Sentimen
Negatif (100%)
17 Jan 2025 : 16.19
Informasi Tambahan

Institusi: MUI

Kab/Kota: Kapuk, Tangerang

Irfan Wesi Tantang MUI Soal Pagar Laut, Ihsan Tanjung: Kami Punya Bukti, Bapak Hanya Bicara Tanpa Fakta

17 Jan 2025 : 16.19 Views 27

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Irfan Wesi Tantang MUI Soal Pagar Laut, Ihsan Tanjung: Kami Punya Bukti, Bapak Hanya Bicara Tanpa Fakta

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Catatan Demokrasi di TV-One kembali menghadirkan perdebatan sengit antara Pemerhati Sosial dan Budaya Irfan Wesi dan Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, M Ihsan Tanjung.

Perdebatan bermula dari pembahasan mengenai polemik pemasangan pagar laut di pesisir utara Tangerang hingga melebar ke isu pengelolaan kebijakan negara.

Irfan Wesi membuka diskusi dengan menyoroti pentingnya kembali pada nilai-nilai filosofis nenek moyang dalam menyelesaikan masalah masyarakat.

“Negara itu harus dibangun dengan tata kelola hukum yang benar. Manusia sebagai Khalifah fiil Ardi harus memimpin dengan rasa,” tegas Irfan.

Namun, ia juga mengkritik pendekatan MUI dalam menyikapi persoalan pagar laut.

“Kalau kita mempersempit masalah ini hanya pada pagar laut, itu tidak adil. Saya tanya MUI, sebagai Ulil Ilmi, apakah sudah mengecek di lapangan terkait hal ini dan masalah PSN PIK 2?” ujar Irfan dengan nada tajam.

Menanggapi itu, M Ihsan Tanjung dari MUI Pusat menyatakan bahwa pihaknya telah terlibat langsung dalam berbagai investigasi terkait permasalahan lahan, termasuk pantai di kawasan Pantai Indah Kapuk.

“Setahu saya di pengadilan, saya punya bukti lengkap. Bapak hanya bicara, tapi tidak punya fakta,” balas Ihsan.

Debat semakin memanas ketika Irfan menuduh pemerintah dan pihak terkait tidak transparan.

Ia meminta investigasi dilakukan secara serius dan tidak hanya mengandalkan informasi simpang siur.

“Kita menunggu pemerintah melakukan investigasi. Walaupun kadang seperti Polisi India, telat,” sindir Irfan.

Diskusi ini menunjukkan bahwa persoalan pagar laut di Tangerang bukan hanya masalah infrastruktur, melainkan juga mencerminkan isu yang lebih besar terkait pengelolaan kebijakan publik dan ketidakadilan sosial.

Sebelumnya diberitakan, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, angkat bicara terkait polemik pagar sepanjang 30 kilometer di kawasan laut PIK 2 dan penggusuran warga sekitar.

Ia mengkritik keras dugaan praktik intimidasi, kriminalisasi, hingga penyogokan yang disebut-sebut terjadi dalam proses tersebut.

"Timbul pertanyaan besar terhadap penggusuran rakyat dan pengambilan aset negara dengan cara intimidasi, kriminalisasi dan penyogokan," ujar Said Didu dalam keterangannya di X @msaid_didu (13/1/2025).

Ia juga mempertanyakan keterlibatan aparat dan pejabat dalam kasus ini.

"Apakah negara sudah kalah dengan preman?," cetusnya.

Menurutnya, ada indikasi kuat bahwa aparat telah menjadi bagian dari mekanisme penggusuran yang tidak adil terhadap rakyat kecil.

"Ataukah negara atau pejabat sudah hidup dari preman ataukah aparat sudah jadi bagian dari preman?," tandasnya.

Said Didu menilai ada tiga hal yang menyebabkan keberadaan pagar itu sulit diungkap.

Pertama, ia menduga pengembang PIK 2 telah mengendalikan wilayah tersebut, termasuk pengaruhnya terhadap kekuasaan dan penegak hukum.

"Ketika Pak Prabowo memberikan instruksi, baru bisa goyang. Artinya pengembang PIK 2 sudah menguasai pemerintahan," cetusnya.

Dikatakan Said Didu, hal ini mengindikasikan pengembang PIK 2 telah menguasai pemerintahan. Ia juga menduga adanya praktik kongkalikong sistematis dalam proses penjualan pantai.

"Saya punya keyakinan terjadi kongkalikong secara sistematis penjualan pantai yang pasti diketahui aparat desa. Pagar-pagar itu memang disiapkan untuk reklamasi dengan alasan sudah membeli tanah," imbuhnya.

Lebih lanjut, Said Didu menyoroti dugaan keterlibatan mafia dan premanisme dalam pelaksanaan pemagaran dan transaksi jual beli tanah.

"Pelaksanaan semua tersebut memakai sistem mafia, preman, sehingga selalu menyatakan PT Agung Sedayu tidak terlibat," Said Didu menuturkan.

Said Didu bilang, sistem tersebut digunakan agar mereka yang bermain di belakang layar tidak tersentuh oleh kasat mata.

"Karena memang mereka bekerja di bawah melakukan pemagaran, jual beli, itu adalah memakai sistem preman tingkat bawah sehingga tidak tersentuh ke atas," tandasnya.

Said Didu mendesak penyelidikan serius terhadap kasus ini. Menurutnya, pihak yang memberi perintah pemagaran harus diusut untuk mengungkap dalang sebenarnya di balik aksi tersebut.

"Ini harus diselidiki oleh penyidik. Sebenarnya perintah pemagaran ini harus diusut," kuncinya. (Muhsin/Fajar)

Sentimen: negatif (100%)