Sentimen
Undefined (0%)
6 Des 2024 : 17.40
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Kapuk, Mataram, Semarang, Ungaran, Yogyakarta

Tokoh Terkait

Jejak Kejayaan Tasripin, Crazy Rich Semarang di Era Hindia Belanda

6 Des 2024 : 17.40 Views 28

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Jejak Kejayaan Tasripin, Crazy Rich Semarang di Era Hindia Belanda

Esposin, SEMARANG – Kota Semarang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di era Hindia Belanda. Kota ini melahirkan banyak pedagang sukses yang hidup mewah, salah satunya adalah Tasripin, saudagar kaya yang kisahnya menjadi legenda hingga kini.

Bagi generasi sekarang, nama Tasripin mungkin terdengar asing. Namun, di masanya, Tasripin adalah figur yang disegani berkat kesuksesannya di bidang kulit, kopra, dan properti. Bahkan, jejak kejayaannya masih dapat ditemukan di kawasan Kampung Kulitan dan sekitar Jalan M.T. Haryono (dulu dikenal sebagai Jalan Mataram), Semarang.

Perjalanan Karier Tasripin

Tasripin lahir pada tahun 1834 di Semarang dan wafat pada 9 Agustus 1919 di usia 85 tahun. Ia memulai kariernya sebagai penjaga gudang kulit. Selama bekerja, ia mempelajari seluk-beluk penyamakan kulit dan kemudian melanjutkan usaha penyamakan kulit milik ayahnya. Usaha ini dilakukan di Kampung Bleduk, Semarang.

Dari usaha ini, Tasripin menciptakan wayang kulit khas yang memadukan gaya Yogyakarta dan gaya pesisir, yang dikenal sebagai Wayang Tasripin.

Namun, Tasripin tidak hanya fokus pada bisnis kulit. Ia juga mengembangkan usaha di sektor lain seperti kopra, kapuk, dan vanili. Untuk mendukung usahanya, Tasripin membeli tanah di Ungaran dan Srondol sebagai tempat penyimpanan hasil perkebunan dan perluasan lahan.

Menguasai Lautan dan Properti

Kesuksesan Tasripin terus meningkat hingga ia memiliki kapal sendiri. Kapal ini digunakan untuk mengekspor kapas dan kopra ke luar negeri, memperluas jangkauan bisnisnya hingga mancanegara.

Tak hanya itu, Tasripin juga aktif di sektor properti. Ia membeli banyak tanah di Kota Semarang dan membangun gedung-gedung yang disewakan kepada warga Belanda dan Tionghoa. Salah satu properti terkenal yang pernah dimilikinya adalah gedung yang kini menjadi Semarang Contemporary Art Gallery di kawasan Kota Lama.

Pemimpin Ribuan Pekerja

Dalam menjalankan bisnisnya, Tasripin mempekerjakan antara 10.000 hingga 15.000 pekerja yang tersebar di Semarang dan sekitarnya. Para pekerja ini tinggal di tempat khusus bernama Pondok Boro, dan mereka kemudian dikenal sebagai Kaum Boro.

Kekayaan Melimpah

Saat meninggal pada 9 Agustus 1919, Tasripin meninggalkan harta senilai 45 juta gulden, jumlah yang sangat besar untuk ukuran zaman itu. Namun, menjelang akhir hayatnya, ia dilaporkan meminta anak-anaknya menikah sedarah agar kekayaan keluarga tidak jatuh ke tangan pihak luar.Jejak kejayaan Tasripin masih terlihat hingga kini, baik melalui warisan bangunan maupun kisah inspiratifnya sebagai pengusaha sukses. Sebagai figur legendaris, Tasripin menjadi simbol semangat kewirausahaan di Kota Semarang, yang tak lekang oleh waktu.

Sentimen: neutral (0%)