Sentimen
Undefined (0%)
7 Jan 2025 : 21.27
Informasi Tambahan

Hewan: Ayam, Gajah

Kab/Kota: Klaten, Solo, Yogyakarta

Tokoh Terkait
Budi Santoso

Budi Santoso

Melihat Lebih Dekat Kampung Sanggungan, Sentra Perajin Dandang di Solo

7 Jan 2025 : 21.27 Views 22

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Melihat Lebih Dekat Kampung Sanggungan, Sentra Perajin Dandang di Solo

Esposin, SOLO -- Kampung Sanggungan di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, terkenal sebagai sentra perajin dandang. Hal ini tak lepas dari banyaknya warga kampung tersebut yang bekerja sebagai perajin dandang.

Dandang adalah periuk besar untuk mengukus nasi, biasanya dibuat dari tembaga atau aluminium. Kampung ini dikenal sebagai salah satu penghasil dandang berkualitas sejak tahun 1970. Pada masa jayanya, ada puluhan perajin dandang yang eksis membuat dan memasarkan produknya hingga luar pulau Jawa.

Namun seiring berjalannya waktu dan semakin banyaknya alat memasak modern, jumlah perajin dandang di kampung tersebut semakin menurun. Saat ini perajin dandang skala rumahan yang masih tersisa di kampung ini tinggal 10 orang saja.

Salah satu perajin dandang yang masih eksis di Kampung Sanggungan, Semanggi, Solo, adalah Aleksander Kelik Prasongko, 49. Dia merupakan generasi ketiga pembuat dandang legendaris Cap Gajah Potret milik eyangnya.

Alek benar-benar mewarisi kemampuan eyangnya dalam membuat dandang. Tangannya begitu lihai membuat pola hingga memotong lembaran stainless steel sebelum dibentuk menjadi dandang.

Selain ikut serta dalam proses produksi, Alek juga menjalankan peran lainnya di industri kecil keluarganya itu. Dia bertugas mencari bahan baku hingga memasarkan dandang-dandang tersebut.

Selama proses produksi, dia dibantu delapan orang karyawan. Masing-masing karyawan memiliki tugas berbeda, mulai dari pembuatan pola, memotong pola, merangkai pola, membuat pegangan, hingga finishing.

Sehari Produksi 20-30 Dandang

Dalam sehari, rumah produksi dandang Alek di Kampung Sanggungan, Semanggi, Solo, bisa menghasilkan 20-30 dandang berbagai ukuran. Dandang-dandang tersebut dipasarkan secara daring dan beberapa sudah ada langganan yang mengambil dari rumahnya.

“Dulu kami sehari bisa membuat 50 dandang, namun sekarang turun lumayan. Penjualannya dulu itu Jawa Tengah dan Yogyakarta tapi sekarang kebanyakan pemesan atau area Soloraya saja,” kata dia saat diwawancarai Espos, Senin (6/1/2025).

Guna menambah pemasukan, usaha rumahan di  Jl Serayu No 11 Semanggi ini juga melayani pesanan berbagai jenis panci. Beberapa di antaranya adalah panci bakso, panci mi ayam, panci jimbeng (panci besar), dan sebagainya.

Alex menjual dandangnya dengan harga Rp40.000-Rp300.000 bergantung ukuran dandang, mulai diameter 20 cm hingga lebih dari 50 cm. Sedangkan untuk produk customs seperti panci bakso dan lain-lain harganya bergantung bahan, ukuran, dan tingkat kesulitan pembuatannya.

Tantangan terbesar perajin dandang di Kampung Sanggungan, Semanggi, Solo, menurutnya adalah nilai tukar dolar Amerika yang tidak stabil dan cenderung naik. Sebab, bahan baku dandang berupa logam atau alumunium amat tergantung dengan kurs dolar Amerika.

“Kalau pas dolar Amerika naik terus, kami di sini kelimpungan. Harga bahan baku mahal, sementara harga di toko cenderung stabil. Makanya perajin di sini banyak yang bangkrut. Di samping itu juga di area Klaten dan Jogja perajin dandang bermunculan, jadi persaingannya sangat ketat,” jelas dia.

Persaingan Ketat

Alex berharap usaha keluarganya bisa terus eksis di tengah gempuran alat masak modern dan persaingan yang semakin ketat. “Ini tinggalan keluarga yang ingin terus saya pertahankan dan harus bisa terus eksis. Saya bersyukur pasar produk kami masih ada karena memang dari dulu mengutamakan betul kualitas produk,” jelas dia.

Perajin dandang senior lainnya, Budi Santoso, 59, sudah 35 tahun menjadi perajin dandang di Kampung Sanggungan, Semanggi, Solo. Dia mulai bekerja sebagai perajin sejak remaja hingga saat ini memiliki cucu. Selain sebagai mata pencaharian utama, membuat dandang adalah kesenangan tersendiri baginya.

“Saya tidak pernah sedih atau merasa tidak enak selama jadi perajin dandang. Soalnya kalau tidak enak pasti saya sudah tinggalkan pekerjaan ini,” kata dia sambil tertawa.

Budi saat ini dikenal sebagai spesialis pembuat dandang khusus mi ayam, bakso, dan jimbeng. Dia mengklaim hasil pekerjaannya punya presisi dan kerapian yang tinggi. “Semoga dandang-dandang ini tetap dibutuhkan masyarakat dan berjalan terus produksinya. Soalnya saya makannya dari sini,” harap dia.

Terpisah, Sekretaris Kelurahan Semanggi, Gunarso, membenarkan Kampung Sanggungan sudah masyhur sebagai sentra dandang di Solo sejak dulu kala. Bahkan banyak orang luar kota mengenal Semanggi karena produk dandangnya.

Namun, menurut Gunarso, tantangan terbesar sentra dandang di wilayahnya adalah regenerasi. Saat ini sangat sedikit anak muda setempat yang mau menjadi perajin dandang.

“Saya khawatir ke depan dandang diimpor dari China juga kalau regenerasi perajin dandang tidak berlanjut. Semoga saja tidak, dan Sanggungan tetap eksis dengan dandang berkualitasnya,” kata dia.

Sentimen: neutral (0%)