Sentimen
Undefined (0%)
23 Des 2024 : 09.55
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Jati, Kairo

Kasus: KKN, korupsi, nepotisme

Tokoh Terkait

Perkuat Saja Pemberantasan Korupsi

23 Des 2024 : 09.55 Views 45

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Perkuat Saja Pemberantasan Korupsi

Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, menyerukan kepada koruptor untuk bertobat. 

Ia akan menyediakan sarana bagi para koruptor bertobat, yaitu mengembalikan semua harta hasil korupsi lalu akan mendapat pengampunan. Ia juga menyebut akan menyediakan mekanisme khusus, yaitu penyerahan harta hasil korupsi bisa dilakukan secara diam-diam, tanpa publikasi.

Pernyataan Presiden Prabowo itu mendapat dukungan dari banyak politikus di partai Koalisi Indonesia Maju. Ada yang menyebut seruan Presiden Prabowo itu sebagai terobosan hukum yang layak didukung.

Sesungguhnya pernyataan Presiden Prabowo itu malah berbahaya bagi upaya memberantas korupsi, yang merupakan bagian integral dari budaya buruk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Pernyataan Presiden Prabowo itu sebaiknya cukup diposisikan sebagai gimik, gurauan penghibur rakyat yang sebagian besar sedang ”bete” dengan aneka kebijakan pemerintah.

Setidaknya ada tiga hal penting yang menjadi landasan analisis bahwa pernyataan Presiden Prabowo itu sekadar gimik, sekadar guyon, sekadar gurauan. 

Pertama, kalau dia memang serius hendak memberantas korupsi seharusnya hanya memilih pembantu (anggota kabinet dan kepala lembaga negara lainnya) yang benar-benar bersih dari korupsi. 

Realitasnya, di Kabinet Merah Putih ada sejumlah orang yang layak disebut ”kotor”. Hal ini menunjukkan pemberantasan korupsi tidak benar-benar menjadi prioritas dan pemerintahan cenderung lebih mementingkan faktor-faktor politik dan koalisi daripada integritas dalam pemilihan pejabat publik.

Kedua, salah satu instrumen penting memastikan transparansi dan akuntabilitas pejabat negara adalah laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). 

Banyak pejabat negara yang tak patuh pada mekanisme penyerahan LHKPN. Ada yang mengisi asal-asalan, ada yang mengisi tak sesuai realitas, ada yang mengisi dengan rekayasa, ada yang malas mengisi. 

Kehendak kuat memberantas korupsi seharusnya ditunjukkan dengan mewajiban dan bahkan memaksa semua pejabat negara mengisi LHKPN dengan benar dan akurat. 

Pengawasan terhadap pelaporan LHKPN lemah dan tidak ada sanksi yang jelas bagi yang melanggar jelas berbuah pemberantasan korupsi akan sia-sia.

Ketiga, ada peluang berpihak pada penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi ternyata hasil seleksi pimpinan KPK dan dewan pengawas KPK pada akhir 2024 tidak ditelaah kritis dan diterima begitu saja. 

Komposisi pimpinan KPK dan dewan pengawas KPK periode 2024—2029 tidak menunjukkan harapan baik sama sekali bagi pemberantasan korupsi. Justru menimbulkan kekhawatiran bahwa penguatan KPK kalah oleh berbagai kepentingan politik yang bercampur dalam pemilihan ini.

Selain itu, tak ada koruptor yang merasa bersalah. Korupsi sering kali dianggap sebagai bagian dari sistem yang sudah lama mengakar. Untuk apa memberikan sarana pertobatan dengan “menjaga nama baik mereka”? 

Bukankah ini cuma gimik dan guyonan yang sama sekali tak substansial bagi pemberantasan korupsi? Tak substansial juga dalam pemcegahan korupsi.

Dengan kekuatan sebagai presiden, jelas lebih gampang bagi Prabowo memberantas korupsi dengan menguatkan gerakan pemberantasan korupsi. Salah satu cara, mengembalikan KPK ke jati diri sebagai lembaga independen.

Sentimen: neutral (0%)