Sentimen
Positif (100%)
10 Sep 2024 : 23.22
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Gunung, Yogyakarta, Lombok

Cerita Nursida Syam, Berdayakan Warga Bantu Lansia di Kaki Gunung Rinjani Regional 10 September 2024

10 Sep 2024 : 23.22 Views 22

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Cerita Nursida Syam, Berdayakan Warga Bantu Lansia di Kaki Gunung Rinjani Tim Redaksi LOMBOK UTARA, KOMPAS.com - Jalan berdebu dan berliku mengantarkan kami ke sebuah sekolah di Dusun Jambianom, Desa Medana, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara. PAUD Anak Negeri, tempat Nursida Syam (45) membina anak-anak, menjadi saksi berbagai kegiatan sosial. Di hari Minggu, saat anak-anak PAUD sedang libur, suasana di sekolah itu tetap ramai. Sejumlah ibu-ibu terlihat membersihkan ruang kelas berukuran 5x6 meter yang lebih mirip tempat pertunjukan dengan tangga-tangga untuk duduk menonton. "Ini adalah kelas untuk ibu-ibu. Kemarin anak-anak sudah, kelas bapak-bapak akan menyusul setelah ini," ujar Nursida yang akrab disapa Bunda Ida. Pada hari itu, para ibu membahas persiapan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang akan segera tiba di pertengahan September. Mereka berencana melibatkan lansia dalam perayaan tersebut. Hal ini dilakukan agar para lansia untuk ikut merasakan kebahagiaan. "Mereka ini merencanakan banyak hal, termasuk bagaimana membicarakan para lansia merasakan perayaan itu nanti," tambahnya. Nursida Syam lahir pada 17 Agustus 1979 di Lombok Utara. Perempuan yang tinggal di kaki gunung Rinjani ini merupakan lulusan Fakultas Sastra Universitas Negeri Yogyakarta.  Dia membangun gerakan literasi sejak menikah dengan Lalu Badrul Islam pada tahun 2006. Hl ini berawal dengan mahar istimewa berupa sebuah buku berjudul Fiqh Wanita. Namun, saat itu Ida menghadapi tantangan pesimisme, terutama dari para pejabat publik di Lombok Utara. "Mereka mengatakan, ' Bu Ida, belum saatnya ibu-ibu di Lombok Utara diajak membaca. Mereka masih sibuk dengan urusan perut .' Itu yang membuat saya tergerak untuk tidak pernah berhenti membangun gerakan ini bersama para perempuan di sini. Ini semacam dendam positif," katanya sambil tersenyum. Bagi Ida, gerakan literasi adalah pintu masuk untuk menangani berbagai masalah sosial. Menurutnya, melalui literasi, kita bisa melakukan banyak hal, termasuk gerakan sosial. Lalu sejak 2014, perhatian Nursida terhadap para lansia di desanya terus tumbuh. Ia merasa prihatin melihat para lansia. Terutama lansia perempuan, yang hidup sendiri dan masih harus bekerja menyambung hidup. Gerakan bernama Asuh Lansia ini menjadi bagian penting bagi Nursida dan komunitasnya. Gerakan ini tidak hanya hadir saat Maulid Nabi saja, melainkan sepanjang tahun. Bersama ibu-ibu lainnya, Nursida secara rutin mengunjungi lansia, membawa air bersih, dan menyelenggarakan pasar gratis bagi mereka. “Saya mulai membagikan air kepada lansia karena prihatin pada kondisi mereka yang hidup di kaki Gunung Rinjani, namun sulit menikmati air bersih,” jelas Nursida. Lansia berusia 60 hingga 70 tahun yang masih bekerja menjadi prioritas Nursida. Seperti diketahui, sejumlah lansia di Desa Papak, Kecamatan Gangga, Lombok Utara masih bekerja membuat bata, pagar dan lainnya. Dengan dana dari kantong pribadi dan bantuan sukarelawan, gerakan Asuh Lansia hadir tanpa pamrih. Mereka tidak hanya memberi bantuan sesaat, tetapi juga menjadi teman bagi para lansia. Ida dan ibu-ibu dari berbagai desa di Lombok Utara mengunjugi para lansia. Mereka membawa air bersih, membuat pasar gratis, dan memberikan sedikit waktu mendengarkan cerita maupun keluh kesah para lansia. Salah satu aktivitas utama dalam gerakan Asuh Lansia adalah mendistribusikan air bersih ke desa-desa terpencil yang kekeringan. Bersama suaminya, Ida kerap menempuh perjalanan sulit dengan truk yang membawa air bersih bagi para lansia.  