Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: Berdikari
Kab/Kota: Pekalongan
Partai Terkait
Tokoh Terkait

joko widodo

Amran Sulaiman

Suroto
Indonesia belum mencapai swasembada pangan, beras saja masih impor
Elshinta.com
Jenis Media: Ekonomi
Presiden Joko Widodo meninjau penanaman padi dan menyerap aspirasi para petani di Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, pada Rabu (13/12/2023). (ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden RI) Presiden Jokowi menerima penghargaan dari FAO, pengamat: Indonesia belum mencapai swasembada pangan, beras saja masih impor Dalam Negeri Nandang Karyadi Minggu, 01 September 2024 - 18:57 WIB
Elshinta.com - Indonesia belum bisa dikatakan mencapi swasembada pangan. Karena yang seharusnya dimaksud swasembada pangan adalah ketika sebuah negara telah mampu berdikari untuk memenuhi kebutuhan dengan produksi pangannya sendiri.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi (AKSES) Indonesia, Suroto, dalam wawancara bersama Radio Elshinta pada Minggu, (1/9/2024). Suroto menanggapi pertanyaan terkait organisasi pangan dan pertanian dunia atau FAO yang memberikan penghargaan tertinggi terhadap Presiden Joko Widodo berupa Agricola Medal, beberapa waktu lalu.
“Swasembada pangan itu artinya bahwa kita mampu memenuhi seluruh kepentingan pangan kita sendiri. Dalam konteks penilaian, swasembada pangan itu ada produksi. Tapi dalam konteks ini yaitu hanya bisa memenuhi kebutuhan. Kita saja import beras. Itu bagaimana?” ujar Suroto.
Menurut Suroto soal swasembada, arti kata swa yaitu sendiri, dan sembada artinya mampu. “Jadi mampu memenuhi dengan kekuatan diri sendiri. Makanya, mungkin terminologinya yang perlu dilihat. Apakah pemilihan diksinya betul-betul memenuhi syarat untuk dijuluki swasembada atau tidak,” tambahnya.
Suroto menyampaikan bahwa Indonesia harus waspada terhadap kondisi sistem pertanian yang sangat rentan dan munculnya ancaman inflasi. Jangan sampai Indonesia terlalu bergantung pada negara-negara lain dalam hal impor untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
“Yang penting menjadi catatan. Dulu yang disebut dengan swasembada pangan tahun 1983, kita pernah menerima penghargaan dari PBB. Tapi itu ternyata sangat kamuflatif sekali. Kita dianggap punya keberhasilan dalam konteks swasembada pangan. Tapi malah justru itu menunjukkan kerapuhan yang serius. Saat itu ada proyek revolusi hijau yang semua ditopang oleh hal yang disebut dengan unsustainable farming. Ini dianggap proyek yang baik tapi proyek gagal karena menggagalkan masa depan sistem pertanian,” papar Suroto.
Contoh yang sangat serius, lanjut Suroto, soal pangan adalah saat Amerika menyetop impor kedelai ke Indonesia yang ternyata untuk kedelai Indonesia bergantung 80% pada Amerika dan 11% nya dari Brazil ataupun Kanada. “Kemudian saat mereka mengirim ke China saja Indonesia langsung kelabakan, kenapa seperti ini? Karena proyek besar daripada semua konteks ekonomi supaya kita berada dalam dependensi dengan negara-negara lain,” tambah Suroto.
Suroto juga mengatakan pemerintahan baru selanjutnya harus melihat aspek-aspek politik ke dalam bahwa seberapa besar kita memiliki kekuatan atau ketahanan untuk swasembada pangan. Mengingat saat ini Indonesia juga tengah menghadapi masalah serius soal pangan dan security post soal pertanian yang juga sangat terancam.
“Saya 100% tidak melihat kita punya ke swasembadaan itu, dan bahkan dalam batas itu kita menghadapi masalah serius soal pangan. Security post kita juga sangat terancam. Jadi bagaimana kita mengatasi hal itu. Kemarin kita menghadapi isu besar soal krisis pangan yang mungkin akan dialami Indonesia. Maka muncul solusi dengan food estate. Itu proyek gagal yang sangat serius. Karena dimana-mana solusi yang paling baik yaitu dengan family farming bukan dengan food estate, tapi sekali lagi itu kan nilainya ada nilai politis,” katanya.
Diketahui, organisasi pangan dan pertanian dunia atau FAO memberikan penghargaan tertinggi terhadap Presiden Joko Widodo berupa Agricola Medal. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan dalam sepuluh tahun kepemimpinannya, Presiden Jokowi telah mampu menjaga tren swasembada pangan di sektor beras, karena selama empat tahun terakhir tak ada impor beras medium yaitu pada tahun 2017, 2019, 2020, dan 2021. (Sus/Ter)
Sumber : Radio Elshinta
Sentimen: positif (100%)