Sentimen
Negatif (98%)
29 Nov 2024 : 11.34
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Demak, Semarang

Tokoh Terkait
Slamet Riyadi

Slamet Riyadi

Nelayan Semarang Kehilangan Tangkapan, Sampah Plastik dan Rob Jadi Tantangan Regional 29 November 2024

29 Nov 2024 : 11.34 Views 30

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Nelayan Semarang Kehilangan Tangkapan, Sampah Plastik dan Rob Jadi Tantangan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        29 November 2024

Nelayan Semarang Kehilangan Tangkapan, Sampah Plastik dan Rob Jadi Tantangan Tim Redaksi SEMARANG, KOMPAS.com - Kampung Tambaklorok , yang terletak di Semarang Utara, kini memiliki tanggul laut sepanjang 3,6 kilometer. Meskipun proyek ini dibiayai dengan anggaran besar senilai Rp 386 miliar, warga setempat masih menghadapi masalah serius. Rembesan air laut dari tanggul tersebut terus terjadi setiap pagi, menyulitkan aktivitas harian mereka, terutama bagi anak-anak yang akan berangkat sekolah dan para nelayan yang bersiap mencari nafkah. Genangan air di Kampung Tambaklorok memang tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 5-10 sentimeter. Namun, kondisi ini tetap mengganggu kehidupan sehari-hari warga. Rasa frustrasi mulai dirasakan oleh masyarakat, terutama saat proyek besar yang diharapkan dapat memberikan perlindungan ternyata belum sepenuhnya memenuhi harapan mereka. Ketua RW 016 Kampung Tambaklorok, Slamet Riyadi, mengungkapkan harapannya. "Dulu sebelum ada tanggul, banjir rob bisa mencapai sentimeter. Tapi sekarang, meski tidak setinggi itu, tetap mengganggu aktivitas pagi, terutama bagi anak-anak yang mau bersekolah dan warga yang bekerja," ungkapnya kepada Kompas.com, Jumat. Slamet berharap Pemerintah Kota Semarang dapat segera menindaklanjuti perbaikan, seperti meninggikan jalan utama dan memperbaiki saluran air, agar warga bisa beraktivitas dengan nyaman tanpa khawatir akan ancaman rob. "Kami berharap jalan segera ditinggikan, supaya kami bisa beraktivitas dengan aman tanpa harus khawatir dengan rob," harapnya.
KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf Tanggul laut sepanjang 3,6 kilometer di Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah. Masalah lain yang dihadapi masyarakat Kampung Tambaklorok adalah penurunan hasil tangkapan ikan di kalangan nelayan. Hasil tangkapan nelayan Tambakrejo menyusut hingga sepuluh kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ahmad Marzuki, salah satu nelayan, mengungkapkan kesulitan yang dialaminya. "Beberapa tahun yang lalu dalam satu hari bisa mendapat tangkapan 10 kilogram. Sekarang 1 kilogram saja sudah susah," ujarnya. Ahmad menjelaskan bahwa menurunnya volume ikan disebabkan oleh kerusakan lingkungan, khususnya di pesisir Kota Semarang yang tercemar oleh sampah plastik. Ia mengingatkan bahwa pada 2005, dirinya masih bisa menangkap hingga 20 kilogram kepiting dalam sehari. Kini, dengan usaha keras, ia hanya bisa mendapatkan empat ekor kepiting, yang dianggapnya sudah untung. Nelayan lain, Selamet, juga merasakan dampak serupa. KOMPAS.COM/NUR ZAIDI Seorang pemotor melintas di ruas jalan tepi trotoar untuk menghindari genangan air rob Pantura Demak-Semarang, Selasa (12/11/2024) pagi. Menurutnya, sampah-sampah tersebut tidak hanya mengganggu ekosistem biota laut, tetapi juga memperburuk hasil tangkapan. "Ini saya juga punya tambak kerang, jumlahnya juga terus berkurang," katanya. Selamet harus bekerja ekstra keras untuk membersihkan rumah kerang dari sampah plastik yang merusak ekosistem kerang. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah mencatat antara Januari hingga Maret 2024, terdapat 104 kejadian bencana hidrometeorologi. Dari total kejadian tersebut, lebih dari 59.000 rumah terendam dan 1.162 rumah mengalami kerusakan. Lebih dari 205.000 warga juga terdampak, dengan 12 jiwa yang meninggal akibat bencana tersebut. Sebaran bencana ini tidak hanya mencakup Kota Semarang, tetapi juga 35 kabupaten/kota lainnya di Jawa Tengah. Pemprov Jawa Tengah bahkan menetapkan sejumlah daerah dalam status darurat. Kerugian akibat bencana yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan di Jawa Tengah tercatat mencapai Rp 14,9 triliun dari 2020 hingga 2024. Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sultan Agung (Unisulla) Semarang, Mila Karmila, menjelaskan bahwa faktor penyebab banjir dan rob bersifat kompleks. Penurunan muka tanah akibat penggunaan air bawah tanah yang masif dan pembebanan di kawasan industri menjadi perhatian penting. "Faktornya itu kompleks, tidak hanya perubahan iklim saja, tapi penggunaan air bawah tanah itu juga perlu diperhatikan," jelasnya. Mila menilai penanganan banjir rob yang dilakukan pemerintah selama ini terkesan parsial dan tidak menyentuh akar masalah. Proyek besar seperti pembangunan tol dan tanggul laut Semarang-Demak justru memindahkan masalah ke daerah lain. "Kalau yang ditanggul hanya sebagian, artinya hanya memindahkan masalah ke tempat lain," tambahnya. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (98.5%)