Sentimen
Undefined (0%)
14 Jan 2025 : 16.33
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Semarang, Sukoharjo

Kasus: PHK

Buruh Bitratex Grup Sritex Pilih PHK, Sebut Going Concern Tak Lagi Relevan

14 Jan 2025 : 16.33 Views 33

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Buruh Bitratex Grup Sritex Pilih PHK, Sebut Going Concern Tak Lagi Relevan

Esposin, SEMARANG -- Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah, telah menetapkan putusan pailit terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan anak perusahaannya, termasuk PT Primayuda, PT Bitratex Industries, dan PT Pantja Djaya. Berbeda dengan 10.000 pekerja Sritex yang mendukung upaya Going Concern demi kelangsungan perusahaan, 1.166 pekerja Bitratex justru meminta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ketua DPW Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jateng, Nanang Setiyono, mengungkapkan bahwa kondisi manajemen Bitratex semakin memburuk sejak diakuisisi oleh Sritex pada 2018. Ia menyebut informasi bahwa Sritex tidak pernah melakukan PHK adalah tidak benar.

“Pada 2021, jumlah karyawan mencapai 2.500 orang, tetapi jumlah itu terus menurun hingga tersisa 1.166 sebelum dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024. PHK bertahap juga terjadi di Primayuda, Pantja Djaya, dan Sritex Sukoharjo,” ujar Nanang dalam konferensi pers di All Stay Hotel Semarang, Senin (13/1/2025) malam.

Kesejahteraan Buruh Tergerus

Nanang menjelaskan bahwa kesejahteraan pekerja Bitratex terus menurun setelah diakuisisi oleh Sritex. Hak-hak karyawan, mulai dari insentif, uang transportasi, bonus jabatan, hingga Tunjangan Hari Raya (THR), telah dipangkas secara bertahap.

“Saat ini, kesejahteraan karyawan hanya tersisa gaji pokok. Bahkan sejak September 2024, uang tunggu untuk karyawan yang dirumahkan sudah tidak lagi diberikan,” tambahnya. Sebanyak 60% dari 1.166 karyawan Bitratex telah dirumahkan sejak Oktober 2024 tanpa kejelasan status.

Buruh Pilih PHK untuk Kepastian Hak

Berbeda dengan buruh Sritex yang meminta kelanjutan usaha melalui Going Concern, pekerja Bitratex tegas menginginkan PHK. Menurut Nanang, PHK adalah solusi yang sesuai dengan putusan pailit, memungkinkan karyawan untuk mendapatkan hak pesangon, BPJS Ketenagakerjaan, dan mencari pekerjaan baru.

“Kondisi perusahaan yang tidak lagi bisa memenuhi hak-hak karyawan menunjukkan bahwa mempertahankan perusahaan tidak lagi relevan,” tegasnya.

Tim Kurator: Aset Tak Cukup untuk Menutup Utang

Sementara itu, Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator Pailit PT Sritex, mengungkapkan bahwa total tagihan utang PT Sritex mencapai Rp32,6 triliun, sementara aset perusahaan hanya bernilai sekitar Rp10 triliun. Selisih yang besar ini membuat posisi kurator semakin sulit, terutama dalam menghindari PHK.

“Going Concern harus memenuhi syarat hukum dan disetujui kreditor konkuren. Namun, hingga kini, debitor pailit tidak kooperatif dalam memberikan dokumen yang dibutuhkan,” jelas Denny.

Denny menambahkan bahwa keputusan akhir terkait Going Concern akan bergantung pada hasil audit akuntan publik yang menilai kelayakan usaha berdasarkan kondisi bisnis saat ini.

Sentimen: neutral (0%)