Pada Rabu, 14 Agustus 2024, Ida mengunjungi Papuk Marsiani, seorang lansia yang telah mengalami stroke ringan. "Nenek itu bertanya mengapa saya menghilang selama dua pekan. Saya sampaikan bahwa saya sempat cedera," cerita Ida, mengenang momen ketika para lansia justru merasa bersalah karena telah 'merepotkannya'. Ketulusan para lansia tersebut menjadi sumber kekuatan bagi Ida. Dia mengaku merasa sehat saat bertemu dengan mereka. Meski, begitu kembali ke rumah, tubuhnya kerap mengalami demam tinggi. Aktivitas mendistribusikan air bersih ini telah menarik perhatian banyak orang. Termasuk anak-anak muda dari Bali yang turut berdonasi tanpa ingin dipublikasikan. Tidak hanya Nursida Syam, sejumlah ibu dari Klub Baca Perempuan juga turut serta di barisan depannnmemperjuangkan hak-hak lansia. Mereka bekerja sama dengan Nursida mendistribusikan bantuan air bersih dari donasi warga yang peduli. Nesivia (30), ibu dari dua anak, mengaku telah lama bergabung dengan Klub Baca Perempuan. Ia merasakan banyak manfaat dari aktivitas bersama Nursida, terutama dalam membantu orang-orang yang membutuhkan. Kegiatan ini memberikan semangat bagi Nesivia untuk terus terlibat dalam gerakan Asuh Lansia. "Seperti merawat ibu sendiri, saya bahagia terlibat di sini. Apalagi saat membawakan berbagai kebutuhan para lansia. Selain air bersih, bahkan makanan juga kami bawakan. Saya merasa sangat bahagia," ujarnya di sela-sela kelas Klub Baca Perempuan di PAUD Anak Negeri. Saat ini, para ibu banyak yang mengikuti program Asuh Lansia di desa terdekat karena harus mengawasi anak-anaknya. Suami-suami mereka juga mendukung gerakan sosial ini. Apalagi Klub Baca Perempuan menyediakan kelas khusus bagi para suami.  "Jadi bapak-bapak juga dilibatkan di sini, ada kelasnya. Kami diajarkan bagaimana menjaga keutuhan keluarga demi pertumbuhan anak-anak kami," tambah Nesivia dengan semangat. Selain membantu para lansia, para ibu ini juga dilatih cara mendidik anak-anak mereka agar tumbuh menjadi generasi yang membanggakan. Salah satunya melalui latihan mendongeng dan kebiasaan membaca. Dengan begitu, pengetahuan yang mereka peroleh bisa diterapkan dalam keluarga. Nesivia juga berpartisipasi dalam lomba mewarnai dan lomba mendongeng untuk anak-anak. Wahyuni Hasan (32), seorang relawan Asuh Lansia, sering ikut mengantar air bersih untuk lansia. Di salah satu desa yang mereka bantu, kini warga bisa bernapas lega karena sudah mendapatkan bantuan sumur bor. "Senang ya, bisa terlibat. Melihat warga lansia menerima bantuan air bersih, mereka sangat tulus berterima kasih kepada kami. Itu yang sering membuat saya terharu," ungkap Wahyuni. Hardiah (40), meski bekerja sebagai pembuat pagar bedek (anyaman bambu untuk pagar atau dinding rumah), juga merasakan banyak manfaat dari keikutsertaannya di Klub Baca Perempuan. "Kita jadi punya pengetahuan tentang bagaimana mengurus keluarga dan merawat anak," kata Hardiah. Dengan aktif berkegiatan bersama Nursida Syam, ia menjadi lebih berani berbicara dan mengungkapkan pendapat. Dari tiga anaknya, dua di antaranya sudah menikah, sementara yang bungsu berusia 11 tahun. "Kedua anak saya yang sudah menikah, tidak menikah dini," katanya. Gerakan sosial yang penuh cinta ini akhirnya membawa Nursida Syam ke panggung penghargaan nasional. Dia diganjar Anugerah Saparinah Sadli (ASS) 2024, yang mengusung tema "Pemimpin Perempuan Yang Membangun Ekosistem Lansia Berdaya dan Bermartabat". Panitia ASSm Smita Notosusantomenjelaskan bahwa dari 12 nominator, Ida terpilih karena konsistensinya dalam memperjuangkan hak-hak lansia dan membangun ekosistem sosial yang inklusif. "Kita lakukan itu untuk mencari nominasi penerima Anugerah Saparinah Sadli 2024, kami kemudian menerima 12 nominasi setelah diseleksi juri, dan Nursida yang terpilih," kata Smita. Sementara itu, Nursyida merasa bahwa penghargaan itu bukan hanya untuk dirinya sendiri. Menurutnya, penghargaan tersebut juga untuk semua relawan dan lansia yang telah terlibat dalam gerakan ini. Baginya, buah terbaik dari apa yang sudah dilakukannya adalah bisa berdaya bersama. "Apa yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab sebagai manusia, merawat budaya membaca dan peduli sosial di tanah kelahiran saya," pungkasnya Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (100%)