal Mula Perselisihan: Sekadar Urusan Meja Kerja
Pemantik dari kisah penuh konflik ini ternyata dimulai dari sesuatu yang sederhana: meja kerja di ruang Menteri. Dalam pengakuannya, Neni mengungkapkan bahwa masalah ini muncul tak lama setelah Satryo dilantik sebagai Mendiktisaintek tiga bulan lalu.Saat itu ada permintaan diduga dari istri menteri untuk mengganti meja kerja di ruang Menteri. Namun, kata Neni, permintaan tersebut tidak sejalan dengan prosedur standar kementerian, namun sebagai bawahan, ia tetap berusaha melaksanakan tugasnya.
Namun, insiden ini justru menjadi titik awal kejatuhannya. "Saya sih sepertinya sudah ditandain, ketika pertama kali masalah meja itu. Meja itu ada di ruang beliau, sebenarnya minta ganti saja. Sejak itu, saya dipanggil dibilang 'kamu sekali lagi melakukan kesalahan, saya pecat kamu'," ujar Neni saat ditemui di tengah aksi demo, Senin, 20 Januari 2025.
Bekerja dalam Bayang-Bayang Ketakutan
Sejak saat itu, Neni menjalani hari-harinya di kantor dengan penuh kecemasan. Ketakutan akan melakukan kesalahan kecil membuatnya beberapa kali berusaha menghindari Satryo. Namun, sebagai pegawai yang bertanggung jawab atas pengaturan tata letak dan administrasi, keberadaan Neni tetap terlihat.“Tapi karena saya juga harus melaksanakan tugas, mengatur tata letak segala macam, jadi mungkin kelihatan juga (sama Satryo),” ungkapnya.
Baca juga: Pemecatan Neni Oleh Mendiktisaintek Satryo Diduga Dipantik Pergantian Meja Kerja
Puncaknya terjadi pada sebuah pagi yang mencekam. Dengan nada tinggi, Satryo memanggil Neni dan menyampaikan keputusan yang mengejutkan.
“Keluar kamu sekarang juga, bawa semua barang-barang kamu. Pergi ke Dikdasmen!” Neni menirukan ucapan Menteri dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Pemecatan itu, menurut Neni, dilakukan secara verbal tanpa surat resmi, sesuatu yang ia sebut sebagai tindakan tidak manusiawi.
Ratusan Pegawai Dikti Angkat Suara
Pemecatan Neni memantik solidaritas dari ratusan ASN Ditjen Dikti. Sebanyak 235 pegawai menggelar aksi damai di depan kantor Kemendiktisaintek. Dengan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan “Bagimu Negeri”, mereka mengecam tindakan sepihak yang dinilai sewenang-wenang. Spanduk dengan tulisan tegas seperti “Kami Butuh Pemimpin, Bukan Penguasa!” terlihat dibentangkan di antara kerumunan.Ketua Paguyuban Pegawai Dikti, Suwitno, menyampaikan bahwa pemecatan Neni diduga dilatarbelakangi oleh fitnah. “Mungkin ada kesalahpahaman dalam pelaksanaan tugas. Ini menjadi suuzon bahwa Bu Neni menerima sesuatu, padahal dia tidak melakukannya,” jelas Suwitno.
Ia juga berharap aksi ini sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. “Kami ingin Bapak Presiden tahu bahwa ada persoalan serius di kementerian ini. Jangan sampai ada korban lain seperti Bu Neni,” tegasnya.
Kementerian Membantah Pemecatan Mendadak
Di tengah gelombang protes, Sekjen Kemendiktisaintek, Togar M Simatupang, angkat bicara. Ia menepis tudingan bahwa Neni dipecat secara mendadak. Menurutnya, semua konflik di kementerian seharusnya bisa diselesaikan melalui dialog.“Tidak ada pemecatan mendadak. Masih ada ruang untuk dialog dan resolusi terbaik,” ujar Togar, seperti dikutip dari Antara. Ia juga menambahkan bahwa penataan organisasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan mutu dan layanan.
Namun, pernyataan ini justru memicu pertanyaan lebih besar: jika tidak ada pemecatan mendadak, mengapa Neni dipaksa keluar secara verbal tanpa surat keputusan?
“Saya Tidak Ingin Ada Neni-Neni Lain”
Di tengah hiruk-pikuk aksi demonstrasi, Neni menyampaikan harapan terakhirnya. "Saya tidak ingin kejadian ini berulang terjadi. Jadi teman-teman saya itu bekerja dalam mencekam ketakutan. Jadi tidak ingin ada Neni-neni yang lain, yang semena-mena disuruh pergi begitu saja," ujarnya tegas.Kini, bola panas berada di tangan Satryo dan Kemendiktisaintek. Apakah isu ini akan diselesaikan secara damai, atau justru menjadi catatan kelam dalam sejarah kementerian? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang jelas, sorotan publik kini tertuju pada integritas seorang Menteri dan cara ia memimpin kementeriannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DHI)
Sentimen: negatif (88.9%)