Niatnya menjadi nakhoda pemerintahan Kabupaten Maros cukup simple dan realistis. Maros yang jumlah penduduknya 51 persen perempuan itu sangat rentan dengan persoalan yang menyangkut anak dan perempuan.

Sejauh ini berdasarkan penglihatanya selama duduk di parlemen selama 10 tahun, persoalan perempuan dan anak hanya sampai di legislatif belum menyentuh ke pemangku kebijakan.

Motivasi kedua adalah coba-coba. Keberadaan dirinya di Pilkada Maros mencatatkan sejarah baru. Isu polemik yang menyangkut perempuan, ibu dan anak ada di pundaknya.

Belum lagi ia harus memberi teladan bagi generasi penerusnya bahwa srikandi Maros juga mampu tampil sebagai pemimpin. Tidak hanya di dapur dan di kasur.

Keberadaannya di kursi 02 eksekutif membuktikan bahwa saatnya para srikandi di Maros berani merajut mimpinya dan sangat bisa sepadan dengan laki-laki.

Suhartina sudah biasa terdidik menjadi manusia tangguh, pantang menyerah dan membela hak kaum lemah. Prinsip hidup Baginda Rasul selalu ia pegang. 'Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk makhluk di sekitarnya'.

"Jiwa saya bersama masyarakat. Keluarga tetap prioritas. Tapi kalau bisa berbuat lebih banyak untuk masyarakat kenapa tidak," katanya.

Suhartina lahir di tengah keluarga berkecukupan. Ayahnya H. Bohari adalah pengusaha tersohor di Sulsel. Anak ke delapan dari sembilan bersaudara ini menjalani masa kecil seperti kebanyakan anak-anak pada umumnya.

Ia memulai pendidikan dasarnya di SD Muhammadiyah (Pasar Tua), dilanjutkan di SMPN Bajubodoa, dan SMA Rama Sejahtera, Kabupaten Maros. Suhartina lalu menempuh pendidikan tinggi dengan Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, serta Magister Ilmu Hukum di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar