Sentimen
Negatif (99%)
30 Agu 2024 : 20.40
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Menteng, Gambir, Gondangdia

Kasus: covid-19

Keluhkan "Orderan" Makin Sepi, Pengemudi Ojol: Dulu Merem Saja Bisa Rp 1 Juta Megapolitan 30 Agustus 2024

30 Agu 2024 : 20.40 Views 2

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Keluhkan "Orderan" Makin Sepi, Pengemudi Ojol: Dulu Merem Saja Bisa Rp 1 Juta Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengemudi ojek online (ojek) mengeluhkan setiap hari semakin sepi orderan. Soleh (bukan nama sebenarnya) misalnya, menyebut bahwa kondisi ini terjadi sejak pandemi Covid-19. “(Dulu sekitar tahun 2017) merem saja (dapat uang) Rp 1 juta, satu malam (kerja). Semenjak pandemi Covid-19, hancur,” ujar Soleh saat ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2024). Saat ini, Soleh hanya bisa membawa pulang Rp 150.000-200.000 setiap harinya. Ini pun belum dipotong biaya rental motor listrik yang dia pakai untuk “narik”. “(Biaya rental motor) per hari Rp 50.000. Tambah lagi bayar Rp 25.000 (untuk baterai satu hari penuh),” lanjut dia. Pendapatan Soleh itu masih terpotong uang makan dan rokok sehari-hari. Sisanya, Soleh berikan ke istri dan menghidupi tiga orang anaknya. Soleh menjelaskan, banyak pengemudi ojol kesulitan mencapai target yang diberikan oleh penyedia jasa. Bukan hanya target order yang dianggap yang terlampau banyak, tapi poin  order juga semakin kecil. Misalnya, untuk mencapai status paling tinggi, seorang driver perlu mengumpulkan 250 poin setiap hari. Tapi, satu kali mengantar penumpang diberi nilai 8 poin. Jika mengantar makanan diberi 9 poin. Sementara, untuk pengantaran paket nilainya 13 poin. “Kalau (kejar poin atau target) 30-an orderan ke atas (per hari), bengek . Memangnya kita robot? Sejam dapat dua orderan saja sudah dewa,” imbuh Soleh. Keluhan yang sama juga disampaikan oleh Jeki (bukan nama sebenarnya). Pria yang biasa keliling Jakarta dan sekitarnya ini mengaku sudah tidak bersemangat untuk berangkat pagi. “(Sekarang) saya 10 (orderan setiap hari) saja susah,” ujar Jeki saat ditemui di dekat Stasiun Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2024). Saat ditemui Kompas.com , Jeki sempat menunjukkan halaman aplikasinya. Dia menunjukkan, indikator penerimaan bid (orderan) miliknya sedang terpuruk. Jeki menjelaskan, salah satu penyebab turunnya performa aplikasi ojol adalah jika pengemudi tidak mengambil orderan yang masuk dalam aplikasinya. Namun, Jeki mengaku pilih-pilih orderan mengingat pendapatan bersih yang diterimanya sangat kecil. “Ya kalau di jam sibuk, jauh-jauh (alamat pengantarannya), siapa mau ambil. Macet, enggak semimbang sama untungnya. Kalau kita bawa, bisa saja (makan waktu sampai) dua jam,” lanjut dia. Terlebih, semenjak pandemi, perusahaan penyedia jasa layanan sudah tidak lagi menyediakan bonus untuk para pengemudi. “(Sebelum pandemi ada bonus) Rp 200.000. Dulu sempat turun jadi Rp 180.000. Pas Covid, habis (bonus dihapus). Keinginan saya sih, itu (bonus) ada lagi,” imbuh warga Menteng ini. Melihat kondisi yang semakin buruk, Edi (bukan nama sebenarnya) bersama dengan ribuan pengemudi ojol lainnya turun ke jalan untuk menyuarakan kegelisahan mereka. “Dibilang prihatin, jelas prihatin ya untuk driver online sekarang,” kata Edi saat ditemui di samping Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2024). Edi mengatakan, ada sejumlah kebijakan dari penyedia jasa layanan yang seharusnya diawasi oleh pemerintah. Misalnya, terkait dengan upah tidak manusiawi yang dikenakan pada perjalanan dengan beberapa orderan sekaligus (multiorder). “Argo normal misalnya Rp 8.800. Tapi, tambahan (pendapatan untuk ojol) pada satu order selanjutnya hanya Rp 2.500,” jelas Edi. Menurutnya, skema ini tidak adil mengingat dua orderan itu akan diantar ke dua alamat yang berbeda. Masing-masing kustomer juga akan membayarkan biaya jasa yang sama. Misalnya, masing-masing Rp 15.000. Oleh karena itu, Edi bersama dengan pengemudi ojol lainnya menyerukan agar pemerintah segera mengintervensi dan memberikan jalan keluar atas masalah yang tengah mereka hadapi. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (99.5%)