Sentimen
Negatif (88%)
9 Jun 2023 : 08.51
Informasi Tambahan

Institusi: UGM

Kab/Kota: Yogyakarta

Tokoh Terkait
Nurkholis

Nurkholis

Dosen FKKMK UGM ciptakan aplikasi bantu penanganan henti jantung

9 Jun 2023 : 08.51 Views 6

Elshinta.com Elshinta.com Jenis Media: Nasional

Dosen FKKMK UGM ciptakan aplikasi bantu penanganan henti jantung

Ilustrasi - CPR (cardiopulmonary resuscitation) atau RJP (​resusitasi jantung paru). ANTARA/Pixabay/pri.

Elshinta.com - Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) dr. Nurkholis Majid menciptakan aplikasi "SatuJantung" untuk membantu penanganan kasus henti jantung.

Nurkholis dalam keterangan tertulis Humas UGM di Yogyakarta, Kamis, mengatakan ide pembuatan aplikasi itu pada awalnya terpikir saat dirinya beserta istri mendapati putra mereka yang mengalami serangan jantung mendadak.

"Petugas yang menangani anak saya waktu itu berkata bahwa kalau bukan karena orang tuanya dokter, mungkin putra saya tidak akan selamat," kata dia mengenang.

Dari pengalaman itu, Nurkholis dan istrinya Beta Ahlam Gizela tergerak untuk menciptakan sarana yang dapat menolong orang banyak saat terjadi serangan jantung pada kondisi tidak ada petugas kesehatan.

Ia menjelaskan bahwa fitur utama aplikasi "SatuJantung" adalah alarm bagi pasien serangan jantung dan henti jantung yang dapat dioperasikan hanya dengan satu klik.

Selain itu, dalam aplikasi ini dilengkapi cara melakukan pijat jantung sebagai panduan untuk penolong yang belum pernah mengikuti pelatihan.

Dari hasil penelitian Nurkholis, sekitar 10 dari 100 pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung bisa diselamatkan.

Meski demikian, pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung memiliki kesempatan untuk tertolong tiga kali lebih besar daripada yang tidak mendapat pertolongan.

"Jangan jadikan fakta ini sebagai halangan untuk kita saling menolong," kata dia.

Dosen Departemen Ilmu Forensik dan Medikolegal FKKMK UGM Rusyad Adi Suriyanto bercerita bahwa dirinya pernah mengalami serangan jantung.

Sebagai pasien serangan jantung, menurut dia, kepedulian dari sekitar sangat dibutuhkan karena orang yang kena serangan jantung butuh pertolongan cepat.

"Kepedulian ini yang akan menjadi dasar diciptakan aplikasi 'SatuJantung'," kata Rusyad Adi Suriyanto.

Nurkholis dalam keterangan tertulis Humas UGM di Yogyakarta, Kamis, mengatakan ide pembuatan aplikasi itu pada awalnya terpikir saat dirinya beserta istri mendapati putra mereka yang mengalami serangan jantung mendadak.

"Petugas yang menangani anak saya waktu itu berkata bahwa kalau bukan karena orang tuanya dokter, mungkin putra saya tidak akan selamat," kata dia mengenang.

Dari pengalaman itu, Nurkholis dan istrinya Beta Ahlam Gizela tergerak untuk menciptakan sarana yang dapat menolong orang banyak saat terjadi serangan jantung pada kondisi tidak ada petugas kesehatan.

Ia menjelaskan bahwa fitur utama aplikasi "SatuJantung" adalah alarm bagi pasien serangan jantung dan henti jantung yang dapat dioperasikan hanya dengan satu klik.

Selain itu, dalam aplikasi ini dilengkapi cara melakukan pijat jantung sebagai panduan untuk penolong yang belum pernah mengikuti pelatihan.

Dari hasil penelitian Nurkholis, sekitar 10 dari 100 pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung bisa diselamatkan.

Meski demikian, pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung memiliki kesempatan untuk tertolong tiga kali lebih besar daripada yang tidak mendapat pertolongan.

"Jangan jadikan fakta ini sebagai halangan untuk kita saling menolong," kata dia.

Dosen Departemen Ilmu Forensik dan Medikolegal FKKMK UGM Rusyad Adi Suriyanto bercerita bahwa dirinya pernah mengalami serangan jantung.

Sebagai pasien serangan jantung, menurut dia, kepedulian dari sekitar sangat dibutuhkan karena orang yang kena serangan jantung butuh pertolongan cepat.

"Kepedulian ini yang akan menjadi dasar diciptakan aplikasi 'SatuJantung'," kata Rusyad Adi Suriyanto.

Sentimen: negatif (88.6%)